Oleh Muzaris Masyhudi SPd

Implementasi sistem pendidikan Islam di berbagai negara, baik yang berpenduduk mayoritas muslim dan non-muslim mempunyai corak serta sistem yang satu dengan yang lainnya terkadang terdapat perbedaan. Di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam berbeda nuansanya dengan negara yang relatif berimbang. Sudah dapat dicerna bahwa perbedaan dalam suatu negara pasti ada, walaupun bentuk perbedaan itu ada yang mencolok perbedaanya ada yang hampir tidak kelihatan.

Jika dibandingkan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia dengan beberapa negara lain, seperti beberapa negara bagian asia tenggara, maka dapat dapat diketahui bahwa secara spesifik pendidikan Islam di kawasan Asia Tenggara memiliki beberapa substansi yang sangat beragam. Misalnya di Indonesia, Pendidikan Islam mengalami kemajuan pesat diantaranya Indonesia menerapkan Pendidikan Agama Islam menjadi pelajaran wajib di sekolah-sekolah dan universitas negeri. Selanjutnya di Malaysia, Pendidikan Islam banyak mengalami perbaikan sejak tahun 1956 diantaranya pendidikan agama Islam diajarkan di sekolah nasional. Kemudian jika kita lihat di bagian  Thailand, khususnya di beberapa daerah seperti Pattani, Setul, Yala, dan Narathiwat, Pendidikan Islam dengan Pondok dan Madrasah menjadi tulang punggung identitas Islam dan perlawanan Islam terhadap pemerintah pusat. Sementara itu, kondisi berbeda Pendidikan Islam di Singapura, tujuan pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional belum begitu jelas dan masih minimnya perguruan tinggi Islam.

Selanjutnya jika kita lihat dengan negara Pakistan, Pakistan pada dulunya merupakan negara yang terjadi pergulatan antara umat Islam, model ke-Islaman Pakistan juga berbeda dengan model ke-Islaman Indonesia, hal ini dapat ditemukan bahwa negara Pakistan mayoritasnya ialah extrimis yang mana dalam sistem pendidikan mereka terdapat beberapa madrasah yang mengajarkan radikalisme hal ini disebabkan karena tidak memasukakan secculer knowledge (pengetahuan sekuler) dalam sistem pendidikan, hal ini tentunya berbeda dengan kebijakan dalam sistem pendidikan di Indonesia. Sehingga di Pakistan terkenal dengan dikotomis ilmu pengetahuan atau pemisahan ilmu pengetahuan antara sekuler (umum) dan religius (agama). 
Kemudian juga dalam sejarahnya sendiri baik Pakistan, India, Nigeria dalam hal peranan sosial (gender) lebih mengutamakan laki-laki baik dalam bidang politik atau hal lainnya, karena menurut mereka laki-laki adalah yang berhak tampil dipublik. Berbeda dengan Indonesia yang mana perannan sosila di Indonesia memeberi peluang yang sama antara laki-laki dan perempuan.

Kemudia jika kita lihat dengan Singapore, dalam hal sistem kebijakan pendidikan Singapore juga mengakomodir pendidikan keagamaan baik Islam, Kristen, dan sebagainya dan Singapore sendiri juga menjadi kiblat pendidikan. Di Singapore juga terdapat pendidikan Islam yaitu MUI Singapore yang juga menjadi lembaga yang memperkuat lembaga pendidikan Islam, namun demikian juga tidak bisa berkontribusi banyak dalam hal ini.

Selanjutnnya jika lihat di bagian Thailand, secara jelas negara Thailand bukan moyoritasnya Islam, kemudian dari segi ideologinya juga dekat dengan paham komunis, bahkan di negara tersebut agama itu merupakan atau sesuatu yang dianggap menganggu, dalam perkembangannya juga Thailand sekarang sudah mulai terbuka, meski demikian kebijakan-kebijakan politik pendidikan khususnya masih kurang, dikarenakan kursi-kursi parlemen masih banyak diduduki oleh orang-orang non muslim.

Kemudian sedikit jika kita beralih ke bagian Eropa seperti Rusia, Turki dan Australia. Rusia pada dasarnya dulu merupakan negara yang terpecah yang mana dulunya merupakan sebuah negara komunis namun kemudian beralih kepada liberalism sehingga juga memberikan peluang dalam kebijakan pendidikan. Jika ditinjau Turki, Turki sendiri secara adat istiadat masih sangat kuat ke-Islamannya namun demikian identitasnya tidak bisa memasuki eropa karena simbul ke-Islaman tersebut. 

Selanjutnya Australia, Australia sendiri merupakan negara yang secara kelembagaan, lembaga Islamnya memng ada akan tetapi lagi-lagi juga tidak memeberi pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan pendidikan Islam.
Jika kesemuanya tersebut kita bandingan dengan kebijakan pendidikan Islam di Indonesia, makah ada satu hal yang sangat menarik dengan Negara yang kaya akan kepulauan ini, dapat kita lihat secara jelas dan nyata bahwa secara kelembagaan, Indonesia memiliki lembaga yang dikenal dengan KEMENTERIAN AGAMA (KEMENAG) yang dulunya dikenal dengan DEPARTEMEN AGAMA (DEPAG), yang mana kelembagaan ini tidak dimiliki oleh negara lain satupun. Adapun hal-hal yang diurusi pada lembaga ini yaitu segala hal yang berkaitan dengan keagamaan, seperti pernikahan yang diurusi oleh kantor urusan agama (KUA) dan juga sistem pendidikan. Keistimewaan yang dimiliki lembaga ini adalah secara politik kebijakan pendidikannya sangat kuat dan masif karena kursi parlemen didomisili oleh mayoritas orang-orang Islam.
Dalam perkembangan sejarahnya lembaga Kementerian Agama (KEMENAG) telah melakukan gebrakan-gebrakan yang sangat signifikan hal ini dapat dilihat yang mana dulunya pada tahun 70-80an pendidikan madrasah bukan menjadi suatu pendidikan atau sekolah yang favorit bahkan pada saat itu tidak banyak diminati. Namun pada era tahun 2000-an sistem pendidikan madrasah dan pesantren sudah mulai maju dan banyak diminati.

