Oleh: Dr. Lukman Hamdani,M.E.I 

Dosen Magister Manajemen Universitas YARSI)


Yayasan Integrasi Filantropi ZISWAF dan Magister Manajemen Universitas YARSI telah dilaksanakan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) pada hari Minggu, 9 November 2025. Kegiatan ini diselenggarakan di Kampung Cukang Bungur RT 14/07, Desa Cipeucang, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor. Saya sendiri narasumber utama dalam kegiatan ini.  

Penyuluhan mengenai Fintech Syariah ini menjadi sangat penting mengingat adanya kesenjangan (gap) yang signifikan terkait literasi dan inklusi keuangan syariah di Indonesia.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2025: indeks literasi syariah mencapai 43,4% dan indeks inklusi syariah berada di angka 13,4%.

Meskipun angka ini menunjukkan peningkatan dari tahun sebelumnya (literasi 39% dan inklusi 12,8% pada tahun 2024), kesenjangan antara pengetahuan (knowledge) dan pengalaman (experience) atau implementasi inklusi keuangan syariah masih sangat terasa.

Hasil pre-test dan post-test yang dilakukan terhadap 30 responden masyarakat Kampung Cukang Bungur (terdiri dari 28 perempuan dan 2 laki-laki) menegaskan data survei nasional.

Dari total 300 jawaban (30 responden x 10 soal), terdapat 175 jawaban benar dan 125 jawaban salah. Nilai atau skor peserta yang masih rendah dalam pemahaman Fintech Syariah ini mengindikasikan bahwa tugas meningkatkan Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah masih sangat besar, terutama dalam hal sosialisasi, edukasi, dan implementasi.

Dalam benak masyarakat, seringkali terjadi kesamaan antara layanan keuangan syariah dan konvensional. Mereka cenderung hanya mengenal istilah negatif seperti pinjaman online (pinjol) ilegal, Bang Emok  atau lintah darat.

Fenomena Pinjol

Tingginya risiko pinjaman online ilegal semakin memperkuat urgensi edukasi ini. Karena itu, beberapa hal harus diperkuat oleh masyarakat, pertama, terdapat sekitar 17 juta entitas penerima pinjaman online di seluruh Indonesia, dengan nilai pokok pinjaman (outstanding loan) mencapai Rp50,5 triliun.

Kedua, kasus pinjaman tidak lancar (telat bayar 30-90 hari) dialami oleh sekitar 2,18 juta pengguna perorangan, dengan total utang sekitar Rp3,7 triliun. Ketiga, kasus pinjaman macet (telat bayar >90 hari) terjadi pada sekitar 358 ribu pengguna perorangan, dengan total utang sekitar Rp1,1 triliun (Sumber: Kata Data, 2023).

Karena itu, masyarakat perlu diperkuat pemahamannya mengenai karakteristik dan keunggulan Fintech Syariah, di antaranya, pertama, cakupan lebih luas. Fintech Syariah bukan hanya tentang pinjaman, tetapi juga mencakup pembiayaan syariah untuk modal usaha mikro dan makro melalui skema Peer-to-Peer (P2P) Lending (misalnya Alami, Dana Syariah, Ammana, dan lain-lain).

Kedua, pengawasan syariah. Diwasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Ketiga, filantropi digital. Memungkinkan kegiatan ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf) dilakukan secara virtual atau online. Keempat, prinsip syariah, bebas bunga (Riba).

Kelima, keamanan data. Tidak menyebarkan data pribadi nasabah. Keenam, akuntabilitas. Transparan dan akuntabel terkait biaya layanan. Keenam, legalitas. Memiliki Logo OJK dan MUI sebagai penanda legalitas dan kesesuaian syariah. Ketujuh, ekspektasi realistis. Tidak menjanjikan keuntungan yang cepat dan besar.

Kedelapan, penggunaan akad. Menggunakan akad-akad syariah yang sah, seperti Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, dan Ijarah. Kesembilan, edukasi finansial. Mendorong masyarakat untuk belajar mengelola uang dengan bijak secara dini.

SHARE :

0 facebook:

 
Top