Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA.

Ramadhan telah berlalu meninggalkan kita. Sebagai seorang muslim, kita patut merasa sedih dan berat hati berpisah dengan bulan Ramadhan. Karena ia merupakan bulan keberkahan, rahmat, maghfirah dan berbagai keutamaan lainnya. Moment yang selalu dirindukan kehadirannya. Namun demikian, kita harus ikhlas merelakan kepergiaannya. Kita berharap dan berdoa kepada Allah Swt agar amal ibadah kita padanya diterima oleh Allah Swt, istiqamah dalam ibadah dan amal shalih, dan dipertemukan kembali dengan Ramadhan yang akan datang.
Pada bulan Ramadhan, umat Islam berlomba-lomba melakukan berbagai aktivitas ibadah dan amal shalih. Karena memang, berbagai kelebihan dan keutamaan yang dimiliki oleh bulan Ramadhan telah memberikan motivasi dan semangat bagi kita untuk meraihnya. Maka, tidak mengherankan bila pada bulan Ramadhan masjid atau mushalla penuh dengan jamaah shalat lima waktu dan tarawih. Begitu pula tadarus al-Quran bergema di mana-mana. Orang-orang berlomba-lomba berbuat amal shalih dengan berinfak, bersedekah, dan sebagainya.
Kini Ramadhan telah berlalu meninggalkan kita. Lantas, bagaimana status ibadah dan amal shalih kita pasca Ramadhan? Apakah kita tetap istiqamah dalam melakukan ibadah dan amal shalih seperti yang kita lakukan selama Ramadhan? Sejauh mana Ramadhan kali ini memberi kesan dan pengaruh terhadap perilaku kita? Beberapa pertanyaan ini patut mendapat perhatian bagi setiap muslim, dalam rangka muhasabah. Selain itu, agar semangat Ramadhan terus hidup di jiwa kita dan membekas dalam perilaku kita sehari-hari pasca Ramadhan.    
Sejatinya pasca Ramadhan kita diharapkan istiqamah, mampu dan terbiasa dengan melakukan berbagai aktivitas ibadah dan amal shalih untuk hari-hari pasca Ramadhan selama sebelas bulan berikutnya, baik berupa amalan wajib maupun sunnat. Karena Ramadhan adalah bulan tarbiyah. Ramadhan telah mendidik dan mentraining kita secara fulltime 30 hari berturut-turut untuk melakukan ibadah puasa dan lainnya. Tujuannya yaitu untuk menjadi insan yang bertaqwa sebagaimana Allah Swt jelaskan dalam al-Quran (al-Baqarah: 183). Inilah keutamaan Ramadhan yang disediakan Allah Swt yaitu sebagai sarana untuk menjadi orang yang bertakwa.
Jika Ramadhan yang telah berlalu ini dapat memberikan bekas dan pengaruh kepada kita dalam kehidupan kita sehari-hari pasca Ramadhan yaitu dengan ditandai semakin baik perilaku, amal shalih dan ibadah, maka sukseslah kita dalam training dan ujian untuk memperoleh gelar taqwa tersebut dan beruntunglah kita. Namun sebaliknya, jika Ramadhan tidak membekas dan berpengaruh dalam kehidupan kita sehari-hari, maka gagallah kita dalam training dan ujian tersebut dan merugilah kita. Maka, kesuksesan Ramadhan kita sangatlah tergantung dengan kuantitas dan kualitas ibadah kita pada bulan-bulan berikutnya setelah kepergian Ramadhan.
Sungguh Ramadhan telah memberikan pembelajaran yang banyak terhadap kepribadian seorang muslim dalam rangka melahirkan insan yang bertakwa dan berkarakter islami. Banyak pembelajaran yang dapat kita peroleh dari bulan Ramadhan untuk diimplementasikan dalam kehidupan kita sehari-hari pasca Ramadhan. Di antaranya adalah:
Pertama, semangat beribadah dan beramal shalih. Ramadhan telah mendidik dan melatih kita untuk semangat beribadah dan berlomba-lomba dalam  kebaikan. Maka, pasca Ramadhan ini sejatinya kita mempertahankan kualitas dan kuantistas ibadah dan amal shalih itu. Karena ibadah dan amal shalih itu tidak hanya disyariatkan untuk bulan Ramadhan saja, tapi sesungguhnya diperintahkan sepanjang masa selama kita hidup di dunia yang fana ini. Inilah tugas utama kita di dunia sebagai makhluk Allah sesuai dengan firman-Nya, “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Az-Zariyat: 56). Bahkan kita diperintahkan Allah Swt untuk berlomba dalam kebaikan setiap saat, bukan hanya pada bulan Ramadhan. Allah berfirman, ...Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan..” (Al-Baqarah: 148)
Kedua, menjaga diri dari maksiat. Ramadhan telah mendidik dan melatih kita bagaimana mengendalikan diri dari hawa nafsu  dan maksiat lewat ibadah puasa. Pada waktu berpuasa kita dituntut untuk menahan diri dari makan, minum, hubungan suami istri dan hal-hal yang membatalkan puasa lainnya. Jika hal-hal yang mubah seperti makan, minum dan hubungan istri dilarang pada waktu berpuasa, maka terlebih lagi hal-hal yang diharamkan. Dengan demikian kita dilatih untuk menjauhi hal-hal yang diharamkan. Maka puasa itu dapat menjaga diri dari maksiat. Inilah salah satu maqashid syariah dari ibadah puasa sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Saw dengan sabdanya, “Puasa itu perisai (penahan diri dari maksiat)”. (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, setelah Ramadhan kita diharapkan mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu dan maksiat baik berupa perkataan yang diharamkan seperti ghibah, mencaci maki, menipu, menfitnah dan sebagainya, maupun perbuatan yang diharamkan seperti menzhalimi, berbuat curang, mencuri, korupsi, memukul, membunuh dan sebagainya. Pasca Ramadhan ini diharapkan kita menjadi orang  yang shalih dengan semakin baik ibadah dan perilaku kita dari sebelumnya.
