Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA

Pembakaran bendera tauhid baru-baru ini oleh para anggota Barisan Ansor Serba Guna Nahdatul Ulama (Banser NU) di Garut pada hari Senin (22/10/2018) bertepatan acara peringatan Hari Santri Nasional menuai kritikan dan kecaman keras dari umat Islam seluruh Indonesia (termasuk kalangan NU sendiri dari kelompok NU garis lurus dan NU kultural), bahkan dunia Islam. Aksi ini dianggap telah melecehkan kalimat dan bendera tauhid sehingga melukai hati seluruh umat Islam di Indonesia, bahkan dunia. Umat Islam bersatu mengadakan Aksi Bela Tauhid di Jakarta dan berbagai daerah di Indonesia. Mereka mengecam pembakaran bendera tauhid dan menuntut agar para pelakunya dihukum dengan seberat-beratnya. Bahkan, mereka mendesak agar Banser dan GP Ansor dibubarkan. Selain itu, menuntut GP Ansor dan  PBNU meminta maaf kepada umat Islam atas pembelaan mereka.

Puncaknya, Aksi Bela Tauhid 212 pada hari Ahad 2 Desember 2018 baru-baru ini di Monas, Jakarta yang diadakan bersamaan dengan acara reuni mujahid Aksi Bela Islam 212 tahun 2016. Aksi Bela Tauhid 212 ini bertujuan untuk membela bendera tauhid yang telah dilecehkan oleh Banser NU. Dalam aksi ini, umat Islam dari berbagai elemen dan ormas Islam bersatu membela tauhid dengan mengibarkan jutaan bendera tauhid dan memakai atribut tauhid. Diperkirakan oleh banyak pihak, peserta Aksi Bela Tauhid 212 ini mencapai sepuluh juta orang. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan jumlah Aksi Bela Islam 212 pada tahun 2016 lalu ketika umat Islam menuntut ahok untuk dihukum atas kasus pelecehan terhadap Al-Quran (surat Al-Maidah ayat 51) yang dihadiri sekitar tujuh juta orang. Aksi Bela Islam 212 dan Aksi Bela Tauhid 212 yang super damai ini sangat spektakuler dan mencapai rekor dunia. Tidak ada seorangpun dan organisasi atau partai apapun di Indonesia, bahkan dunia, yang mampu mendatangkan jumlah manusia sebesar itu dengan satu tujuan, melainkan panggilan Allah Swt. Hanya Allah Swt yang mampu menggerakkannya.

Tulisan ini bertujuan untuk mengkritisi pembakaran bendera tauhid yang dilakukan oleh Banser NU dan pembelaan yang dilakukan oleh GP Ansor dan PBNU serta orang-orang yang sepaham dengan mereka, dalam rangka melaksanakan kewajiban nahi munkar dan nasehat dalam kebenaran. Selain itu, untuk menjelaskan dan meluruskan penyimpangan mereka terhadap syariat serta mengingatkan mereka untuk kembali kepada ajaran Islam.\

Mengkritik Banser NU dan Pembelanya
Menurut penulis, pembakaran bendera yang bertuliskan kalimat laa ilaaha illa Allah Muhammad Rasulullah yang dilakukan Banser NU merupakan penodaan terhadap agama Islam. Perbuatan ini telah melecehkan kalimat tauhid dan bendera tauhid. Ini berarti penghinaan terhadap Allah Swt dan Rasul-Nya Saw. Perbuatan ini merupakan penodaan terhadap agama Islam. Maka, tindakan Banser ini telah melanggar hukum di Indonesia yang dapat dikenakan sanksi pidana seperti yang diatur dalam pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. Pelakunya harus dihukum dengan aturan pasal penodaan agama ini.

Selain itu, perbuatan Banser juga melanggar hukum Islam yang mengharamkan perbuatan menghina simbol dan ajaran Islam. Dalam hukum Islam, perbuatan penodaan Islam hukumnya haram (dosa besar) dan mengakibatkan pelakunya murtad (keluar dari Islam) berdasarkan kesepakatan (ijma’) para ulama. Hukuman bagi orang murtad di dunia adalah diceraikan dari istrinya dan tidak bisa menerima warisan serta tidak boleh dikuburkan di pekuburan kaum muslimin. Selain itu, hukuman bagi orang murtad adalah dibunuh. Hukuman ini dilakukan oleh pemimpin atau hakim jika pelakunya tidak bertaubat. Adapun hukuman di akhirat nanti akan diazab di dalam neraka.

