Oleh: Dr. Lukman Hamdani, M.E.I
Ketua Yayasan Integrasi Filantropy ZISWAF
Wakaf merupakan peradaban yang berakar sangat dalam, dimulai oleh Rasulullah saw dengan pendirian Masjid Quba dan Nabawi, sebagai manifestasi kepedulian beliau terhadap kepentingan umat, bahkan di atas kepentingan diri sendiri.Esensi wakaf sebenarnya menahan pokok harta (aset) dan menyalurkan hasilnya untuk kemaslahatan umum (maukuf alaih), yang berbeda signifikan dari bisnis; jika bisnis berfokus pada keuntungan 90% untuk pemilik, wakaf mengalokasikan 90% hasilnya untuk umat.
Dalam pengelolaannya, seorang nazir (pengelola wakaf) diamanahkan untuk tidak memperjualbelikan, menghibahkan, atau sejenisnya terhadap aset wakaf.
Estafet peradaban wakaf berlanjut kepada para sahabat, dimulai dari Umar bin Khattab RA yang mewakafkan Tanah Khaibar atas saran Nabi, "Tahan pokoknya, sedekahkan manfaatnya." Kemudian, Utsman bin Affan RA mewakafkan Sumur Raumah, yang menjadi teladan nyata pengorbanan demi kepentingan umum, selaras dengan ayat Al-Qur'an tentang uswatun hasanah (suri teladan yang baik) pada diri Rasulullah.
Perjalanan wakaf terus berkembang ke Dinasti Bani Umayyah di Andalusia, di mana muncul inisiatif penting berupa pencatatan pertama harta wakaf. Di Dinasti Abbasiyah, wakaf melahirkan Baitul Hikmah sebagai pusat studi dan rumah sakit, yang berkontribusi besar pada perkembangan ilmu pengetahuan dan melahirkan ulama-ulama besar.
Perkembangan wakaf juga mencapai Maroko di bawah Dinasti Idrisiyah, yang menghasilkan pendirian Kampus Al-Qarawiyyin, kampus tertua di dunia, menunjukkan bahwa wakaf adalah penafkahan harta yang dicintai sesuai anjuran Al-Qur'an.
Dinasti Fatimiyah di Mesir, membangun Al-Azhar melalui wakaf, menjadikannya lembaga pendidikan terbesar yang membiayai studi banyak pelajar melalui dana ZISWAK. Pergerakan wakaf juga tercatat di masa Kesultanan Utsmaniyah, yang fokus pada pembangunan penginapan bagi musafir dan pedagang, menunjukkan peran wakaf dalam menopang infrastruktur sosial dan ekonomi.
Meskipun memiliki sejarah gemilang, wakaf menghadapi beberapa tantangan krusial di era kontemporer. Pertama, literasi wakaf yang masih rendah, di mana pemahaman masyarakat belum sepenuhnya menyentuh inovasi wakaf modern seperti Wakaf PLTS dan Hutan Wakaf, yang jauh melampaui sekadar wakaf tanah.
Kedua, masalah sertifikasi tanah wakaf yang masih minim, yang perlu diperkuat agar aset wakaf aman dan bebas dari masalah hukum atau pajak.
Ketiga, rendahnya profesionalitas SDM nazir, karena pengelolaan wakaf saat ini tidak cukup hanya mengandalkan keahlian syariah, melainkan harus melibatkan tim yang kuat dan multidisiplin (ahli hukum, bisnis, pertanian, dan lain-lain) untuk mengelola harta titipan Allah tersebut secara optimal. (Smh)
Dirangkum dari Khutbah Jumat di Masjid Jami' Yarsi, Jakarta, 10 Oktober 2025

0 facebook:
Post a Comment