Oleh : Yuhyin Nufus

Penulis merupakan Mahasiswa Magister Hukum Ekonomi Syariah, IAIN Langsa

Penerapan Investasi Syariah di Aceh merupakan sebuah langkah yang memiliki landasan filosofis, teologis, dan yuridis yang kuat, tentunya berpotensi menjadi solusi strategis menuju kemakmuran masyarakat. Landasan Filosofis dan Teologis investasi ini pada dasarnya bersumber dari prinsip-prinsip Syariah Islam, melalui ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. Keadilan dan Penghindaran Eksploitasi menjadi prinsip utama investasi syariah dengan menghindari praktik yang mengandung unsur gharar (ketidakpastian yang berlebihan), maysir (judi), dan riba (bunga). 

Penghindaran riba bertujuan menciptakan sistem keuangan yang lebih adil, di mana keuntungan didasarkan pada pembagian risiko (profit and loss sharing) dan nilai tambah riil dari aset atau usaha, bukan semata-mata dari peminjaman uang. Hal ini sejalan dengan etika bisnis Islami yang mengutamakan keadilan ('adl) dan kemaslahatan (maslaha).

Investasi pada Sektor Produktif, syariah mendorong investasi pada sektor-sektor yang halal dan bermanfaat bagi masyarakat seperti infrastruktur, pertanian, manufaktur yang etis, serta melarang sektor yang destruktif seperti alkohol, perjudian, pornografi). Gunanya  memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi yang dicapai adalah benar-benar pertumbuhan yang berkah dan berkelanjutan, serta mendukung kesejahteraan.

Sedangkan pada landasan Yuridis tentunya di Aceh, penerapan investasi syariah memiliki pijakan hukum yang sangat kuat, sehingga menjadikannya unik di Indonesia. Sebagaimana yang tertera pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), UUPA memberikan kekhususan kepada Aceh untuk menerapkan Syariat Islam dalam bidang ekonomi dan keuangan. 

Kemudian terkait Peraturan Daerah (Perda) Aceh juga menuangkan berbagai Perda dikeluarkan untuk mengimplementasikan prinsip syariah dalam produk keuangan dan investasi, serta memberikan kerangka hukum yang jelas tentunya bagi para pelaku usaha dan investor. Kepercayaan Investor, mencakup pada kerangka hukum syariah yang eksplisit memberikan kepastian hukum dan legitimasi bagi investor Muslim, baik domestik maupun internasional, yang mencari opsi investasi yang sesuai dengan keyakinan mereka. 

Untuk melihat bagaimana potensi sebagai solusi kemakmuran, terkait ini dapat ditinjau pada Integrasi prinsip syariah dalam investasi dapat menjadi solusi kemakmuran Aceh melalui beberapa cara:

1. Peningkatan Stabilitas Finansial, dengan menghindari spekulasi berlebihan yang didorong oleh riba dan gharar, pasar keuangan syariah cenderung lebih stabil dan tahan terhadap gejolak krisis global yang sering dipicu oleh instrumen keuangan derivatif berbasis utang.

2. Pengembangan Ekonomi Riil, Karena fokusnya pada profit and loss sharing dan kepemilikan aset, investasi syariah cenderung lebih mengalir ke sektor riil (investasi nyata), yang secara langsung menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan output ekonomi lokal.

3. Inklusi Keuangan, Sistem syariah dapat menjangkau kelompok masyarakat yang selama ini terpinggirkan dari perbankan konvensional karena prinsip kehati-hatian mereka terhadap riba, sehingga mendorong inklusi keuangan yang lebih luas.

Meskipun Investasi Syariah menawarkan jalur ideal menuju kemakmuran, implementasinya di Aceh tentunya tidak terlepas dari tantangan. Tantangan utamanya adalah memastikan implementasinya benar-benar sesuai dengan standar Syariah (kepatuhan/sertifikasi yang ketat) dan meningkatkan literasi keuangan syariah di kalangan masyarakat luas serta memperkuat infrastruktur pendukungnya agar mampu bersaing dan menarik investasi skala besar. Jika dijalankan dengan baik, investasi syariah bisa menjadi roda penggerak ekonomi Aceh yang berlandaskan nilai-nilai luhur dan memberikan hasil yang berkelanjutan (barakah).

Perbedaan mendasar antara sistem investasi syariah dan konvensional adalah pada akad (kontrak) dan objek (sektor) investasi. Pemahaman ini sangat penting untuk diketahui guna menjamin investasi yang dilakukan sejalan dengan semangat keadilan yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Prinsip Operasional dalam membedakan Prinsip Investasi berbasis Syariah ini bisa ditinjau salah satunya dari segi Implementasi Investasi Syariah di Aceh, didukung oleh Undang-Undang Pemerintahan Aceh dan berlandaskan pada Sunnah Rasul yang mengutamakan keadilan, adalah sebuah mandat dan peluang emas. 

Kemakmuran yang dituju oleh investasi syariah adalah kemakmuran yang holistik (falah), yang tidak hanya diukur dari pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), tetapi juga dari:

a. Stabilitas Sosial Ekonomi: Investasi yang bersih dari riba dan gharar mengurangi kesenjangan ekonomi.

b. Keberkahan: Investasi diarahkan pada kegiatan yang memberikan manfaat jangka panjang dan bernilai ibadah.

c. Kepatuhan Hukum: Integrasi penuh Syariah dalam sistem ekonomi sesuai dengan kekhususan yang diberikan oleh undang-undang.

