Oleh: Dr. Nurkhalis Mukhtar, Lc, MA
Dosen HES Pascasarjana IIQ Jakarta
Teungku Muslim Ibrahim, ulama kharismatik dan ahli fatwa Aceh kontemporer, lahir pada tanggal 8 Oktober 1948 di Cot Usi, Aceh Utara (sumber lain menyebutkan 18 Oktober 1948/1950 di Krueng Mane, Aceh Utara). Beliau berasal dari keluarga yang taat beragama; ayahnya, Teungku Ibrahim, adalah seorang teungku dan pimpinan dayah. Demikian pula dari jalur ibu, kakek Teungku Muslim Ibrahim juga seorang ulama pimpinan dayah. Semenjak kecil, beliau telah dididik dan tumbuh dalam naungan keilmuan dan ketaatan.Setelah menyelesaikan pendidikan sarjana muda di Aceh, Teungku Muslim Ibrahim merasa ilmunya masih dangkal dan minim. Dengan semangat yang membara, beliau melanjutkan pencarian ilmu yang mengantarkannya ke Mesir pada tahun 1971 setelah melewati proses seleksi yang sangat ketat.
Sesampai di Kairo, Mesir, Teungku Muslim Ibrahim belajar dengan tekun dan penuh kesabaran. Beliau menyelesaikan studi dari strata satu (S-1 Fakultas Syari'ah Al-Azhar University, 1973), strata dua (S-2 Fakultas Syari'ah Al-Azhar University, 1975, dan S-2 Fakultas Tarbiyah 'Ain Syams University, 1978), hingga berhasil menyelesaikan gelar Doktor (Ph.D) pada tahun 1984 di Universitas Al-Azhar Syarif dalam bidang Fiqh Muqaran atau Fiqh Perbandingan. Disertasinya lulus dengan predikat summa cum laude.
Saat itu, beliau dicatat sebagai satu-satunya pelajar dari Asia Tenggara yang berhasil menyelesaikan strata tiga dalam bidang fiqh perbandingan mazhab di Al-Azhar pada usia yang masih sangat muda, di bawah bimbingan gurunya Syekh Abdul Ghani Abdul Khalik. Keberhasilan ini diliput oleh banyak media massa di Timur Tengah. Bahkan Universitas Ummul Qura Madinah sempat menawarkan posisi sebagai dosen dan pengajar, namun beliau memilih untuk kembali dan berkiprah di Aceh dengan segala dinamika yang ada.
Setiba di Aceh setelah mengembara belasan tahun, Teungku Muslim Ibrahim menjadi seorang ilmuwan yang diperhitungkan. Berbagai jabatan akademis dan strategis pernah diemban oleh beliau di UIN Ar-Raniry Banda Aceh, antara lain: Ketua Jurusan Syariah Perbandingan Mazhab, Asisten Direktur Pascasarjana (saat itu masih tunduk ke UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan rektornya Prof. Dr. Harun Nasution), dan jabatan terakhir beliau dalam bidang akademis adalah sebagai Direktur Pascasarjana UIN Ar Raniry setelah era Prof. Dr. Harun Nasution. Beliau juga merupakan Guru Besar Bidang Fiqh Perbandingan Mazhab UIN Ar-Raniry.
Tepat pada tahun 1998, Teungku Muslim Ibrahim mulai ditunjuk sebagai salah satu pimpinan MUI Aceh yang kemudian berubah nama menjadi MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) Aceh. Beliau telah menghabiskan sepertiga usianya untuk memimpin lembaga fatwa Aceh, menjabat sebagai Ketua MPU Aceh sejak tahun 2001.
Teungku Muslim Ibrahim telah mempersembahkan pemikiran yang cerdas dan keahliannya untuk berfikir tentang persoalan keumatan dan mengawal agama di Aceh dengan fatwa-fatwa yang ilmiah dan bertanggung jawab. Beliau juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Pembina Haji Nasional Departemen Agama serta Dewan Penasehat (Mustasyar) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2015-2020.
Untuk level Aceh, rasanya tidak berlebihan bila beliau dianggap sebagai tokoh fatwa Aceh yang telah mendarmabaktikan ilmunya dengan tulus ikhlas, mengawal pemahaman masyarakat Aceh seperempat abad lamanya.
Maestro Fatwa Aceh kontemporer tersebut wafat pada Kamis sore, 12 Desember 2019, di kediamannya di Limpok, Darussalam, Aceh Besar, pada usia 71 tahun. Beliau meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak. Wafatnya beliau merupakan kehilangan besar bagi masyarakat dan dunia akademik Aceh.*

0 facebook:
Post a Comment