Parahnya lagi, perbuatan Banser yang melanggar syariat dan melukai hati umat Islam tersebut justru mendapat pembelaan dari ketua umum GP Ansor NU Yaqut Cholil Qaumas (www.detik.com, 22/11/2018) dan ketua umum PBNU Prof. Dr. Said Agil Siraj (www.detik.com, 23/11/2018) dan orang-orang yang sepaham dengan mereka. Mereka berdalih bahwa bendera yang dibakar adalah bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), bukan bendera tauhid. Dengan dalih bendera HTI ini, mereka membolehkan membakar kalimat dan bendera tauhid. Mereka juga beralasan untuk menyelamatkan kalimat tauhid, agar tidak diinjak. Selain itu, perbuatan Banser dianggap sebagai tindakan spontanitas karena emosi saja. Dengan kata lain, tidak sengaja dilakukan dan tidak ada niat jahat. Oleh karena itu, menurut mereka, perbuatan Banser tidak melanggar hukum dan bukan penodaan agama.

Alasan tersebut tidak bisa diterima secara agama dan akal sehat, terkesan menutupi kesalahan Banser dan membohongi publik. Faktanya, bendera yang dibakar itu bukan bendera HTI, namun bendera tauhid seperti yang kita saksikan di video yang beredar luas dan ditegaskan oleh MUI dan pihak HTI serta umat Islam seluruh Indonesia. Meskipun bendera HTI, tetap saja tidak bisa dibenarkan perilaku membakar bendera tersebut. Karena, bendera HTI juga bertuliskan kalimat tauhid yang wajib dihormati dan dimuliakan. Perbuatan mereka tersebut sama saja melecehkan kalimat Tauhid. Mengenai syubhat-syubhat yang dikemukakan oleh PBNU dan GP Ansor diatas, penulis telah membantahnya secara khusus dan panjang lebar dalam artikel yang berjudul “Pembakaran Bendera Tauhid, Penodaan Agama!” yang dimuat oleh media online lamurionline.com (28/11/218).

Sepatutnya PBNU dan GP Ansor sebagai induk Banser memberikan teguran keras dan sanksi tegas atas perilaku mereka. Bukan malah mendukung dan membenarkannya. Pembelaan  itu justru menambah luka dan sakit hati umat Islam. Aksi pembakaran bendera tauhid ini telah memalukan dan memperburuk citra NU sendiri sebagai organisasi induk Banser dan GP Ansor. Bahkan memalukan dan mencoreng nama baik bangsa Indonesia sebagai negara muslim terbanyak di dunia. Tindakan Banser NU ini mencerminkan sikap radikal dan amoral yang dapat merusak ukhuwwah Islamiah dan perdamaian bangsa. Parahnya lagi, aksi penistaan agama ini terjadi pada saat acara peringatan Hari Santri Nasional 2018. Tentu saja perbuatan ini juga mencoreng Hari Santri Nasional yang sedang diperingati pada hari itu secara nasional, khususnya di Garut.

Bendera tauhid merupakan simbol Islam dan bendera Rasul Saw. Bendera ini milik umat Islam, bukan HTI. Bendera ini dipakai oleh Rasulullah saw dalam segala kondisi, baik dalam waktu damai maupun perang. Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Rayah (panji) Rasul Saw berwarna hitam, sedangkan liwa’nya (benderanya) berwarna putih” (HR. At-Tirmizi, Ibnu Majah, Ath-Tabrani, dan Hakim). Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan At-Tirmizi, melalui jalur Ibnu Abbas meriwayatkan: “Rasulullah telah menyerahkan kepada Ali sebuah liwa’ (bendera) yang berwarna putih, yang ukurannya sehasta. Pada liwa’ (bendera) dan rayah (panji) terdapat tulisan laa ilaaha illa Allah, Muhammad Rasulullah. Pada liwa’ yang berwarna dasar putih, tulisan itu berwarna hitam. Sedangkan pada rayah yang berwarna dasar hitam, tulisannya berwarna putih.” (HR. Ahmad dan At-Tirmizi)