Oleh karena itu, Investasi Syariah bukan hanya sekadar alternatif, tetapi merupakan solusi fundamental yang paling relevan dan terlegitimasi untuk mencapai cita-cita kemakmuran Aceh yang berlandaskan Syariat Islam berkaitan dengan hadis dan qur'an. Keterkaitan ini adalah inti dari penerapan Syariat Islam di Aceh. 

Penerapan Investasi Syariah di Aceh adalah wujud ketaatan terhadap perintah Allah SWT dan ajaran Rasulullah SAW, yang secara tegas memisahkan antara transaksi yang halal (investasi/jual beli yang adil) dan yang haram (riba). Landasan Kewajiban Menghindari Riba (Larangan) adalah pilar utama yang dihancurkan dalam Investasi Syariah. Al-Qur'an dan Hadis memberikan peringatan keras terhadap praktik ini.

Sumber Ayat dan Hadis yang berimplikasi terhadap Investasi Syariah jelas telah tertera pada :

1. QS. Al-Baqarah: 275: "Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..."Ini adalah dalil dasar yang membedakan Investasi Syariah (berbasis jual beli/bagi hasil) dari investasi konvensional (berbasis bunga/riba). Investasi harus menghasilkan keuntungan riil dari aset dan usaha yang sah.

2. QS. Al-Baqarah: 278-279: " Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu..." Peringatan keras ini menjadi motivasi bagi Pemerintah Aceh dan masyarakat untuk meninggalkan sisa-sisa sistem berbasis bunga dan beralih sepenuhnya ke Investasi Syariah, demi keselamatan dunia dan akhirat.

3. QS. Al-Hasyr: 18: "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)..." Ayat ini menjadi dalil eksplisit tentang pentingnya perencanaan masa depan (investasi), baik untuk bekal dunia maupun akhirat. Investasi syariah adalah cara merencanakan masa depan yang sesuai dengan perintah takwa.

4. QS. Al-Baqarah: 261: Perumpamaan (nafkah) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Ini secara implisit mengajarkan konsep pelipatgandaan hasil (return) dari usaha yang berkah dan bermanfaat (infaq atau investasi produktif), yang menjadi semangat inti dari sistem bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah).

5. Kisah Nabi Yusuf  yang tertera  pada QS. Yusuf : 46-49, Nabi Yusuf menafsirkan mimpi raja dan menyarankan untuk bertanam tujuh tahun dan menyisihkan hasilnya (menyimpan di bulirnya) untuk menghadapi tujuh tahun paceklik. Kisah ini dijadikan dalil tentang manajemen risiko dan investasi jangka panjang dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi di masa depan, yang harus dilakukan dengan perencanaan yang matang.

6. HR. Muslim: "Rasulullah SAW melaknat pemakan riba (orang yang menerima), pemberi riba, pencatatnya, dan dua saksinya. Beliau bersabda, 'Mereka semua sama.” Hadis ini menegaskan bahwa dosa riba mencakup seluruh rantai transaksi, sehingga sistem keuangan di Aceh harus bebas dari riba secara menyeluruh, tidak hanya bagi penerima, tetapi juga semua yang terlibat dalam operasionalnya.

Landasan Anjuran Berinvestasi Halal (Perintah), Islam tidak hanya melarang yang haram, tetapi juga menganjurkan umatnya untuk mengembangkan harta secara produktif dan bermanfaat (tazkiyatul mal). Transparansi dan Keadilan (Gharar & Maysir) Larangan gharar (ketidakpastian) dan maysir (judi/spekulasi) diwujudkan melalui pengawasan ketat Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap semua kontrak investasi. Hal ini bertujuan menciptakan iklim investasi yang jujur, transparan, dan adil. 

Kemakmuran yang Berkah

Visi kemakmuran Aceh tidak hanya tentang kekayaan materi, tetapi juga tentang keberkahan (barakah). Dengan berinvestasi di sektor halal (seperti pertanian, maritim, dan pariwisata halal), Aceh menjalankan perintah untuk mencari rezeki yang baik (tayyiban), sesuai dengan etika bisnis Rasulullah SAW. Investasi Syariah di Aceh adalah implementasi dari hukum Ilahi (Al-Qur'an) dan pedoman Nabi (Hadis). 

Ini menjadikan Aceh sebagai wilayah percontohan yang secara hukum (Undang-Undang) dan secara teologis (Syariah) mewajibkan masyarakatnya membangun ekonomi yang adil, produktif, dan bebas dari riba, yang bertujuan mencapai kemakmuran yang sejati. Penerapan investasi syariah di Aceh sangat potensial untuk menjadi solusi menuju kemakmuran, karena ia tidak hanya menawarkan alternatif investasi yang etis dan adil (sesuai dengan ajaran Rasul), tetapi juga didukung oleh kekhususan regulasi yang jelas (undang-undang dan perda).

Tantangan utamanya adalah memastikan implementasinya benar-benar sesuai dengan standar Syariah (kepatuhan/sertifikasi yang ketat) dan meningkatkan literasi keuangan syariah di kalangan masyarakat luas serta memperkuat infrastruktur pendukungnya agar mampu bersaing dan menarik investasi skala besar. Jika dijalankan dengan baik, investasi syariah bisa menjadi roda  penggerak ekonomi Aceh yang berlandaskan nilai-nilai luhur dan memberikan hasil yang berkelanjutan (barakah).

Tulisan ini merupakan hasil kolaborasi antara penulis dan Dewan Syariah Aceh (DSA) dalam rangka memperkuat literasi publik dan pengembangan pemikiran ekonomi syariah menuju Aceh yang bermartabat dan berkeadilan.

SHARE :

0 facebook:

 
Top