Abu Muhammad (fiktif) termasuk orang yang sangat tradisional dalam memahami jiwa remaja. Dia melihat remaja hanya dari perspektif pengalamannya sebagai da'i. Bahkan kadang kala dia agak otoriter. Dia memposisikan dan “memaksa” remaja berada dalam lingkungan ketaatan dan menuntut ilmu-ilmu Islam. “Remaja kita adalah kader pembela Islam,” kata dia dalam obrolan di serambi masjid, suatu sore. “Kita tak bisa mengistimewakan dan terlalu mendengar remaja,” tegas Abu Muhammad. Menurutnya, kita justru harus menasihati remaja supaya kehidupannya terencana, terarah dan tak menyia-nyiakan waktu. 

Remaja adalah anak-anak kita yang masih labil dan terbatas pengalaman, karena itu sejatinya kita bimbing supaya menjadi pribadi muslim yang sempurna. Lalu, bukankah kita juga harus memberi ruang remaja berekspresi dan berpendapat? “Saya sepakat,” k a t a n y a . A b u M u h a m m a d menambahkan, ekspresi dan pendapat remaja yang kita dengar harus tetap dalam kerangka aqidah islamiah. Bukan dalam konteks kebebasan tanpa batas. Bukan memberi ruang remaja bebas mengikuti perkembangan zaman tanpa kendali nilai dan moral. Saya menyampaikan kepada Abu Muhammad, bahwa dalam masyarakat banyak orang tua gagal berkomunikasi dengan remaja. Orang tua kikuk menempakan remaja sebagai anak yang mulai mandiri, cenderung “membandel” dan suka protes. Remaja tak patuh lagi pada orang tua seperti halnya pada usia anak-anak. “Itu kelemahan orang tua, bukan pada remajanya,” respon Abu Muhammad. 

Karena itu, Abu Muhammad memandang perlu orang tua diberikan pembekalan pendidikan anak. Orang tua harus memahami, bahwa pendidikan anak dimulai sejak dalam kandungan, masa kanak-kanak hingga dewa. Bukan tiba-tiba pada masa r e m a j a b a r u k e m u d i a n mengintensifkan pendidikan dan pembinaan. Orang tua tak boleh gagal dalam meletakkan dasar pendidikan anak pada usia 0 hinga 4 tahun, sebab dampaknya berkelanjutan hingga usia remaja dan seterusnya. Orang tua, da'i dan masyarakat memang seringkali mempersepsikan remaja menurut pandangan mereka, tanpa memperhatikan lebih dalam psikologi remaja. 

Sebagai pribadi yang mulai mandiri, remaja patut didengar pendapat mereka dan menciptakan suasana dialogis dalam keluarga. “Saya setuju orang tua mendengar pendapat anak, tapi hati-hati, yang lebih menentukan adalah pandangan orang tua yang islami,” kata Abu Muhammad. Akhirnya, Abu Muhammad sepakat supaya kita lebih banyak mendengar remaja. Tidak membiarkan mereka curhat kemana-mana. Remaja membutuhkan orang tua yang peduli, perhatian dan bersedia mendengar pendapat bahkan “protes” anaknya. Remaja suka terhadap orang tua yang mampu menjadi pendengar yang efektif. Remaja juga mengharapkan masyarakat memperhatikan aspirasi mereka.
SHARE :
 
Top