Dinamika perkembangan zaman, dengan segenap perubahan dalam berbagai segi kehidupan umat manusia dalam berbangsa dan bernegara, maupun dalam tatanan kehidupan dunia Internasional memerlukan kesigapan untuk menjawab semua problematika dan tantangan zaman yang semakin komplek dan beragam. Perkembangan informasi dan teknologi yang tidak terbendung, telah memaksa kita untuk berhadapan dengan pisau bermata dua. Laksana dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, antara kebaikan dan keburukan yang keduanya akan terus ada hingga maut memisahkan antara jasad dan ruh dalam tubuh manusia. Hal tersebut disampaikan, Dr Sabirin SSos I MSi, dalam orasi ilmiahnya yang berjudul "Membina Sinergitas dan Silaturrahmi Dalam Pembangunan Bangsa" Pada Yudisium Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar Raniry, Sabtu (16/02) di Darusalam, Banda Aceh.

Dipaparkan Dr Sabirin, dewasa ini kita dihadapkan pada problematika bangsa, terutama yang terkait dengan ketahanan nasional yang dirasakan semakin rapuh sebagai akibat dari munculnya berbagai konflik sosial, yang jika dibiarkan akan dapat merusak dan atau merenggangkan persatuan dan kesatuan anak bangsa. 

"Pemilihan umum yang di depan mata juga memiliki andil besar dan dapat memicu disharmonisasi kehidupan berbangsa dan bernegara, jika kita sebagai generasi muda yang notabenenya adalah kalangan ‘terdidik’ tidak mengambil peran strategis sebagai bagian dari solusi, atau minimal tidak menjadi bagian dari masalah bangsa. Diantara solusi yang paling mungkin dilakukan adalah merapatkan barisan untuk membangun sinergisitas dan silaturrahim sesama anak negeri dalam pembangunan Bangsa, secara bersama-sama dalam keberagaman" paparnya.

Perbedaan partai dengan segenap warna-warninya adalah dinamika dan fakta sejarah yang tidak terbantahkan, dalam perpolitikan di negeri ini. Dalam pemilu tahun 2019 ini terdapat 20 buah partai politik (parpol) sebagai peserta pemilu, 4 parpol diantaranya adalah partai politik lokal Aceh.

"Beragamnya partai telah memberikan banyak pilihan kepada masyarakat untuk menyuarakan aspirasi politiknya, dan itu cukup positif bagi pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Namun kondisi ini menjadi kontra produktif jika keberagaman warna partai kemudian mengkotak-kotakkan dan bahkan pada situasi tertentu berpotensi memecah persatuan dan kesatuan, sebagai akibat dari berbedanya pilihan dan orientasi politik. Komitmen semua pihak dalam menjaga pelaksanaan pemilu damai adalah suatu keharusan untuk mewujudkan ketahanan nasional dalam berbangsa dan bernegara" ungkapnya.

Dr Sabirin juga mengungkapkan, menjelang pelaksanaan pemilu, dunia media sosial (medsos) yang umumnya menjadi konsumsi generasi milenial kerap kali mendapat serangan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dengan berbagai kepentingan di dalamnya, melalui kabar maupun berita yang tidak benar atau tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, alias hoax. Kabar atau berita bohong ini cukup efektif dalam merusak dan atau membangun citra negative atau positif untuk kepentingan pihak-pihak tertentu, yang tentunya akan dapat merugikan publik karena mendapatkan info yang keliru sehingga ‘tontonan menjadi tuntunan dan tuntunan menjadi tontonan’. 

"Jika ini terus dibiarkan dan bahkan tanpa disadari ternyata kita juga ikut menyebarkan berita hoax tersebut, maka secara perlahan dan pasti kita telah menjadi bagian dari kelompok yang menciptakan sebuah peradaban baru yang penuh dengan kebohongan. Memperkuat ukhuwah islamiyah dengan meningkatkan silaturrahim, berbaik sangka dan bertabayun (cross check) atas informasi atau kabar berita yang didapatkan menjadi salah satu kunci dalam melawan hoax yang sudah meracuni dunia medsos selama ini" lanjut Sabirin.

Dr Sabirin juga menyebutkan, selain masalah pemilu, juga terdapat dua problem lainnya yang dihadapi bangsa ini, yaitu pertama kemiskinan yang terus menghantui gerak langkah bangsa ini dalam menggapai cita-cita nasional

Permasalahan kedua adalah ketidakadilan yang dirasakan oleh warga bangsa, salah satunya adalah dibidang hukum yang terasa masih belum memenuhi unsur keadilan, 
“seperti mata pisau yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas sehingga mengusik rasa keadilan” pungkasnya.
Bersinergi Dalam Pembangunan
Lebih jauh Dr Sabirin menjelaskan, bersinergi dalam membangun juga bermakna sebagai upaya dalam memanfaatkan segenap potensi dan mengelola (memanage) peluang yang ada untuk mencapai tujuan bersama dalam organisasi. 
Namun persoalannya adalah bagaimana memanfaatkan perbedaan yang indah itu menjadi sebuah potensi dalam kehidupan ini, karena jika potensi yang ada tidak dikelola secara baik maka akan sia-sia saja atau ‘tidak bermanfaat’.
"Berjiwa besar tidak hanya sekedar ungkapan atau kata-kata, namun memerlukan perubahan pola pikir (maenstream) dan sikap dalam berdiskusi dengan alam dan realitas kehidupan. ‘Mundur untuk maju’, ‘diam untuk menjawab’, ‘mendengar untuk melakukan’, ‘mengalah untuk menang’ dan berbagai ungkapan lainnya yang ditujukan untuk mengakomodir mimpi besar orang lain." ujar Sabirin.

"Ada pengorbanan untuk sebuah komitmen ‘berjiwa besar’, ada kepentingan yang harus direlakan dan itulah hakikat dari kehidupan sebagai makhluk Tuhan. Ketika memilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, di sana juga terjadi pertarungan antara idealisme dengan keinginan yang biasanya dikuasai oleh nafsu serakah. Dan hanya orang-orang yang berjiwa besarlah yang akan keluar sebagai pemenang, dengan kepala tetap tegak dan hanya tunduk kepada Allah Yang Maha Kuasa'' tambahnya.

Secara khusus, Dr Sabirin juga mengingatkan kepada para yudisiawan, bahwa perkembangan zaman yang begitu cepat perlu disikapi secara bijak dengan mempersiapkan sumberdaya manusia yang handal, sehingga tidak gagal dalam berkomunikasi perubahan yang ada. 

"Dinamika perubahan yang didepan mata dapat dilihat dengan terjadinya perubahan dalam berbagai sendi kehidupan, seperti bergantinya kertas sebagai media dan atau alat tulis dengan kekuatan jaringan dunia maya di laptop, iphone, ipad, maupun hand phone." Demikian Sabirin. (Red) 
SHARE :
 
Top