Oleh Sri Suyanta Harsa

sumber ilustrasi: www.suara.com
Muhasabah 23 Ramadhan 1441
Saudaraku, tema muhasabah hari ini adalah mengulangkaji tentang hubungan antara puasa dan lorong waktu. Kita lazimnya mengenal tiga ektase waktu yaitu masa lalu, masa kini dan masa datang. Nah bagaimana puasa yang kita kerjakan sekarang ini bisa menjangkau masa lalu dan melintasi batas ke masa depan? Inilah kira-kira yang diulas dalam muhasabah hari ini.

Pertama, Masa Lalu. Tentang masa lalu, baik keberadaan maupun perilaku masing-masing diri kita, kesejatiannya yang mengetahui ya hanya diri kita saja - dan tentu Allah - , tidak seorangpun lainnya mengetahui. Namun yang pasti, dosa dan kesalahan lazim menghiasi diri yang manusiawi. Maka agar masa lalu dengan ragam dosa dan kesalahan yang telah dilakukan tidak membebani hidup sehingga dapat ringan melangkah di masa kini dan meraih kesuksesan dan kebahagiaan di masa depan bahkan dapat melampaui usianya di dunia, maka Islam menuntun kita umatnya untuk menunaikan ibadah di bulan Ramadhan, yaitu dengan shiyamu ramadhan wa qiyamu ramadhan. 

Di sinilah kita memahami bahwa puasa di siang hari bulan Ramadhan dan tarawih di malam hari adalah ibadah mahdhah yang disyariatkan Allah bagi orang beriman agar memperoleh ampunanNya atas dosa-dosa masa lalu, dapat hati-hati menjalani hidup masa kini agar memperoleh keberkahan di masa depan baik di dunia ini maupun akhirat nanti.

Adapun landasan normatif teologisnya disebutkan dalam banyak riwayat. Di antaranya dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan ikhlas mengharap pahala dari Allah, maka dosannya yang telah lalu akan diampuni.(Hr. Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam redaksi yang lain, artinya barangsiapa menegakkan malam Ramadhan atas dasar iman dan ikhlas mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.”  (Hr. Al-Bukhari dan Muslim).

Dengan demikian puasa di siang hari dengan serangkaian pemberdayaannya dan menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat tarawih, witir, kajian Islam, iktikaf, tadarus qur'an, dzikir dan ibadah lainnya merupakan wasilah untuk mensterilkan hati kita dari dosa-dosa masa lalu. Jadi Ramadhan dan ibadah puasa menjanjikan rehabilitasi diri, sehingga dosa masa lalu diampuni

Kedua, Masa Kini. Masa kini adalah saat kita hidup di sini sekarang ini. Dengan berbekal hati yang suci, hati yang tidak dibebani oleh dosa-dosa masa lalu, maka kita bisa ringan melangkah meniti kehidupan kini seraya dapat ikhlas dalam beribadah dan memelihara keistiqamahan dalam mengabdi pada Ilahi. Oleh karenanya hari-hari dalam bulan Ramadhan terus diberdayakan dengan shiyamu wa qiyamu ramadhan. Bila masih berat beribadah pertanda masih ada beban pada diri kita berupa dosa. Bila masih enggan berbuat kebaikan, maka kesempatan tak kan berulang jika tidak dimanfaatkan sekarang jua. Jadi Ramadhan dan ibadah puasa yang kita lakukan memberikan bukti eksistensi diri bahwa kini terus istiqamah mengabdi pada Ilahi.

Ketiga, masa yang akan datang. Ketika ketataan demi ketaatan telah dapat dikukuhkan, berarti kita selalu dalam kondisi berjaga-jaga menyongsong kemuliaan  dan memperoleh keberkahan malam lailatul qadar kapanpun hadirnya. Di sinilah kemudian semakin nyata perolehan keberkahan seribu bulan bagi orang-orang beriman yang shiyamu wa qiyamu ramadhan. Bayangkan betapa beruntungnya beramal dan beribadah sekarang, tetapi keberkahannya 1000 bulan ke depan yang bisa jadi jasad diri ini sudah bersemayam di perut bumi. Berarti dengan memperoleh lailatul qadar, keberkahannya menjadi "hidup" 1000 bulan ke depan.

Allah berfirman yang artinya Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (Qs. Al-Qadr 1-5)

Berdasarkan normativitas di atas, orang-orang beriman yang menunaikan ibadah di bulan Ramadhan baik dengan shiyamu ramadhan maupun qiyamu ramadhan berkesempatan memperoleh pengampunan dan keberkahan lailatul qadar dapat hidup melintas batas zaman; memperbaiki kondisi masa lalu, eksis berhati-hati di masa kini, dan meraih keberkahan umurnya panjang menjangkau masa depan. Meskipun jasadnya sudah menyatu dengan tanah sekalipun, nama, perjuangan dan jasanya senantiasa hidup disebut-sebut, dipuja puji dan disuriteladankan oleh antar generasi. Sekali lagi Ramadhan menyediakan vasilitas untuk hidup melintas batas dengan segenap kemuliaannya. Semoga kita bisa. Aamiin.
SHARE :
 
Top