Pembakaran bendera tauhid bertentangan dengan iman dan tauhid. Iman dan tauhid menuntut seseorang untuk memuliakan dan menjaga kalimat tauhid. Selain itu, iman dan tauhid mencegahnya melakukan perbuatan maksiat ini karena takut kepada Allah Swt. Oleh karena itu, seorang yang beriman dan bertauhid pasti memuliakan dan menjaga kalimat tauhid. Bahkan dia pasti terpanggil untuk membela kalimat tauhid ketika dilecehkan.

Kalimat tauhid merupakan syarat seseorang masuk Islam. Dengan kalimat tauhid inilah seseorang dijamin masuk surga. Kalimat tauhid ini pula yang menyelamatkannya dari api neraka. Maka, bagaimana mungkin seorang muslim berani membakar bendera yang bertuliskan kalimat tauhid? Sepatutnya seorang muslim wajib memuliakan bendera tauhid. Inilah bukti iman dan tauhid seseorang. Bila tidak, berarti dia tidak beriman dan bertauhid.

Merujuk kepada sirah Rasul Saw, penodaan agama Islam pada masa itu hanya dilakukan oleh orang-orang kafir musyrik, yahudi dan munafik saja. Terhadap orang yang menghina dirinya, Rasul saw masih bisa memaafkannya. Namun beliau tidak bisa memaafkan orang yang melecehkan Allah Swt dan agama-Nya. Beliau bersikap tegas terhadap pelaku penodaan agama Islam dengan hukuman bunuh atau perang.

Tidak mengherankan bila pelaku penodaan agama Islam dilakukan oleh orang-orang kafir dan munafik, karena mereka tidak beriman kepada Allah Swt dan Rasul-Nya, sehingga tidak takut kepada Allah Swt. Justru yang mengherankan bila para pelaku penodaa agama dan pendukungnya mengaku dirinya muslim, namun perbuatan mereka bertentangan dengan Islam, bahkan perbuatan kufur. Sikap mereka sama seperti orang-orang munafik.

Pembakaran bendera yang diklaim sebagai bendera HTI oleh Banser, GP Ansor dan PBNU menunjukkan sikap permusuhan mereka terhadap HTI. Hal ini terlihat dari perbuatan mereka membakar bendera tauhid yang dianggap bendera HTI dan cara mereka membakarnya dengan mempertontonkan dihadapan orang ramai di tempat terbuka (lapangan) dan dengan sorakan bangga dan gembira. Tampak sekali sikap kebencian dan permusuhan yang mereka pertontonkan. Tentu saja sikap ini bertentangan dengan ajaran Islam. Rasul saw bersabda: “Dan janganlah kalian saling dengki, jangan saling membenci dan jangan saling membelakangi. Dan jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara” (HR. Muslim). Dalam riwayat yang lain: “Janganlah kalian saling memboikot, jangan saling membelakangi, dan jangan saling dengki. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim)

Sikap Banser dan pendukung mereka dari GP ansor, PBNU dan lainnya telah melukai dan menyakiti hati dan perasaan umat Islam. Perbuatan mereka ini bertentangan dengan ajaran Islam yang melarang seorang muslim menyakiti dan menzhalimi saudaranya muslim. Allah Swt berfirman: “Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58). Rasul saw bersabda: “Seorang muslim itu bersaudara dengan muslim yang lainnya, maka tidak boleh menzhaliminya, tidak boleh membiarkannya teraniaya dan tidak boleh menghinanya” (HR. Muslim).

Selain itu, mereka telah merusak ukhuwwah Islamiah yang diperintahkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya. Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya Orang-orang yang beriman itu bersaudara.” (Al-Hujurat: 10). Rasulullah saw bersabda: “Seorang muslim itu bersaudara dengan muslim yang lainnya”. (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu sesama muslim wajib saling mencintai dan mengasihi. Rasulullah saw bersabda: Tidak beriman (dengan sempurna) salah seorang di antara kamu sebelum ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim). Allah Swt berfirman: “Muhammad itu utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (Al-Fath: 29).

