Model Pendidikan Alternatif di Indonesia (4) 
Model-Model Pendidikan Alternatif Swasta Ada banyak sekali jenis pendidikan alternatif swasta yang berkembang di Indonesia dewasa ini, seperti Lembaga- Lembaga Kursus untuk bahasa asing khususnya Bahasa Inggris, Bahasa Arab, dan Bahasa Mandarin, sampai Lembaga- Lembaga Pembelajaran Masyarakat yang mendedikasikan dirinya untuk pendidikan masyarakat kelas menengah ke bawah, dan sebagainya. Kemudian perlahan namun pasti, beberapa pendidikan ala Barat juga mulai merasuki sistim pendidikan alternatif k i t a , k h u s u s n y a s e k o l a h r u m a h (homeschooling), dan sebagainya (Kompas, 2007). B e b e r a p a i n s t a n s i a d a y a n g menggabungkan sistim pendidikan sekolah reguler dengan pendidikan alternatif, seperti Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Aghniya Ilman di Pagedangan. S e k o l a h i n i m e n e r a p k a n k o n s e p penggunaan yang baik akan ruang belajar. Wiratno (2007) berkata: “Ruang belajar bukanlah sangkar burung yang hanya membuat anak jinak dan manis sebagai penyenang hati orang dewasa. Bukan pula menjadi kebanggaan ketika melihat murid begitu mudah diatur laksana robot yang sudah terprogram. Sesungguhnya ruang belajar yang tepat akan membantu anak menemukan pengalaman sebagai sebuah pembelajaran yang bisa dipahaminya” (h. 54) 

Beberapa institusi pendidikan lain mengabdikan dirinya untuk melayani masyarakat awam, seperti Pendidikan Masyarakat Ciliwung untuk masyarakat kota yang miskin di Jakarta. Kegiatankegiatan utama program pendidikan ini adalah untuk meningkatkan pendidikan budaya, ekonomi mandiri, dan solidaritas sosial yang berpegang pada beberapa prinsip dasar sebagai berikut: Hidup adalah rahmat, alam adalah sahabatku, setiap tempat adalah sekolah, setiap orang adalah guru, pakai kacamata anak, bukan kacamata orang tua!, aku ingin tahu, aku penasaran!, aku anak merdeka!, ayo mandiri dan kreatif! Siapa takut pada keterbatasan?, aku punya harga diri, aku punya has asasi!, bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh!, warung tegal bukan supermarket, dan sungguh mati, aku cinta Indonesia! (Sumardi, 2005, h. 2) Untuk model pendidikan alternatif swasta, disini Penulis akan mengangkat secara ringkas 3 contoh dari Sekolah Dasar Kanisius Eksperimental (SDKE) Mangunan, Sekolah Menengah Pertama Alternatif Qaryah Thayyibah (SMP-QT), dan Kandank Jurank (Sekolah Alam) yang mewakili tingkat sekolah dasar, menengah, dan juga sekolah alam yang sudah dipraktikkan di Indonesia S e k o l a h D a s a r K a n i s i u s Eksperimental (SDKE) Mangunan Sekolah Dasar Kanisius Eksperimental (SDKE) Mangunan adalah sebuah sekolah dasar untuk pelajar miskin yang diprakarsai oleh Romo Mangun. Beliau meyakini bahwa isu utama pendidikan untuk anak-anak miskin adalah “ilmu untuk kehidupan”. Oleh karena itu, ada dua tujuan utama SDKE Mangunan, yaitu: (1) kemampuan berkomunikasi melalui penguasaan berbahasa, dan (2) mengembangkan jiwa kreatif, eksploratif, dan integral pada anak (Pradipto, 2007). Sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang pertama sekali menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) pada t a h u n 2 0 0 0 . S D K E M a n g u n a n mengkombinasikan 30% Kurikulum Nasional dan 70% Kurikulum SDKE Mangunan yang terdiri dari lima kursus spesifik, yaitu: Kotak Pertanyaan, Membaca Buku Bagus, Majalah Meja, Komunikasi Iman, dan Musik Pendidikan. Untuk Kotak Pertanyaan, setiap siswa diharuskan menulis dan memberikan satu pertanyaan setiap hari Sabtu untuk dijawab secara bersama-sama. Membaca Buku Bagus juga dilaksanakan setiap hari Sabtu. 

Pada kesempatan ini guru diharuskan membaca sebuah buku dengan cara yang kreatif dan menarik selama waktu bercerita (storytelling). Adapun Majalah Meja adalah koleksi artikel-artikel dari surat kabar dan majalah yang dipotong dan ditempelkan di meja. Isi artikel tersebut diganti setiap minggunya. Selanjutnya Komunikasi Iman merupakan pengganti dari pelajaran-pelajaran agama. Menurut Romo Mangun, pengalaman s e h a r i - h a r i s e o r a n g a n a k l e b i h dipentingkan untuk memahami konsep Tuhan. Sementara dalam konsep Musik Pendidikan, yang paling diutamakan adalah para siswa menemukan kesenangan dan kegembiraan melalui eksplorasi musik (Pradipto, 2007). Bibliography: Kompas. (2007). Home-schooling: Rumah kelasku, dunia sekolahku. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Pradipto, Y. D. (2007). Belajar sejati vs. kurikulum nasional: Kontestasi kekuasaan dalam pendidikan dasar. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Sumardi, I. S. (2005). Melawan stigma melalui pendidikan alternatif. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Wiratno, T. A. (2007). Sekolahku rumahku. Jakarta: Kepustakaan Majelis Budaya Rakyat. 

Sinyeu (November 21, 2012/9:39 a.m.)
SHARE :
 
Top