Oleh Sri Suyanta Harsa

Sumber Ilustrasi: Tribun Manado
Muhasabah 20 Jumadil Ula 1441 
Tema muhasabah hari ini juga merupakan bagian dari prinsip yang ada dalam kehidupan manusia. Di antara prinsip yang efektif diyakini dalam hal ini adalah "merantau" agar menjadi lebih tangguh, teruji dan sukses.

Saudaraku, secara normatif terdapat banyak tuntutan agar kita selaku manusia berjalan di muka bumi Allah dan merantau. Merantau dipahami sebagai pergi dan menetap dalam waktu tertentu di negeri orang, untuk tujuan tertentu seperti memenuhi tugas, mencari nafkah untuk keluarga maupun dalam rangka menimba ilmu pengetahuan. Inilah mengapa orang-orang yang gemar berjalan di muka bumi dan merantau (baca juga memiliki spirit merantau) akan menjadi pribadi-pribadi yang luas cakrawalanya, luas pergaulannya, lebih tangguh dan meluas kebijakannya.  

Secara hakikat sejatinya semua manusia hidup di dunia ini juga bagaikan merantau dalam masa yang telah ditentukan oleh Allah dan suatu saat pasti akan kembali ke kampungnya yang sejati yaitu surga di akhirat. Ini mengingatkan cerita Nabiyullah Adam dan isterinya yang hidup di surga lalu turun ke dunia dan telah naik lagi ke surga. Makanya sejatinya manusia itu adalah makhluk surga yang sedang merantau di dunia ini; makhluk ruhani karena berasal dari Allah yang sedang bersama jaamani menjalani kehidupan dunia ini dan kita harus meyakini sepenuh hati bahwa hanya surga sebagai tempat kembali yang sesungguhnya. 

Tetapi mengapa Allah juga menyediakan neraka? Di karenakan ada manusia yang tidak mau kembali ke surga, tetapi memilih kembali ke neraka. Ini terlihat jelas sejak saat yang bersangkutan merantau di dunia ini saja sudah berperilaku sebagai penduduk neraka. Tetapi orang-orang beriman tetap akan memilih dan mengusahakan berlaku baik saat di perantauan agar nantinya pulang ke kampung halaman sejatinya yaitu surga. Sekali lagi dunia ini hanya tempat persinggahan saat menuju surga yang abadi.

Di samping itu untuk memahami betapa "merantau" di dunia ini penting dapat dicermati pada analogi berikut. Sebagai analoginya adalah kekayaan (baca kesuksesan, kenyamanan) seseorang yang diperoleh dengan keringat dan air mata sendiri akan lebih terasa nikmatnya daripada kesuksesan yang dengan mudah diwarisi dari orangtuanya. Kenyamanan tidur di atas sofa atau kasur yang empuk akan lebih dapat dirasakan kenikmatannya setelah sebelumnya terbiasa atau pernah tidur di tikar kasar atau beralaskan tanah bebatuan sebelumnya 

Kebahagiaan surgawi dirasakan setelah meliwati kesuksesan hidup (ketakwaan kepada Allah) di dunia yang sarat dengan beragam ujian keglamoran duniawiyah dalam rentang usia yang disediakan oleh Allah akan lebih terasa bahagia ketimbang hidup di dunia ini hanya sebentar (seperti meninggal saat masih bayi). Mengapa karena seorang bayi tidak atau belum pernah mengalami beragam ujian duniawiyah seperti keglamoran harta, tahta dan keluarga. Nah inilah filosofi dan hakikat urgensi merantau (hidup di dunia) yang sesungguhnya. 

Adapun saat kita hidup di dunia ini anjuran agar merantau (memiliki spirit merantau) juga sangat penting. Dalam historisitasnya, realitasnya Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw awalnya tidak diterima oleh penduduk Mekah tempat wahyu al-Qur'an sebagai pedoman umat Islam, sehingga Nabi Muhzmmad saw dan para sahabatnya yang terbatas saat itu harus hijrah (baca merantau) ke Yatsrib atau Medinah.

Para ulama juga merantau ke negeri-negeri yang sangat jauh baik untuk berdakwah dan menuntut ilmu, termasuk Imam al-Syafi'i. Malah tentang merantau Imam al-Syafi'i juga bersyair dalam kitab Diwannya di antara maknanya sebagai berikut. Tiada tempat bagi orang yang berakal dan beradab, untuk kesenangan, maka tinggalkan negerimu dan merantaulah. Dan merantaulah agar engkau mendapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan. Dan bersungguh-sungguhlah, karena kenikmatan hidup dalam kesungguhan.

Merantau di antaranya dapat memperluas pergaulan di antara manusia. Sebagai makhluk sosial, di tempat perantauan setiap orang pasti bersosialisasi, berinteraksi dengan orang-orang tempatan dalam sosial masyarakat di mana ia menetap. Di samping itu, di perantauan biasanya lebih kondusif untuk terciptanya semangat bekerja, belajar dan mengumpulkan bekal untuk nantinya dibawa pulang ke kampung halamannya. 

Etos kerja, semangat belajar dan kesungguhan berusaha akan terasah, teruji dan tinggi, karena secara psikologis para perantau harus segera berhasil agar keberhasilannya cepat dibawa pulang ke kampung halaman sehingga bahagia bersana keluarga besarnya. Tentu, ragam perasaan seperti ini relatif jarang ada pada orang-orang pribumi (asoe lhok), karena di kampung sendiri, tinggal di rumah sendiri, makanan minunan disiapin orangtua tercinta.

Imam al-Syafi'i juga seolah menyindir, seperti syairnya yang kira-kira maknanya, Aku melihat air yang tergenang itu merusak kejernihannya, tetapi jija dia mengalir maka akan jernih dan apabila terendam dia akan keruh. Dan seekor singa jika tidak meninggalkan tempatnya tidak akan pernah memangsa. Anak panah bila tidak dilesatkan dari busurnya, bagaimana bisa sampai dan mengenai sasaran?

Atas kemahamurahan Allah yang tercurah, pengalaman juga membuktikan bahwa para perantau dapat meraih lebih dari apa yang dipikirkan, baik secara fisik maupun phikhis. Oleh karenanya ketika "merantau" telah berhasil meraih cita cinta yang diidam-idamkan,  maka sudah selayaknya kita mensyukurinya. Pertama, mensyukuri di hati dengan meyakini bahwa bumi Allah luas, rezeki Allah tanpa batas. Tinggal bagaimana kita mentadaburinya dan menjemput kemahamurahan karuniaNya. Kedua, mensyukuri dengan lisan seraya memperbanyak melafalkan alhamdu lillahi rabbil 'alamin. Ketiga, mensyukuri dengan tindakan konkret. Karena semua kita "merantau" di dunia ini, maka etika segera berbekal sebanyak-banyak agar bahagia saat kembali berkumpul keluarga yang sudah menanti.

Nah sehubungan dengan tema muhasabah hari ini, maka zikir pengkodisian hati penyejuk kalbu guna menjemput hidayahNya adalah membasahi lisan dengan lafal ya Allah ya Hakim ya Allah ya Hakim. Ya Allah, zat yang maha bijak, tunjukilah kami pada jalan keridhaanMu ya Rabb. Aamiin.
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top