Apapun alasannya, pemakaran bendera tauhid tidak dibolehkan. Yang  jelas bendera yang dibakar itu bertuliskan kalimat tauhid yang wajib dijaga dan dimuliakan oleh seorang muslim. Perbuatan membakar bendera tauhid merupakan pelecehan terhadap kalimat tauhid. Perbuatan ini mustahil dilakukan oleh seorang muslim. Begitu pula mustahil seorang muslim mendukung pelecehan terhadap tauhid. Maka, kita patut mempertanyakan kembali keislaman para pelaku dan pendukungnya. Hanya orang kafir dan munafik yang berani melakukan dan mendukung penghinaan terhadap kalimat dan bendera tauhid.

Alasan Banser NU, GP Ansor NU dan PBNU dalam membenarkan pembakaran bendera tauhid tidak bisa diterima, baik secara akal maupun agama. Pembelaan mereka justru bertentangan dengan syariat Islam. Terkesan mereka menutup kesalahan Banser dan membohongi publik. Bendera yang bertuliskan kalimat tauhid wajib dimuliakan dan dijaga oleh seorang muslim. Kalimat tauhid merupakan ruh bagi seorang muslim. Dengan kalimat tauhid inilah seorang muslim ingin hidup dan mati.

Sikap Seorang Muslim Terhadap Kalimat Tauhid
Setiap muslim wajib memuliakan dan menjaga kalimat dan bendera tauhid. Ketika kalimat dan bendera tauhid (bendera Rasul) dilecehkan, seorang muslim pasti marah. Imannya pasti terpanggil untuk membela kalimat dan bendera tauhid. Pembelaan terhadap tauhid ini merupakan konsekuensi dan tuntutan iman dan tauhid itu sendiri. Jika seorang muslim tidak marah dan tidak benci atas kelakuan Banser ini, bahkan mendukungnya, berarti imannya sudah bermasalah. Bisa jadi imannya sudah terkena virus liberalisme yang telah mematikan imannya atau sudah “sakit” karena maksiat sehingga tidak ada respon dan sensitivitas sedikitpun untuk membela tauhid dan agama Allah Swt.

Seorang muslim wajib bersikap al-wala’ dan al-bara’. Perbuatan Al-wala’ dan al-bara’ merupakan konsekuensi dari kalimat tauhid laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah. Al-Wala’ (loyalitas) adalah sikap mencintai, membela dan menghormati. Seorang muslim wajib berwala’  kepada Allah Swt, Rasul-Nya, agama-Nya, kitab-Nya, Sunnah Nabi-Nya dan para penolong agama-Nya dari orang-orang mukmin. Sebaliknya seorang muslim haram berwala’ kepada orang-orang kafir dan munafik. Adapun al-Bara’ adalah sikap menjauhi, berlepas diri dan memusuhi setelah memberikan alasan dan peringatan.  Seorang muslim wajib bersikap al-bara’ terhadap orang-orang kafir dan orang-orang yang memusuhi Allah Swt, Rasul-Nya, agama-Nya, kitab-Nya dan para penolong-Nya dari orang-orang mukmin. Persoalan al-wala’ dan al-bara’ ini termasuk persoalan aqidah dan tauhid.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita marah dan membenci perilaku Banser NU dan para pendukungnya.  Jika tidak, berarti kita mendukung kemungkaran mereka. Menurut para ulama, mendukung suatu kemungkaran sama saja melakukan kemungkaran tersebut. Rasulullah Saw memerintahkan kita untuk mencegah kemungkaran sesuai kemampuan. Paling tidak, membenci kemungkaran. Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah kemungkaran tersebut dengan tangannya; jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya; Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan hatinya; dan yang demikian itu tingkatan iman yang paling lemah.” (HR. Muslim).

