Oleh: Ustaz M. Kamal Akraman, S.Pd
Pengajar di Pondok Pesantren Imam Syafi'i, Sibreh
Jika kita menilik berita akhir-akhir ini, mata dan telinga kita seolah tak lagi asing dengan kabar musibah yang datang silih berganti. Mulai dari harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi, himpitan ekonomi, meningkatnya kriminalitas, hingga kerusakan ekosistem di darat dan lautan. Belum lagi munculnya berbagai penyakit yang merenggut nyawa dengan begitu cepat. Kematian terasa kian mendekat, dan bencana seolah mengantre menyapa kehidupan kita.
Sebagai orang beriman, rentetan peristiwa ini tidak boleh berlalu begitu saja tanpa makna. Jangan sampai hati kita membatu dan jiwa kita gagal menangkap hikmah. Kita harus memahami mengapa kesenangan dicabut dan mengapa kesulitan menimpa.
Iman dan Takwa yang Tergerus
Allah Swt memberikan kunci jawaban atas fenomena ini dalam firman-Nya: "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A’raf: 96)
Ayat ini secara gamblang menjelaskan kesempitan hidup dan penderitaan yang menimpa suatu negeri merupakan dampak nyata dari dosa-dosa penduduknya, terutama dosa syirik serta pengingkaran terhadap Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada yang terjadi secara kebetulan atau sia-sia. Allah adalah Al-Hakim (Maha Bijaksana); setiap takdir-Nya menyimpan pelajaran bagi mereka yang mau berpikir.
Ketika Alam Tak Lagi Nyaman
Manusia sering kali merasa besar dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya. Di hadapan amukan alam, manusia hanyalah makhluk kecil yang tak berdaya. Lautan yang luas, gunung yang kokoh, dan angin yang kencang adalah tentara Allah yang siap bergerak kapan saja.
Allah menegaskan penyebab kerusakan ini dalam surah Ar-Rum: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (QS. Ar-Rum: 41)
Bumi ini sejatinya diciptakan untuk dipenuhi kedamaian. Manusia ditempatkan sebagai khalifah untuk memakmurkan dan menjaganya. Keserakahan dan maksiat telah mengubah fungsi tersebut menjadi perusakan. Dampak dari kezaliman ini tidak hanya menimpa si pelaku dosa, tetapi juga menyentuh orang-orang saleh di sekitar mereka.
Istirahat bagi Mukmin
Ada sebuah sudut pandang menarik yang diajarkan Rasulullah saw mengenai dampak dosa terhadap keseimbangan alam. Beliau bersabda: "Seorang hamba yang Mukmin beristirahat dari kepayahan dan gangguan dunia menuju rahmat Allah. Sedangkan hamba yang fajir (jahat), maka banyak manusia, bumi, pepohonan, dan binatang, beristirahat darinya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan, pelaku dosa adalah beban bagi semesta. Ketika ia mati, pepohonan, binatang, dan bumi seolah bernapas lega karena terbebas dari dampak buruk kemaksiatannya. Bagi seorang mukmin, kematian itu pintu istirahat dari lelahnya ujian dunia menuju luasnya surga.
Memutus Rantai Kesialan
Sering kali kita menganggap remeh dosa kecil yang dilakukan terus-menerus hingga menggunung. Setiap maksiat yang dilakukan di atas bumi adalah bentuk perusakan terhadap bumi itu sendiri. Keseimbangan alam hanya bisa dijaga dengan ketaatan kepada Sang Pencipta.
Jika saat ini kita merasa "kesialan" atau ujian datang bertubi-tubi, mari tundukkan kepala dan dalami apa sumber masalahnya. Temukan akar masalahnya agar kita bisa memutus alur nestapa tersebut.
Karena itu, mari kita tingkatkan ketakwaan, tinggalkan kesyirikan, dan jauhi segala bentuk kezaliman. Jagalah diri dan keluarga kita dari api neraka. Hanya dengan kembali ke jalan Allah, bumi akan kembali tenang, dan keberkahan yang sempat tertahan akan kembali dicurahkan dari langit dan bumi.

0 facebook:
Post a Comment