LAMURIONLINE.COM | ACEH BESAR
– Salah satu poin utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan anak adalah semangat, dedikasi, dan kreativitas guru dalam proses pembelajaran. Guru yang kurang inovatif dapat menghambat pencapaian hasil belajar siswa secara optimal.

Pengawas Madrasah, Suwarni, S.Pd.I, MA, menyampaikan hal itu dalam rapat bersama Dewan Guru MIN 13 Aceh Besar di Mushalla Kompleks MIN Cot Gue, Aceh Besar, Sabtu, (14/6/2025). Rapat itu fokus membahas upaya peningkatan mutu pendidikan madrasah.

Suwarni mengajak para guru lebih semangat dalam mengajar demi membawa perubahan positif bagi peserta didik, termasuk dalam kegiatan bimbingan Asesmen Madrasah Berbasis Komputer (AMBK).

Pada kesempatan itu, Suwarni memaparkan hasil evaluasi asesmen MIN 13 tahun ajaran 2025 melalui infokus. Hasil rapor pendidikan menunjukkan, banyak indikator yang belum mencapai target, bahkan masih didominasi tanda berwarna merah, menandakan perlunya perbaikan serius.

Ia menekankan pentingnya bimbingan yang lebih intensif bagi siswa yang mengikuti asesmen, karena hasil asesmen sangat memengaruhi akreditasi madrasah. Guru diharapkan bekerja lebih profesional tanpa mengeluh, mengajar sesuai dengan kemampuan siswa, dan menghindari sikap dan perkataan yang dapat merusak karakter anak. Jika perlu, satu guru mendampingi satu siswa dalam proses bimbingan asesmen.

"Bullying tidak hanya terjadi secara fisik, tetapi juga secara mental," ujar Suwarni. "Menghardik anak dengan kata-kata yang menjatuhkan semangat belajar atau mengabaikan keluhan mereka juga merupakan bentuk kekerasan. Guru harus memperlakukan siswa dengan lembut dan tanpa intimidasi, sekalipun mereka melakukan kenakalan," tambahnya.

Sementara itu, Darwati, pengawas tingkat MTsN yang turut hadir, menyoroti pentingnya pembiasaan berbahasa Indonesia yang baik di lingkungan madrasah. Ia menekankan, meskipun sekolah berada di kawasan pedesaan, penggunaan bahasa nasional tetap harus diutamakan.

"Anak-anak Indonesia harus dibiasakan menggunakan bahasa Indonesia, karena asesmen tidak mengenal istilah anak daerah. Soal-soal ujian ditulis dalam bahasa nasional, sehingga penggunaan bahasa daerah secara berlebihan justru akan menyulitkan mereka dalam memahami isi soal," jelas Darwati.


Ia menambahkan, anak-anak yang tidak terbiasa dengan bahasa Indonesia cenderung menyelesaikan asesmen dengan cepat karena tidak memahami soal yang dibaca, bahkan terkadang menjawab asal-asalan. Hal ini menunjukkan rendahnya kemampuan literasi siswa.

Guru memiliki peran sentral dalam pembentukan karakter dan kemampuan siswa. Jika guru lebih sering menggunakan bahasa daerah dalam pembelajaran, maka siswa pun akan terbawa dan sulit beradaptasi dengan bahasa formal. Pelestarian bahasa daerah memang penting, namun dalam konteks pendidikan nasional, bahasa pengantar utama adalah bahasa Indonesia.

Literasi dan numerasi, menurut Darwati, merupakan kemampuan dasar yang tidak boleh dianggap sepele. Keduanya menjadi fondasi untuk memahami berbagai pengetahuan lain. Tanpa kemampuan membaca dan berhitung yang baik, pelajaran apapun tidak akan dapat dipahami secara maksimal. 

“Oleh karena itu, pelatihan guru menjadi langkah penting untuk meningkatkan kualitas pengajaran,” pungkasnya.  (Sayed M. Husen/Juariah Anzib)

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top