Pembakaran kalimat tauhid ini merupakan kemungkaran yang dapat mengundang azab Allah Swt. Maka, kemungkaran ini tidak bisa ditolerir. Selama ini, Indonesia selalu ditimpakan musibah oleh Allah Swt berupa bencana alam seperti gempa, tsunami, gunung meletus, dan sebagainya. Maka jangan tambah lagi bencana lagi gara-gara kemaksiatan Banser NU ini. Sepatutnya kita ambil pelajaran dari berbagai bencana itu, dengan bertaubat dan meninggalkan maksiat serta mendekatkan diri kepada Allah Swt serta melaksanakan kewajiban nahi mungkar. Bencana itu datang dari Allah Swt sebagai azab dan peringatan-Nya karena maksiat yang dibiarkan atau merajalela seperti dijelaskan oleh Alquran dan Hadits-Hadits Nabi Saw. Oleh karena itu, kewajiban kita adalah mencegah kemungkaran.

Pembelaan kita terhadap bendera tauhid bukan sekedar melaksanakan kewajiban nahi mungkar, namun lebih jauh lagi menyangkut keimanan dan tauhid kita. Setiap orang yang bertauhid pasti marah dan melakukan pembelaan terhadap kalimat dan bendera tauhid. Sikap ini menunjukkan bahwa dia orang yang beriman dan bertauhid. Namun jika sebaliknya dia hanya diam atau tidak marah atau tidak melakukan pembelaan terhadap bendera tauhid berarti iman dan tauhidnya sudah mati atau sakit. Maka, jika kita masih punya iman dan tauhid, pasti kita membela kalimat dan bendera tauhid.

Jika kita merujuk kepada sirah para sahabat Nabi Saw, maka kita menemukan sikap mereka yang agung dan mulia dalam melakukan penjagaan dan pembelaan terhadap bendera tauhid. Mereka sangat mencintai dan memuliakan bendera tauhid. Bahkan mereka siap mati syahid dalam membela dan mempertahankannya. Komitmen para sahabat radhiyallahu anhum ini tidak diragukan lagi. Mereka telah membuktikannya dan dicatat dalam sejarah. Jika ada orang yang melecehkan bendera tauhid, maka mereka segera membela dan membelanya mati-matian. Ini menunjukkan bahwa bendera tauhid itu mempunyai kedudukan yang agung dan mulia. Selain itu, menunjukkan kuatnya iman dan tauhid para sahabat serta komitmen mereka dalam membela Islam. Inilah sikap yang patut kita contoh.

Akhirnya, kita meminta kepada para pelaku pembakaran bendera tauhid dan para pendukung mereka untuk bertaubat dan meminta maaf kepada umat Islam. Meskipun sudah meminta maaf, para pelaku harus disyahadatkan kembali dan tetap dihukum dengan seberat-beratnya agar memberi pelajaran dan efek jera kepada mereka dan orang lain sehingga tidak terulang lagi kasus seperti ini. Oleh karena itu, pemerintah harus menghukum mereka dengan sanksi yang tegas sesuai hukum yang berlaku atas penodaan agama. Tindakan mereka ini telah meresahkan dan menimbulkan kemarahan umat Islam seluruh Indonesia bahkan dunia sehingga berpotensi menganggu stabilitas dan perdamaian bangsa dan negara.

Ini bukanlah yang pertama kali terjadi. Selama ini perilaku Banser/GP Ansor banyak menyakiti umat Islam. Sikap mereka terkesan radikal, anarkis, arogan dan intoleran terhadap umat Islam dengan menghalangi dakwah, mempersekusi para ulama, da’i dan aktivis Islam, membubarkan pengajian, membela musuh-musuh Islam dan lainnya. Perbuatan mereka sudah sangat keterlaluan dan bertentangan dengan pancasila dan hukum di Indonesia, khususnya syariat Islam. Maka wajarlah bila umat Islam menuntut agar Banser/GP Ansor dibubarkan. Selain itu, umat Islam berharap agar NU garis lurus dan kultural segera mensterilkan NU dari paham liberalisme dan paham sesat lainnya yang menyusup ke dalam ormas NU lewat para elit stuktural NU saat ini. Agar NU mendapat kepercayaan umat Islam dan tidak ditinggalkan.

Penulis adalah Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Doktor bidang Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM).

SHARE :
 
Top