Ketiga, suka membantu orang lain. Ramadhan telah mendidik dan melatih kita untuk membantu saudara kita yang lemah ekonominya lewat infak, shadaqah dan zakat. Amal shalih tersebut sangat digalakkan pada bulan Ramadhan. Maka, pasca Ramadhan kita diharapkan terbiasa dengan membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan pertolongan kita dan terjepit ekonominya. Kebiasaan berinfak pada bulan Ramadhan perlu dipertahankan dan dilanjutkan pada bulan lainnya. Mengenai keutamaannya, Allah Swt berfirman, “Dan apa saja yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk kalian sendiri...” (Al-Baqarah: 272). Nabi Saw bersabda, “Setiap hari, dua malaikat turun kepada seorang hamba. Salah satunya berdoa, “Ya Allah, berikanlah pengganti kepada orang yang berinfak. Dan yang lain berdoa, “Ya Allah, hilangkan harta orang yang menolak infak.” (HR. Bukhari dan Muslim). Nabi Saw juga bersabda, “Allah Swt menolong hamba-Nya selama ia menolong saudaranya”. (HR. Muslim) 
Keempat, suka mengasihi dan mencintai saudara seiman. Ramadhan telah mendidik dan melatih kita untuk berempati dan peduli terhadap orang fakir dan miskin. Melalui puasa Ramadhan kita dapat merasakan kondisi orang-orang yang kelaparan dan bagaimana penderitaan hidup orang fakir dan miskin yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Begitu pula Ramadhan mengajari kita untuk saling mencintai dan mengasihi sesama muslim dengan memberikan menggalakan kita untuk memberikan makanan untuk berbuka puasa dan makanan untuk bersahur . Maka, pasca Ramadhan kita diharapkan untuk dapat selalu merasakan penderitaan saudara-saudara kita seiman, baik karena lemah ekonominya maupun konflik perang sehingga menimbulkan rasa empati dan kasih sayang terhadap mereka. Kita diharapkan untuk memiliki rasa solidaritas ukhuwwah dan kepedulian sosial serta mencintai saudara muslim, khususnya umat Islam di Palestina, Syiria, Rohingya (Burma), dan Uighur (Cina) yang sedang menderita akibat pembantaian dan pengusiran yang dilakukan oleh  musuh-musuh Islam dari  Yahudi di Palestina, Syi’ah di Syiria, Budha di Burma dan Komunis di Cina. Rasulullah Saw bersabda, “Tidak sempurna iman salah seorang di antara kamu sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kelima, selalu menjaga shalat berjama’ah. Ramadhan telah mendidik dan melatih kita untuk selalu menjaga shalat jama’ah lewat shalat lima waktu, shalat tarawih dan qiyam lail di masjid dan mushalla. Pada saat shalat tarawih, masjid dan mushalla penuh dengan jama’ah selama bulan Ramadhan. Bahkan pada awal-awalnya terlihat membludak, walaupun pada akhir Ramadhan jama’ah semakin berkurang, namun tetap lebih ramai dibandingkan dengan jumlah jama’ah pada hari-hari sebelum Ramadhan. Maka, diharapkan pasca Ramadhan kita terbiasa melakukan shalat berjama’ah di masjid atau mushalla. Sejatinya semangat shalat berjama’ah ini bisa dipertahankan dan dilanjutkan pada shalat lima waktu pada hari-hari setelah Ramadhan.
Di antara keutamaan shalat jama’ah yaitu pertama, orang yang shalat berjamaah mendapatkan dua puluh tujuh kali lipat pahala dibandingkan shalat sendirian (HR. Bukhari dan Muslim). Kedua, setiap langkah orang yang shalat berjama’ah dicatat satu pahala sekaligus dihapus satu kesalahan (HR. Bukhari dan Muslim). Ketiga, orang yang shalat berjama’ah akan tetap di doakan oleh para malaikat setelah shalatnya sampai shalat berikutnya selama ia masih ditempat shalatnya (HR. Bukhari dan Muslim). Keempat, makmum yang berbarengan ucapan aminnya dengan para malaikat, maka diampuni dosa-dosanya (HR. Bukhari).