Salah satu kebijakan pendidikan Islam yang berlaku di Indonesia secara umum dan Aceh khususnya yaitu dalam hal peran sosial (gender), sebagaimana yang telah dijelaskan sedikit banyak pada jawaban no. 1 di atas yang bahwa dalam peran sosial yang berlaku di Indonesia secara umum dan Aceh khususnya sama-sama memberikan peluang yang sama antara laki-laki dan perempuan salah satunya seperti mulai adanya pekerja perempua di SPBU-SPBU di Indonesia dan Aceh khususnya kemudian juga dalam pencalonan kader-kader partai baik DPRK, DPRA, DPD, DPR-RI dan sebagainya mulai diberlakukannya pada setiap parti mesti ada kurang lebih 30% pencalonan kadernya dari kaum hawa. Hal ini tentunya berbeda jika kita lihat dengan Negara Pakistan, India, Nigeria mereka dalam peranan sosial tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama dan hanya mengedepankan laki-laki, menurut mereka laki-laki yang harus lebih mendominasi dari berbagai lini peran sosial daripada wanita.

Contoh kebijakan pendidikan Islam lainnya yang berlaku di Aceh seperti penetapan syari’ah Islam yang mana saat ini menjadi kebijakan tersendiri bagi wilayah otonomi khusus Aceh atau dikenal dengan PERDA Aceh. Bisa kita temukan di lapangan yang bahwa dalam penerapan syariah Islam di Aceh ini, para wanita atau kaum hawa mereka masih diberikan kebebasan untuk berpergian sendiri baik mengendarai sepeda motor, mobil, ke pasar dan lainnya. Hal ini berbeda dengan penerapan syariah Islam yang ada di negara Nigeria, yang mana di Negara tersebut dalam penerapan hukum syariah Islam, kebebasan atau peran sosial bagi kaum hawa mengalami keterbatasan yang sangat signifikan contohya saja seperti wanita di sana tidak dibenarkan mengendarai sepeda motor sendirian, kemudian mobil juga ke pasar-pasar, artinya bahwa wanita disana dalam hal peran sosial apapaun harus ditemani (tidak boleh sendiri)  jika ingin hendak berpergian ke suatu tempat baik memiliki keperluan ataupun tidak. Kedua perbandingan tersebut jelas berbeda dengan kebijakan penerapan syariah Islam yang ada di Aceh. Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa dengan penerapan syariah Islam di negara tersebut, secara tidak langsung lagi-lagi peran sosial terhadap kaum hawa dibatasi.

Kemudian jika kita lihat dalam konteks pemahaman mazhab yang ada di Aceh dan Nigeria Utara. Ini juga terdapat perbedaan yang sangat signifikan bahkan sangat ekstrim jika di lihat, mengapa tidak! Kita lihat saja di Indonesia khususnya Aceh sebuah wilayah yang mengimplementasikan syariah Islam secara kaffah dan mayoritas masyrakatnya menganut mazhab Imam Syafi’i. Sedangkan Nigeria Utara juga merupakan sebuah wilayah yang ingin mengimplementasikan syariah Islam secara kaffah sebagaimana yang terdapat di wilayah Aceh, namun masyarakat di sana mayoriats bermazhab Imam Malik. Letak perbedaannya adalah dalam hal pelaksanaan Islam yang dilakukan secara kaffah, dapat kita lihat seperti penerapan hukum rajam di Nigeria Utara benar dilaksanakan secara kaffah namun korbannya banyak dari kalangan perempuan, hal ini tentunya juga berpengaruh pada mazhab yang dianutnya. Contohnya saja dalam hal misalnya pemerkosaan, di Nigeria dalam pelaksanaan peradilan pihak pria bebas daripada rajam karena tidak ditemukan bukti atau dihilangkan bukti oleh pelaku atas pemerkosaan tersebut, namun dipihak wanita mereka tidak bisa untuk menghilangkan bukti, contohnya seperti wanita yang sudah hamil, buktinya jelas dan bukti yang ditemukan ditandai dengan wanita hamil tersebut sudah mulai membesar perutnya, nah bukti inilah yang tidak dapat dihilangkan oleh pihak wanita, maka tidak jarang di negara tersebut dalam pelaksaan hukum rajam banyak memakan kaum hawa. 

Berbeda juga dengan di Indonesia secara umum dan Aceh khususnya yang mana dalam pahamnya sebagaimana yang telah dijelaskan menganut paham atau mazhab Imam Syafi’i, paham tersebut dalam kontek kasus pemerkosaan tadi misalnya untuk membuktikan kasus tersebut benar terjadi itu mestinya atau harus ada saksi dan ketentuannya disasksikan oleh 2 orang saksi jika saki tersebut laki-laki dan 4 orang saksi jika saksi tersebut perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa Nigeria Utara dalam hal pelaksanaan syariah Islam tidak memahami hukum Islam secara kaffah sebagaimana yang ada di Aceh, dan hukum Islam di negara tersebut tidak sefleksibel dengan hukum Islam yang ada di Aceh dan ini tentunya dipenagruhi oleh faktor mazhab yang dianutnya.

Penulis merupakan Sekjend Senat Mahasiswa PPS UINAR
SHARE :
 
Top