Cerpen
![]() |
| Foto : Ilustrasi |
Karya: Hamdani Mulya
Bu Cut Aminah berdiri di depan rumahnya, matanya merah membengkak menahan air mata. Sungai Krueng Pase yang biasanya tenang, telah berubah menjadi hewan ganas yang meluap dan menyeret semua yang ada di depannya. Rumahnya, yang terletak di tepi sungai, tidak luput dari terjangan banjir. Dinding-dinding rumah retak, perabotan rumah hancur, dan lumpur hitam menutupi setiap sudut rumah.
Bu Cut Aminah merasa hancur. Ia telah mengajar di sebuah SMA Lhokseumawe selama lebih dari 20 tahun, dan rumah ini adalah impian yang telah ia wujudkan dengan susah payah. Suaminya, Cut Bang Ampon, selalu mendukungnya, dan bersama-sama mereka membangun rumah ini dengan cinta.
Setiap hari, Bu Cut Aminah harus pulang pergi dari kampungnya Geudong Pase menuju ke Lhokseumawe untuk mengajar. Ia tidak pernah mengeluh, karena ia tahu bahwa ia memiliki tujuan yang mulia, yaitu mendidik anak-anak Aceh.
Bu Cut Aminah memiliki prinsip bahwa "Guru adalah cahaya di tengah kegelapan."
Tapi kini, semua itu telah berubah. Bu Cut Aminah merasa seperti kehilangan segalanya. Ia tidak tahu bagaimana akan memulai lagi, bagaimana akan membersihkan rumahnya, dan bagaimana akan menghadapi anak-anak didiknya di sekolah.
Saat banjir, akses jalan keluar dari rumahnya terisolasi. Jaringan listrik dan internet mati total. Bu Cut Aminah merasa seperti terperangkap. Ia tidak bisa menghubungi siapa-siapa, tidak bisa meminta bantuan. Ia juga harus menahan lapar karena kehabisan makanan pokok di rumahnya.
Cut Bang Ampon muncul dari surau tempat ia mengungsi, wajahnya lelah tapi masih tersenyum. "Aminah, kita akan mulai lagi dari awal," katanya, memeluk istrinya.
Bu Cut Aminah menangis di pelukan suaminya, merasa bersyukur masih memiliki orang yang dicintainya. Sementara beberapa warga ada sanak kerabat yang meninggal dunia, karena terseret arus banjir. Bu Cut Aminah dan suaminya akan memulai lagi, membersihkan rumah, dan melanjutkan hidup dengan harapan baru.
Keesokan harinya, para teman guru seperti Pak Hasan, Pak Ismail, dan Pak Ahmad, beserta siswanya seperti Mahdi, Saiful, dan Fitri datang ke rumahnya, membawa peralatan membersihkan rumah Bu Cut Aminah. Mereka bekerja keras membersihkan rumah, mengangkat lumpur, dan memperbaiki kerusakan.
"Bu, kami ada di sini untuk Ibu," kata Mahdi, sambil membersihkan lumpur di ruang tamu.
Bu Cut Aminah tersenyum, merasa bersyukur memiliki orang-orang yang peduli dengan dirinya. Ia merasa seperti memiliki keluarga besar yang selalu mendukungnya.
Selain itu, Bu Cut Aminah juga mendapat bantuan sembako dari warga sekitar dan organisasi kemanusiaan. Mereka membawa beras, minyak, dan bahan makanan lainnya, serta pakaian dan selimut.
Dengan bantuan semua orang, rumah Bu Cut Aminah mulai terlihat seperti semula. Dinding-dinding yang retak telah diperbaiki, perabotan rumah telah diganti, dan lumpur hitam telah diangkat.
Bu Cut Aminah berdiri di depan rumahnya, kali ini dengan senyum lebar. "Terima kasih, Allah," katanya, sujud syukur. "Terima kasih, teman-teman, dan siswa-siswi yang telah membantu saya."
Cut Bang Ampon memeluknya, "Kita akan selalu bersama, Aminah. Dan kita akan selalu kuat."
Bu Cut Aminah merasa bahagia, merasa memiliki keluarga besar yang selalu mendukungnya. Ia tahu bahwa ia tidak sendirian, dan bahwa ia akan selalu memiliki orang-orang yang peduli dengan dirinya.
Dan dengan itu, Bu Cut Aminah kembali ke sekolah, dengan hati yang lebih kuat, dan semangat yang lebih besar, untuk mengajar anak-anak didiknya, dan untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Lhokseumawe, 13 Desember 2005
Puisinya juga terkumpul bersama penyair Indonesia dalam buku antologi puisi Dalam Beku Waktu (2003), Paru Dunia (2016), Yogja dalam Nafasku (2016), Aceh 5:03 6,4 SR (FAM 2017), dan Gempa Pidie Jaya (2017). Selain menulis puisi dan cerpen Hamdani juga menulis artikel pendidikan, sejarah, dan esai bertema lingkungan.
Hamdani Mulya telah berhasil menulis beberapa buku diantaranya berjudul Jejak Dakwah Sultan Malikussaleh dan Wajah Aceh dalam Puisi yang diterbitkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh tahun 2020.

0 facebook:
Post a Comment