Keenam, menjaga shalat sunnat. Ramadhan telah mendidik dan melatih kita untuk semangat melakukan ibadah sunnah. Pahala amalan sunnat pada bulan Ramadhan dihitung pahala wajib sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits (HR. Baihaqi). Itu sebabnya orang berlomba-lomba melakukan shalat-shalat sunnat di bulan Ramadhan. Maka, pasca Ramadhan kita diharapkan kita untuk tetap istiqamah dalam menjaga shalat-shalat sunnat seperti Rawatib, ghair Rawatib, Dhuha, Tahiyatul masjid, Wudhu’, Tahajjud, Witir dan shalat sunat Fajar.
Adapun keutamaan shalat Rawatib yaitu dibangunkan rumah di surga (HR. Muslim). Keutamaan shalat Dhuha yaitu pahalanya sama seperti bersedekah (HR. Muslim). Mengenai keutamaan shalat sunat setelah wudhu, Rasulullah Saw bersabda kepada Bilal, “Hai Bilal, ceritakanlah kepadaku tentang amalan yang paling kamu harapkan akan mendapatkan pahala, yang telah kamu kerjakan sejak masuk Islam, karena aku benar-benar mendengar suara terompahmu di surga.” Bilal menjawab, “Tidak ada amalan yang paling aku harapkan pahalanya kecuali setiap kali selesai berwudhu, baik di waktu siang maupun malam, aku melakukan shalat sunnah semampuku.” (HR. Bukhari dan Muslim). Adapun keutamaan shalat sunnat Fajar (sudah masuk waktu shubuh, namun sebelum shalat shubuh) adalah nilai pahalanya lebih baik dari dunia dan isinya, sebagaimana sabda Nabi Saw, “Shalat dua rakaat di waktu fajar lebih baik daripada dunia beserta isinya.” (HR. Muslim)
Ketujuh, suka bertadarus al-Quran. Makna tadarus al-Quran adalah interaksi dengan Al-Qur’an dengan cara membaca, memahami, menghafal, belajar, mengajarkan dan mempelajari Al-Quran. Ramadhan telah mendidik dan melatih kita untuk tadarus dengan al-Quran. Tadarus al-Quran termasuk amalan yang paling utama di bulan Ramadhan, karena Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan sehingga dinamakanlah bulan Ramadhan dengan bula Al-Qur’an. Selain itu, Nabi Saw paling sering bertadrus Al-Quran pada bulan Ramadhan bersama malaikat Jibril as. Oleh karena itu, umat Islam dengan semangat dan antusias bertadarus al-Quran. Bahkan dalam bulan Ramadhan seorang muslim mampu mengkhatamkan Al-Quran beberapa kali. Maka, sepeninggal Ramadhan kita diharapkan terbiasa dengan berinteraksi dengan al-Quran baik dengan  membaca, mengkhatamkan,  memahami, menghafal maupun mempelajari al-Quran. Al-Quran itu tidak hanya wajib dibaca pada bulan Ramadhan, namun juga wajib dibaca pada bulan-bulan berikutnya (selain Ramadhan).
Banyak sekali keutamaan orang yang bertadrus Al-Qur’an, di antaranya yaitu; Pertama: mendapatkan syafaat (pertolongan) pada hari Kiamat (HR. Muslim). Kedua, Rasulullah Saw menegaskan bahwa orang yang terbaik di antara manusia adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya. (HR. Bukhari). Ketiga, orang yang pandai membaca Al-Qur’an akan disediakan tempat yang paling istimewa di surga bersama para malaikat yang suci. Sedangkan orang yang membaca terbata-bata (belum pandai), maka ia akan diberi dua pahala. (HR. Bukhari dan Muslim). Kelima, orang yang membaca dan mendengar Al-Qur’an akan mendapatkan sakinah, rahmah, doa malaikat dan pujian dari Allah Swt. (HR. Muslim). Keenam, mendapat pahala yang berlipat ganda yaitu setiap huruf dihitung satu kebaikan dan satu kebaikan dilipat gandakankan menjadi sepuluh ganda (HR. at-Tirmizi), dan sebagainya.
Demikianlah hendaknya kita mengisi hari-hari pasca Ramadhan yaitu dengan istiqamah melakukan berbagai ibadah dan amal shalih seperti yang kita lakukan di bulan Ramadhan. Ibadah dan amal shalih ini tidak hanya diperintahkan pada bulan Ramadhan, namun juga pada bulan-bulan lainnya. Kesuksesan Ramadhan seseorang itu ditandai dengan semakin baik ibadah dan perilakunya yaitu menjadi orang bertakwa. Semoga ibadah dan amal shalih kita di bulan Ramadhan diterima Allah Swt. Dan semoga kita termasuk kita termasuk orang-orang yang sukses dalam Ramadhan dan mendapat gelar taqwa. Amin..!!

Penulis adalah Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh, Pengurus Dewan Dakwah Aceh,  Anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara.

SHARE :
 
Top