Lamurionline.comGempuran pangan jajanan anak sekolah (PJAS) berbahaya tidak kunjung bisa teratasi. Saat ini diperkirakan 30 juta anak sekolah dikepung PJAS jahat karena mengandung formalin, boraks, serta zat pewarna beracun seperti rhodamin B dan methanyl yellow.

Zat-zat kimia tadi masuk kategori berbahaya karena jika dikonsumsi dalam jangka panjang bisa memicu kanker. Sampai saat ini, upaya perlindungan anak-anak sekolah dari jajanan berbahaya itu terus dijalankan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Kepala BPOM Lucky S. Slamet menuturkan, pihaknya menetapkan penanganan jajanan anak sekolah masuk dalam agenda Gerakan Nasional Menuju PJAS yang aman, bermutu, dan bergizi. ”Gerakan nasional ini diluncurkan oleh Wakil Presiden Boediono awal 2011 lalu,” katanya, dilansir Riau Pos, Senin (10/12/2012).

Lucky mengatakan, secara umum keberadaan jajanan berbahaya sudah bisa ditekan dari tahun ke tahun. Tetapi semua jajanan anak-anak sekolah masih belum terbebas dari zat kimia berbahaya. Sampai pertengahan tahun ini, BPOM melansir, 76 persen sampel PJAS yang mereka teliti sudah masuk kategori aman.

"Jadi tinggal 24 persen sampel PJAS yang masih mengandung zat berbahaya," katanya.

Dia mengatakan penanganan PJAS berbahaya ini tidak bisa dilakukan oleh BPOM saja. Tetapi juga membutuhkan kerjasama dengan komunitas sekolah, mulai dari kepala sekolah, guru, wali siswa, para siswa, hingga masyarakat pedagang jajanan sekolah.

Sejak gencar memberantas PJAS berbahaya, BPOM melansir data perkembangan yang lumayan menanjak. Dimulai pada kurun 2008 hingga 2010 lalu, sampel PJAS yang aman dari zat berbahaya sekitar 60 persen. Kemudian pada 2011 meningkat menjadi sekitar 65 persen. "Upaya ini terus kita genjot," kata dia.

Lucky mengatakan, BPOM memiliki sejumlah tantangan besar dalam mengamankan kesehatan anak-anak sekolah dari PJAS berbahaya, di antaranya minimnya kantin sekolah yang masuk kriteria sehat. BPOM memasang target dari jumlah sekolah yang mencapai 180 ribu, sepuluh persen di antaranya memiliki kantin sehat.

Tantangan berikutnya adalah bagaimana penyuluh BPOM menghadapi pedagangan jajanan sekolah yang nakal. "Petugas kami sering kucing-kucingan, mirip sekali Tom and Jerry. Terutama di Jakarta," katanya. Setiap melihat mobil penyuluh BPOM, para pedagang langsung kabur. Setelah mobil meninggalkan sekolah, mereka balik kucing.

Lucky mengatakan, karakter pedangan PJAS di kawasan Jakarta cukup khas. Selain tetap nakal dan bandel menjual jajanan tidak sehat, mereka juga kerap berpindah-pindah. Berbeda sekali dengan karakter pedagang jajanan sekolah di Jogjakarta yang nurut dan cenderung menetap.

Dengan penanganan yang tidak gampang, Lucky memasang target pada akhir tahun ini mereka bisa menyelamatkan 1,3 juta anak sekolah dari PJAS berbahaya. Dia mengakui target itu tidak sebanding dengan jumlah anak sekolah yang mencapai 30 juta siswa.

Namun Lucky mengatakan 1,3 juta anak sekolah yang berhasil mereka amankan itu bisa berperan sebagai agent of change. Mereka diharapkan bisa menulari teman-temannya untuk menghindari membeli jajanan berbahaya di luar sekolah.

"Intinya jika demand-nya (jumlah siswa yang membeli, red) turun, jajanan berbahaya akan hilang sendiri," pungkasnya.* Sumber : Hidayatullah.com
SHARE :
 
Top