Oleh: Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Wakaf di Aceh: Tradisi, Inovasi, dan Keberkahan


Takut kehilangan itu sifat manusiawi. Tidak ada seorang pun dapat menghindarinya, sebab pada dasarnya manusia memiliki rasa memiliki yang begitu kuat. Sejatinya dunia ini hanyalah titipan dari Allah semata. Rasa memiliki itu muncul secara alami dan tanpa syarat, sehingga sering kali menimbulkan ketakutan akan kehilangan.

Allah Maha Segalanya. Dia senantiasa memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Banyak cara yang Allah tunjukkan sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada manusia. Tanpa kita sadari, sebenarnya Allah telah merancang sesuatu yang lebih indah dari yang kita bayangkan. Indah menurut pandangan Allah, tentu mengandung hikmah dan kebaikan. Karena itu, menerima pemberian-Nya dengan lapang dada bentuk keimanan dan ketundukan. Untuk membuktikan hal tersebut, berikut kisah indah dan mengharukan.

Dalam bukunya La Tahzan, Dr. 'Aidh al-Qarni menceritakan tentang seorang ahli ibadah yang sedang berada di Mekkah. Ia kehabisan bekal dan mengalami kelaparan hingga tubuhnya lemas tak berdaya. Ketika berjalan di salah satu gang kota Mekkah, ia menemukan kalung yang indah dan mahal. Ia pun mengambil kalung itu dan menyimpannya di dalam saku bajunya, lalu pergi ke Masjidil Haram.

Sesampainya di masjid, ia mendengar seorang laki-laki mengumumkan, dia telah kehilangan sebuah kalung. Ciri-ciri yang disebutkan ternyata persis dengan kalung yang ia temukan. Sang ahli ibadah pun mengembalikan kalung tersebut, dengan harapan akan diberi sedikit imbalan sebagai bekal makan.

Setelah kalung itu dikembalikan, pemiliknya langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih, apalagi memberi imbalan. Hati sang ahli ibadah pun diliputi kesedihan. Dalam doanya ia berkata, “Ya Allah, aku ikhlas, dan aku mohon gantilah dengan sesuatu yang lebih baik dari kalung itu.”

'Aidh al-Qarni menceritakan, kemudian orang tersebut naik ke sebuah kapal menyeberangi laut. Di tengah perjalanan, kapal itu diterpa badai dan karam. Ia berhasil menyelamatkan diri dengan berpegangan pada sebatang kayu, hingga akhirnya terdampar di sebuah pulau asing. Di pulau itu, ia menemukan masjid dan menunaikan shalat bersama jamaah.

Setelah shalat, ia melihat lembaran-lembaran mushaf Al-Qur’an berserakan. Ia memungut dan membacanya. Salah seorang jamaah bertanya, “Apakah Anda bisa membaca Al-Qur’an?” Ia menjawab, “Ya.” Penduduk pulau itu memintanya engajar anak-anak mereka membaca dan menulis Al-Qur’an. Ia pun diberi upah atas jasanya itu. Karena ia dikenal sebagai pecinta anak yatim, penduduk memperkenalkannya kepada seorang gadis yatim yang tinggal sebatang kara. Ia pun menikahi gadis itu.

Setelah menikah dan tinggal bersama istrinya, ia melihat kalung yang dulu pernah ditemukannya, kini melingkar di leher istrinya. Ia pun bertanya mengenai asal-usul kalung tersebut. Sang istri bercerita, dahulu, sebelum wafat, ayahnya pernah kehilangan kalung itu di Mekkah. Kalung itu ditemukan oleh seorang lelaki dan dikembalikan tanpa meminta imbalan. Ayahnya selalu berdoa agar kelak putrinya berjodoh dengan lelaki mulia seperti penemu kalung itu. Dengan takdir Allah, sang lelaki menjawab, “Sayalah orang yang dahulu menemukan dan mengembalikan kalung itu.”

Kalung tersebut telah menjadi miliknya secara halal dan sah. Allah telah menggantinya dengan yang jauh lebih baik. Dari yang semula hanya berharap imbalan sesaat, kini menjadi anugerah dalam bentuk pasangan hidup dan keberkahan.

Hikmah kisah ini adalah pentingnya berbaik sangka terhadap kegagalan dan kehilangan. Sebab di balik semua itu, ada rahasia Allah Swt yang tidak kita sangka-sangka. Yakinlah Allah akan mengganti sesuatu yang hilang dengan yang lebih baik, jika kita ikhlas dan bersabar. Jangan pernah berputus asa dari rahmat Allah Swt dalam menjalani kehidupan dunia fana ini. Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa mendapatkan kebaikan dalam ridha-Nya.

Editor: Sayed M. Husen

SHARE :

0 facebook:

 
Top