Oleh Sayed Muhammad Husen
Penyusun Program Anggaran dan Pelaporan
Sekretariat Baitul Mal Aceh


Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para Rasul-Nya dengan firmannya: Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalehlah. Dan Dia berfirman: Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rezekikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: Ya Rabbku, Ya Rabbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan. (HR Muslim)

Allah Swt Maha Suci, karena itu meminta hamba-Nya untuk hidup suci dan bersih. Menghindari segala hal yang haram dan kotor. Menjauhi sumber rezeki, penghasilan dan asset yang diperoleh dengan cara dan sumber yang tak dapat dipertanggungjawabkan,  haram dan merugikan orang lain. Hal ini untuk kebaikan manusia itu sendiri, supaya kehidupannya terpenuhi kesehatan jiwa dan fisik. 

Hadits di atas menjelaskan, rezeki yang diperoleh dengan cara yang tidak benar tersebut, juga tak boleh ditransfer, didistribusikan atau disedekahkan kepada orang lain. Allah tak akan menerima amalnya.  Betapa tak berguna harta yang diperoleh dengan cara-cara yang melanggar syariah (ketentuan Allah Swt). Ketika cara mendapatkannya salah, maka pemanfaatnnya juga dianggap keliru.  

Rezeki yang baik adalah rezeki yang dinilai baik dalam pandangan Allah Swt. Allah Swt telah membatasi sumber rezeki yang tidak, kita tinggal meninggalkannya saja. Misalnya, tak dibenarkan sumber rezeki dari investasi dan usaha minuman keras, bisnis maksiat, korupsi, penjualan anjing dan babi, praktek riba, serta berbagai bentuk perdagangan yang mengekploitasi orang lain. Tak dibenarkan juga mencari rezeki dengan merusak lingkungan. 

Boleh jadi seseorang akan tetap kaya dan sejahtera dengan bisnis yang dilarang syariat Islam, namun percuma saja, sebab hidupnya tak akan berkah dan doanya tak pernah dikabulkan oleh Allah Swt. Pantas saja seorang berkata, bukankah Allah Swt menjamin doa orang berpuasa Ramadhan dikabulkan, namun dia lupa bahwa ada sebagian assetnya  diperoleh dengan cara tidak halal. Allah Swt belum mengabulkan doanya. 

Demikian pula seorang yang taat menjanlah ibadah shalat, puasa, berzakat,  haji, dan ibadah lainnya, namun dia mengkonsumsi makanan dan minuman haram, menggunakan kendaraan dari sumber riba, bahkan membangun rumah dari hasil korupsi, maka amalnya akan rusak dan  terancam amalnya ditolak  oleh Allah Swt. Semua yang haram menjadi penghalang amalnya diterima Allah Swt.  

Islam mengajarkan kita supaya berinfak dengan uang atau barang yang kita peroleh dengan cara halal dan melarangan berinfak dengan sesuatu yang haram. Jadi tak ada istilah pencucian harta atau uang dengan berinfak, sedekah bahkan berzakat. Misalnya, tak ada artinya seorang pelaku bisnis narkoba, namun menjadi donator  penyantunan anak yatim dan membangun masjid. Semua amalnya sia-sia dan tetap harus dipertanggungjawabkan pekerjaannnya di hadapan Allah Swt di yaumil akhir.    

Sebaliknya, mencari rezeki yang halal akan mendapat imbalan dari Allah Swt dan bernilai fisabilllah. Seluruh aktivitasnya dinilai sebagai  ibadah dan mendapat pahala yang setimpal. Hidupnya berkah. Selalu merasa berkecukupan. Terhindar dari masalah-masalah ekonomi yang tak mampu dia selesaikan. Dengan infak dan sedekahnya dia dikelompokkan sebagai manusia yang memberi manfaat kepada manusia lain. Manjadi manusia seperti harapan Rasulullah saw.     

Dari hadits di atas dan petunjuk lainnya dapat kita pahami, bahwa orang-orang yang sedang melakukan safar doanya akan diterima oleh Allah Swt.  Sama halnya Allah Swt mengabulkan doa orang-orang yang sedang berpuasa Ramadhan. Namun harus diperhatikan juga syarat-syarat doa terkabul: sedang melakukan perjalanan jauh, kondisi yang bersahaja dalam pakaian dan penampilan,  keinginan kuat dalam permintaan, mengkonsumsi makanan, minuman dan pakaian yang halal.

Jadi setiap muslim bebas mencari rezeki dan berdoa supaya Allah menambahkan rezeki itu. Tidak dilarang untuk kaya dan mengumpulkan asset dalam jumlah yang banyak, namun tak boleh melupakan kehidupan akhirat, seperti firman Allah Swt: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS Al-Qashash: 77) 

Apapun yang kita cari dan usahakan di dunia ini ada patron Alquran: “Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepada kalian, dan bertakwalah kepada Allah yang kalian beriman kepada-Nya (QS Al-Maidah: 88). Orang bertakwa makanan, minuman, dan konsumsi lain semuanya halal dan baik.   

Demikianlah kehidupan orang beriman dan takwa: hidupnya mengikuti perintah dan larangan Allah Swt, memperoleh rezeki dengan cara halal, konsumsinya halal dan baik. Mereka  senantiasa berdoa kepada Allah Swt, tidak melakukan kerusakan dan bermanfaat bagi manusia lain. Doa mereka Allah Swt kabulkan. Semoga kita semua menjadi bagian dari muttaqin yang sehat, tidak malas,  dan produktif dalam mencari rezeki yang halal dan baik. 
SHARE :
 
Top