Oleh: Nayla Syifana Arisni – Mahasiswi Pendidikan Fisika, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Ar-Raniry Banda Aceh
lamurionline.com -- Sudah 23 hari pasca banjir besar yang melanda pulau Sumatera pada tanggal 24 November 2025. Dalam kurun waktu 3 minggu itu, banyak sekali kejadian pilu yang terlihat dimana-mana. Harta, rumah bahkan nyawa manusia menjadi taruhannya. Kejadian pada tanggal 24 November 2025 meninggalkan banyak luka mendalam bagi banyak orang. Bahkan bagi warga Aceh sendiri, kejadian ini seolah membawa mereka kembali ke masa lalu kelam yang penuh rasa trauma.
Kekacauan yang terjadi meninggalkan kerusakan parah di hampir seluruh wilayah. Akibat dari banjir besar yang terjadi ini, banyak sekali akses lalu lintas yang terputus, longsor, hingga listrik yang mendadak padam. Berita tentang daerah yang mengalami bencana pun mulai terdengar, membangkitkan rasa cemas yang tak kunjung menemukan obatnya. Anak yang jauh di perantauan mulai panik, khawatir dan bingung tentang apa yang harus mereka lakukan sekarang.
Panggilan telepon tidak bisa disambung, jaringan mulai bermasalah, bahan bakar yang tiba-tiba langka, hingga jembatan dan jalan sebagai penghubung dari satu daerah ke daerah lain terputus total. Semua terisolir, korban tidak bisa keluar dari daerahnya, dan orang lain pun tidak mampu masuk ke daerah tersebut.
Hari berganti hari keluarga yang menjadi korban banjir berhasil memberikan kabar kepada anak mereka setelah berjuang melewati berbagai macam halang rintang. Dengan sinyal seadanya, bahkan hanya mampu mengirimkan satu pesan saja berupa ucapan “kami selamat dan aman ya, nak”, sebelum akhirnya sinyal kembali menghalangi mereka untuk saling bertukar kabar. Kabar tersebut awalnya memberikan sedikit ketenangan dalam hati sang anak yang akhirnya mengetahui bahwa keluarganya baik-baik saja.
Namun ternyata, sampai hari ini keadaan masih belum membaik. Banyak daerah yang bahkan belum tersentuh bantuan sedikitpun, Aceh Tamiang, beberapa kecamatan di Aceh Tengah seperti Linge, Bintang dan banyak daerah pelosok lainnya.“Kami jalan kaki mencari bantuan, Pak. Dalam kondisi seperti ini, semua orang berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Untuk meminta air ke tetangga saja tidak diberikan. Padahal yang kami pikirkan hanya anak-anak kami. Bantuan ada, tapi tidak semua kebagian”, ungkap seorang ibu korban banjir dalam sebuah video wawancara yang beredar di media sosial.
Berita-berita yang terus menayangkan perihnya kehidupan para korban pasca banjir membuat hati sang anak tidak kuat untuk terus berdiam diri di tempat. Pun, dengan keluarganya, yang terisolir akibat akses jalan yang hancur. Para orang tua yang belum bisa kembali bekerja seperti biasanya justru kembali mengkhawatirkan sang anak yang jauh di perantauan. Bagaimana keadaannya di sana? Apakah sang anak makan dengan baik dan semua kebutuhannya tercukupi?
Jarak yang terbentang jauh itu seolah bukan apa-apa. Banyak dari para orang tua yang mulai berjalan kaki menapaki setiap jalan yang kiranya masih mampu mereka lalui untuk menjemput anak-anak mereka yang belum bisa pulang. Puluhan bahkan ribuan kilometer ditempuh berhari-hari dengan bekal seadanya hingga akhirnya mampu bertemu kembali. Karena ikatan batin yang selalu terhubung, sang anak juga melakukan hal yang sama.
Ia mulai berusaha mencari cara untuk pulang, entah bagaimanapun itu. Informasi sekecil apapun tidak luput dari pantauan mereka, jalan-jalan yang memungkinkan untuk dilewati terus dicoba dengan harapan mampu membawa mereka pulang kembali dalam dekapan hangat keluarga. Dalam keadaan seperti ini pulang bukan lagi sekedar perjalan fisik, melainkan panggilan hati yang sulit untuk diabaikan.
Banjir memang membawa banyak kerusakan dan kerugian. Namun sejatinya, banjir juga mengajarkan kita bahwa jarak tidak akan mampu memutus kasih sayang yang terjalin antara orang tua dan anaknya. Jarak yang kerap kali membuat seseorang menunda untuk pulang, justru tidak lagi menjadi penghalang saat rindu sudah tak mampu lagi dibendung. Pada akhirnya, di balik kisah pilu dari bencana besar yang terjadi ini, kita harus selalu ingat bahwa keluarga selalu menjadi yang terpenting. Karena keluarga adalah segalanya.

0 facebook:
Post a Comment