Sulaiman Tripa. Dok. IST/AcehTrend

LAMURIONLINE.COM I BANDA ACEH - Bandar Publishing Banda Aceh, menerbitkan 44 buku baru Sulaiman Tripa yang akan diluncurkan pada Selasa (2/4) siang. Peluncuran buku ini, dalam rangka milad 43 tahun dosen Fakultas Hukum dan Mata Kuliah Umum (MKU) Unsyiah itu. 

“Penerbitan semua buku tersebut, telah dipersiapkan sejak sembilan bulan yang lalu,” ungkap Direktur Bandar Publishing, Mukhlisuddin Ilyas, di Banda Aceh, Senin siang, saat temu pers yang berlangsung di Cafe A&R, Banda Aceh.

Sulaiman Tripa adalah salah seorang penulis produktif di Aceh. Dikatakan Mukhlisuddin, bahwa Sulaiman sudah menulis sejak tahun 2001. 

“Saat masih mahasiswa dan orang belum banyak mengenal buku, ia sudah menulis buku,” kata Mukhlisuddin, yang menerangkan bahwa buku Sulaiman yang pertama berjudul Kekerasan Itu Tak Damai Sekalipun Hanya Sekali.

Proses menerbitkan 44 buku ini sudah dipersiapkan sejak lama. Seingat Mukhlisuddin, ia sudah meminta Sulaiman menyiapkan naskah hampir setahun yang lalu. 

“Sekitar dua bulan setelah miladnya yang ke-42, saya bilang ke bang Sulaiman, ada tidak 43 naskahnya biar tahun ini semua diterbitkan. Waktu itu, ia minta waktu, mungkin menginventarisir jumlahnya,” jelas Mukhlis.

Peluncuran buku itu sendiri akan dilakukan Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Prof Dr Samsul Rizal MEng. 

“Seminggu yang lalu kami sudah bertemu rektor dan memastikan tempat. Beliau meminta dilaksanakan di Ruang Senat Universitas,” kata M Adli Abdullah di tempat terpisah. M. Adli adalah salah seorang inisiator kegiatan peluncuran 44 buku.

Menurut M Adli yang juga dosen FH Unsyiah, kegiatan ini sangat penting bagi Unsyiah. “Ia akan menjadi catatan bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Dengan jumlah buku 44, juga memberi nilai lebih bagi institusi selevel Unsyiah yang akreditasi A,” kata Adli, yang didampingi Dr Teuku Muttaqin (Ketua UPT MKU Unsyiah).

Peluncuran buku ini akan menjadi sejarah tersendiri, mengingat selama ini belum ada seorang penulis yang meluncurkan buku sebanyak itu sekaligus. 

“Bagi Unsyiah sangat positif, mungkin atas alasan itu Rektor meminta dilaksanakan di sana,” kata Adli.

Sementara Direktur Bandar Publishing mengaku senang menerbitkan buku Sulaiman Tripa. “Ia bisa menulis banyak hal. Dulu saya biasanya membaca opini, dan hari minggu membaca artikel budaya. Makanya dari 44 ini, selain buku hukum, ada juga buku puisi, cerpen, dan novelet,” jelas Mukhlisuddin.

Hal yang juga luar biasa, menurut Mukhlisuddin, ada 11 buku yang disistematisasikan dari tulisan harian Sulaiman Tripa di blog kupiluho. Ia konsisten menulis setiap hari, saat ini sudah masuk hingga tahun keenam. 

“Setiap hari ia mewajibkan diri menulis 400 kata, dan hari ini sudah masuk hari ke 1472,” kata Mukhlisuddin, yang menambahkan bahwa dari sekian itu dipilih dan dijadikan dalam 11 buku tersendiri kumpulan esai.

Ia berharap akan muncul banyak penulis di Aceh. “Aceh butuh lebih banyak penulis, Aceh megah masa lalu antara lain ditentukan banyak penulis yang menghasilkan karya,” demikian Mukhlisuddin.

Lebih lanjut, Mukhlisuddin menyebutkan, bahwa kualitas buku akan ditentukan oleh publik. “Kami memiliki pertimbangan tersendiri untuk menerbitkan satu buku, namun publik akan menentukan setiap buku yang kami terbitkan,” jelasnya.

Selain 44 buku tersebut, Sulaiman Tripa sudah menulis 33 buku sebelumnya, serta 37 buku bersama. Selebihnya ada 29 buku sebagai editor, dan 4 buku pendampingan. 

“Sejak tahun 2001 hingga sekarang, selain 44 buku itu, ada 33 buku lainnya, baik sendiri maupun bersama tim. Selain itu masih ada juga buku antologi, sekitar 37,” terang Sulaiman.

Selain menulis, ada juga pengalamannya menyunting sekitar 29 buku dan mendampingi proses penulisan empat buku penulis pemula. 

“Saya mendapatkan banyak pengalaman ketika mendampingi empat buku itu. Ada dua buku ditulis santri, satu buku anak sekolah menengah, dan satu lagi sekolah terpadu,” ujarnya.

Kegiatan proses pendampingan sangat berpengaruh pada strategi menulis yang digunakan hingga kini. Semua penulis, menurutnya, menghadapi soal yang sama. 

“Tahu apa yang mau ditulis, tapi sulit mengeluarkan,” ujar Sulaiman.

Waktu itu, ketika mendampingi penulisan buku santri, ia tidak berbicara dulu soal buku. Ia berdiskusi secara terfokus dengan santri dan di luar sepengetahuan, Sulaiman merekam apa yang diungkapkan oleh santri tersebut. 

“Saya minta diketik apa yang saya rekam itu, lalu saya suruh baca sama masing-masing santri. Mereka bahkan ada yang tidak tahu semua yang sudah terketik itu sebagai sesuatu yang diungkapkan mereka,” kisahnya.

Setelah itu, ia mendapatkan pengalaman penting dalam hal strategi untuk membantu banyak orang dalam menulis. 

“Sebelum kuliah doktor, saya masih punya kelas menulis yang peserta 5-6 orang saja, kami berdiskusi secara rutin tiap rabu. Hasilnya efektif,” kata doktor hukum, alumni Undip Semarang ini. (*/red)

SHARE :
 
Top