Oleh: Juariah Anzib, S.Ag


Betapa agungnya keteladanan Rasulullah saw yang teraplikasi sempurna dalam seluruh aspek kehidupan di dunia. Bukan hanya dalam ranah ibadah, namun juga mencakup setiap sendi kehidupan, baik yang bersifat personal maupun komunal. Teladan yang kita peroleh dari sang primadona Islam ini adalah tuntunan sejati bagi semesta alam.

Dunia hanyalah persinggahan sementara, sedangkan alam akhirat merupakan hakikat dan tujuan abadi. Namun perjalanan menuju keabadian tersebut memerlukan proses yang dituntun oleh seberkas cahaya iman di dalam sanubari. Cahaya ini hanya dapat diperoleh melalui risalah mulia Baginda Rasulullah saw. Dunia akan terasa suram tanpanya. Oleh karena itu, Allah Swt menghadirkan sang pemimpin umat ini untuk menuntun kita menuju alam keabadian.

Dr Abdul Fattah As-Samman, dalam bukunya Harta Nabi, menulis, Rasulullah saw sosok pekerja yang tangguh. Beliau pernah berprofesi sebagai penggembala, sebagaimana umumnya para nabi. Beliau juga seorang pedagang, yang merupakan profesi paling populer di kalangan penduduk Mekkah di masa Jahiliyah. Pengalaman berdagang inilah yang mempertemukan beliau dengan Khadijahtul Kubra, yang kelak menjadi istri pertama beliau. 

Nabi saw tetap melanjutkan profesi tersebut bahkan setelah pernikahan. Setelah Khadijah wafat, Baginda menikah lagi hingga memiliki sepuluh orang istri. 

Menariknya, seluruh istri beliau dinafkahi secara layak dari hasil usahanya sendiri. Nabi saw menyediakan rumah yang nyaman sebagai tempat tinggal bagi mereka. Sebagai seorang suami, beliau bertanggung jawab penuh atas nafkah istri-istrinya. Jika Nabi saw seorang yang miskin, tentu tanggung jawab seberat itu tidak akan dapat terlaksana dengan baik. Justru karena beliau memiliki harta yang mapan, maka beliau mampu menafkahi seluruh istrinya.

Nafkah para istri tidak hanya diberikan saat beliau masih hidup, tetapi juga terus berjalan bahkan setelah beliau wafat. Sesuai syariat, para istri Nabi saw tidak diperbolehkan menikah lagi sepeninggal Baginda. Setelah Rasulullah saw wafat, nafkah untuk istri-istri beliau (kecuali Zainab binti Khuzaimah yang meninggal lebih dahulu) terus diberikan. Nafkah ini diambil dari harta peninggalan beliau. Kenyataan bahwa nafkah ini dapat terus terpenuhi dengan baik menunjukkan bukti yang nyata bahwa Nabi saw memiliki harta benda yang tidak sedikit.

Setelah wafat, seluruh harta benda Rasulullah saw diwakafkan. Untuk menafkahi para istri beliau, para sahabat kemudian memanfaatkan sumber-sumber wakaf produktif yang menghasilkan keuntungan. Dengan demikian, para istri tidak mengalami kekurangan atau hidup dalam kemelaratan. Keuntungan dari harta wakaf tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi para istri, tetapi juga menjadi sumber keberkahan yang mengalir kepada fakir miskin dan anak yatim.

Baginda Nabi saw senantiasa mengajarkan umatnya agar tidak menjadi peminta-minta. Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk memiliki harta benda sebagai jaminan dan kemapanan hidup. Jika kehidupan mapan, maka ibadah akan menjadi lebih sempurna dan khusyuk. Kemapanan juga membuka pintu bagi amalan-amalan sosial seperti infak, sedekah, dan wakaf. Kekayaan yang berkah adalah kekayaan yang dibelanjakan di jalan Allah Swt.

Islam menganjurkan kita berusaha memperoleh kekayaan dengan cara yang halal dan menafkahkannya di jalan Allah. Selaku umat Nabi saw, sudah sepatutnya kita meneladani kepribadian yang mulia serta kedermawanan sang primadona orang-orang beriman ini. Semoga kita mendapat berkah darinya.

SHARE :

0 facebook:

 
Top