Oleh: Nayla Syifana Arisni – Mahasiswi Pendidikan Fisika, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Ar-Raniry Banda Aceh


lamurionline.com -- Tekanan untuk meraih kesuksesan di usia muda sejatinya bukan lagi fenomena yang baru untuk diperbincangkan sekarang ini. Anggapan bahwa seseorang harus “menjadi sesuatu” sebelum usia tertentu telah lama hidup di tengah masyarakat. Hanya saja, di era digital, tekanan tersebut hadir lebih dekat dan intens. Terlebih generasi muda sekarang adalah para Generasi Z yang acap kali tidak mau tertinggal dalam persaingan sosial. Bagi perempuan muda, usia 25 tidak lagi sekadar angka, melainkan batasan maksimal keberhasilan yang harus mereka capai.

Di tengah maraknya konten media sosial yang saling berlomba-lomba memperlihatkan keberhasilan dan pencapaian mereka, menjadi tekanan tersendiri bagi mereka yang belum atau sedang mengusahakan kesuksesan tersebut. Konten motivasi yang berseliweran di media sosial kian membebani dengan pernyataan yang menyatakan bahwa mereka akan mengusahakan apapun sebelum usia 25 tahun itu. Ungkapan-ungkapan ini perlahan seakan menjadi sebuah keharusan dan batas ideal kesuksesan seseorang. Sehingga banyak sekali cibiran yang terdengar jika seseorang, terutama perempuan muda belum meraih apapun di usianya yang sudah menginjak 25 tahun ke atas.

Media sosial menciptakan ilusi bahwa kesuksesan harus datang lebih cepat, padahal setiap orang memiliki proses yang berbeda-beda. Contoh gampangnya saja, di sosial media kita melihat bahwa banyak orang-orang seusia kita yang telah melaksanakan wisuda, memperoleh jabatan lebih tinggi padahal baru beberapa bulan bekerja, dan bisnis yang sukses tanpa kegagalan sama sekali. Namun, kenyataan yang terjadi tidaklah demikian. Media sosial cenderung menampilkan hasil akhirnya saja tanpa memperlihatkan bagaimana serangkaian proses yang harus mereka lalui untuk mencapai titik kesuksesan itu.

Konten tentang kesuksesan di usia muda perlahan membentuk standar keberhasilan yang seragam dan tidak selalu sesuai dengan realitas kehidupan banyak orang. Konten tersebut seakan menyatakan bahwa semua orang harus setara dan harus sukses di waktu yang sama. Namun saat kesuksesan tersebut diusahakan, mungkin langkah awal boleh sama tetapi siapa yang akan menuju garis finish lebih dulu tentu tidak akan selalu berakhir seri alias berhasil bersama-sama. Ketika seseorang melihat orang lain sudah mencapai garis finish, sedangkan dia masih harus melewati setengah perjalanan lagi, kebanyakan dari perempuan muda mulai iri. Mereka mulai membandingkan pencapaian yang dimilikinya dengan orang lain tanpa mempertimbangkan perbedaan konteks dan kesempatan.

            Tekanan yang dimiliki perempuan muda tidaklah hanya sebatas pada batas kesuksesan tersebut. Perempuan dituntut untuk sukses di dunia karier namun kehidupan pribadi harus pula diseimbangkan. Tekanan ini semakin berat lantaran sudah lumrahnya kita mendengar bahwa, jika seorang perempuan hanya fokus pada kariernya maka ia dikatakan egois dan jika sudah sukses namun belum menikah padahal sudah berusia 25 tahun ke atas maka dianggap gagal, dan jika seorang perempuan memilih untuk menikah muda saja maka dianggap menyia-nyiakan pendidikan yang telah ditempunya.

Berdasarkan beberapa kajian dan penelitian menjelaskan bahwa peran perempuan kini tidak lagi terbatas pada urusan rumah tangga. Perkembangan zaman dan perjuangan emansipasi membuka ruang bagi perempuan untuk ikut terlibat menjadi bagian dari dunia kerja dan berbagai bidang lainnya. Perubahan tersebut membuat perempuan harus menjalani peran ganda dimana ia harus menjalankan karier dan pekerjaan rumah dengan seimbang. Tidak jarang kedua peran tersebut memerlukan perhatian lebih dan tanggung jawab yang besar.

Akibat dari sulitnya mengemban dua peran sekaligus, timbul pula pandangan banyak orang yang berpendapat bahwa itulah akibat mengapa diharuskannya perempuan cukup di rumah saja dan mengurus keluarga. Sehingga peran ganda kembali dianggap sebagai pilihan yang dipaksakan. Padahal, nyatanya bagi banyak perempuan bekerja di luar rumah bukan semata soal ambisi. Tetapi membantu kebutuhan ekonomi sekaligus bentuk pemenuhan hak untuk berkembang.

Ahli psikologi memandang peran ganda seorang perempuan merupakan suatu realitas yang rumit. Peran ini membawa tantangan tetapi juga peluang bagi seorang perempuan. Terutama dalam kaitannya dengan kesehatan mental, pengelolaan stres dan pentingnya dukungan lingkungan sekitar. Kembali pada tekanan yang dihadapi seorang perempuan terhadap batas maksimal usia untuk meraih kesuksesan, tekanan membuat banyak perempuan mudah lelah secara mental. Akibat ketertinggalan mereka yang belum “menjadi sesuatu” di usia yang sudah menginjak 25 tahun, mereka terus merasa cemas, overthinking, dan berakhir takut mencoba hal baru karena takut gagal dan terus merasa tertinggal.

Tidak semua orang memiliki peluang, akses serta dukungan yang setara dari orang di sekitarnya. Hal ini menjadi penyebab mengapa keberhasilan yang diraih oleh seseorang itu memiliki jangka waktu yang berbeda-beda. Justru banyak orang yang baru menemukan tujuan dari hidupnya setelah melewati usia 25 tahun seiring dengan banyaknya pengalaman yang telah mereka dapatkan. Julia Child yang dijuluki “ikon kuliner” yang sukses di usia 50-an kala itu, Najwa Shihab yang awal mulanya dikenal sebagai jurnalis sejak muda kemudian meraih popularitasnya di usia 32 tahun saat menjalankan program bincang-bincang “Mata Najwa”, Tri Rismaharini menjadi Wali Kota Surabaya di usia beliau yang ke 49 tahun dan masih banyak lagi perempuan-perempuan lain yang sukses di usia mereka yang tidak lagi di bawah 25 tahun.

Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim, menyatakan bahwa

Dari Abdullah bin Amr bin Al-‘Ash radhiyallahu an “Sesungguhnya Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi” (HR. Muslim)

Dari hadist di atas kita dapat mengetahui bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia maupun akhirat semua telah ditetapkan oleh Allah SWT begitupun dengan waktu keberhasilan yang akan diraih oleh seseorang. Allah telah menentukan semua takdir hamba-Nya jauh sebelum langit dan bumi diciptakan. Oleh karena itu, kita harus yakin bahwa ada suatu waktu dimana kita akan berada di titik yang sangat membahagiakan itu. Titik dimana segala suka dan duka yang dilalui sebelumnya terbayarkan. Sehingga kita bisa mengambil pelajaran bahwa setiap orang memiliki waktu dan jalannya sendiri dalam meraih kesuksesan. Tidak semua harus terjadi di usia muda, dan proses hidup setiap individu memiliki maknanya masing-masing


SHARE :

0 facebook:

 
Top