lamurionline.com, Hamdani Mulya lahir di Desa Paya Bili, Kec. Meurah Mulia, Kab. Aceh Utara pada 10 Mai 1979 dan tumbuh di Aceh, wilayah yang dikenal sebagai “Serambi Mekkah.” Sejak kecil ia akrab dengan tradisi lisan, syair, dan bahasa Aceh yang kaya filosofi. Lingkungan keluarga yang religius dan masyarakat yang masih menjaga adat istiadat membuat Hamdani memiliki kecintaan mendalam terhadap budaya lokal.
Pendidikan formal ia tempuh di SDN Paya Bili, SMPN 1 Meurah Mulia, dan SMAN 1 Samudera Geudong. Kemudian tahun 1998 menempuh pendidikan hingga meraih gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.), di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh yang kemudian mengantarkannya menjadi seorang guru. Bagi Hamdani, profesi guru bukan sekadar pekerjaan, melainkan panggilan jiwa untuk mendidik generasi muda agar tidak tercerabut dari akar budaya mereka.
Karier sebagai Guru dan Penulis
Sebagai guru, Hamdani Mulya dikenal mengintegrasikan kearifan lokal Aceh dalam proses belajar-mengajar. Ia percaya bahwa pendidikan tidak boleh terlepas dari konteks budaya masyarakat. Saat ini Hamdani mengajar pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMAN 1 Lhokseumawe.
Selain mengajar, Hamdani aktif menulis. Salah satu karya pentingnya adalah buku:
-“Bahasa Indatu Nenek Moyang Ureueng Aceh” (2018)
Buku ini membahas bahasa Aceh dari perspektif budaya. Hamdani menuliskan istilah sapaan, nama makanan tradisional, alat pertanian, hingga syair-syair khas Aceh.
Dalam salah satu pandangannya, ia menulis:
“Bahasa adalah identitas. Hilangnya bahasa berarti hilangnya jati diri. Bahasa Aceh adalah warisan indatu (nenek moyang) yang harus kita jaga.”
Kutipan ini menunjukkan komitmen Hamdani terhadap pelestarian bahasa sebagai inti dari kebudayaan.
Ia juga menulis artikel berjudul:
-“Sastra Klasik Nenek Moyang Orang Aceh Sebagai Materi Ajar Kurikulum Merdeka” (2022)
Artikel ini menekankan pentingnya memasukkan sastra klasik Aceh ke dalam kurikulum nasional.
Hamdani memaparkan bahwa:
“Sastra klasik bukan sekadar teks lama, melainkan cermin nilai moral yang relevan sepanjang zaman.”
Kiprah dalam Literasi
Hamdani Mulya tidak hanya menulis buku, tetapi juga aktif sebagai pegiat literasi. Ia menyadari bahwa minat baca masyarakat Indonesia, khususnya di Aceh, masih rendah. Untuk itu, ia melakukan berbagai upaya:
- Gerakan Literasi Sekolah (GLS): Mendorong siswa membaca buku setiap hari dan menulis refleksi.
- Literasi Digital: Memanfaatkan media sosial, termasuk TikTok, untuk menyebarkan pesan moral dan budaya.
- Komunitas Literasi: Terlibat dalam forum literasi di Aceh, berbagi pengalaman menulis, dan menginspirasi generasi muda.
Dengan cara ini, Hamdani berhasil menjembatani tradisi lokal dengan teknologi modern, sehingga nilai budaya tetap relevan di era digital.
Kontribusi dan Pengaruh
Hamdani Mulya memberikan kontribusi nyata dalam beberapa aspek:
- Pelestarian Bahasa Aceh: Mendokumentasikan istilah tradisional agar tidak hilang ditelan zaman.
- Integrasi Budaya dalam Pendidikan: Mendorong kurikulum sekolah agar memasukkan sastra klasik Aceh.
- Inspirasi Generasi Muda: Mengajak anak-anak dan remaja mencintai budaya sendiri sekaligus terbuka terhadap perkembangan global.
- Aktivisme Sosial: Kehadirannya di ruang publik memperkuat kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga identitas budaya.
Karya Utama Hamdani
-Tahun 2018 menerbitkan buku Bahasa Indatu Nenek Moyang Ureueng Aceh. Berisi bahasa, tradisi, dan syair Aceh. Buku referensi kearifan lokal.
-Tahun 2018 menulis buku Pengantin Surga. Sebuah novel bertema tsunami Aceh.
-Tahun 2020 menulis buku Jejak Dakwah Sultan Malikussaleh. Buku sejarah Kerajaan Islam Samudera Pasai di Aceh Utara.
-Tahun 2020 menulis buku Wajah Aceh dalam Puisi. Antologi puisi berkisah tentang tsunami Aceh dan kearifan lokal.
-Tahun 2022 menulis artikel “Sastra Klasik Nenek Moyang Orang Aceh Sebagai Materi Ajar Kurikulum Merdeka”. Pendidikan berbasis budaya. Opini tentang integrasi budaya dalam kurikulum sekolah.
-Tahun 2025 menerbitkan buku Bahasa dan Sastra Aceh. Buku yang membahas tentang tata bahasa Aceh, sastra, dan kearifan lokal.
Hamdani juga menulis dalam bebera buku antologi puisi bersama sastrawan Indonesia dan Malaysia. Selain menjadi guru Hamdani meluangkan waktu aktif menulis di surat kabar Serambi Indonesia, Waspada, majalah Fakta, Kutaradja, Santunan Jadid, dan di berbagai media online seperti compasiana.com, kabarnanggroe.com, majalah potretonline.com, Kabardaily.com, dan rri.co.id.
Nilai Inspiratif
Ada beberapa nilai yang membuat Hamdani Mulya layak disebut tokoh inspiratif:
- Dedikasi: Mengabdikan diri sebagai guru sekaligus penulis.
- Kecintaan pada Budaya: Menempatkan budaya Aceh sebagai pusat perjuangan intelektual.
- Adaptif: Memanfaatkan media digital untuk menyebarkan nilai literasi.
- Visioner: Menyadari bahwa pelestarian budaya harus dilakukan melalui pendidikan formal dan informal.
Hamdani Mulya adalah sosok yang mengabdikan hidupnya untuk pendidikan, literasi, dan pelestarian kearifan lokal Aceh. Sebagai guru, ia mendidik dengan hati; sebagai penulis, ia mendokumentasikan warisan budaya; dan sebagai pegiat literasi, ia menggerakkan masyarakat untuk mencintai membaca dan menulis.
Melalui karya dan kiprahnya, Hamdani menegaskan bahwa budaya adalah fondasi karakter bangsa. Ia menjadi teladan bahwa seorang guru bisa berperan lebih luas, bukan hanya mendidik di kelas, tetapi juga menjaga warisan leluhur dan menginspirasi masyarakat luas.
(Penulis: Reihana Altafunnisa)
0 facebook:
Post a Comment