Oleh Muhammad Meuraksa

Sumber ilustrasi: IDEApers
TAK terasa cahaya ramadhan selangkah lagi akan meninggalkan keheningan semesta, bersiap melambaikan tangan untuk memberi sebuah salam perpisahan, dan harapan berjumpa kembali pada tahun yang akan datang. Refleksi momentum ramadhan membawa kita pada azas kemenangan rohani di hari fitri atas capaian keteguhan dan kejujuran dalam beriman menaati perintah Tuhan. Kemenangan yang diharapkan mampu merubah orientasi pandangan umat menuju arah yang lebih baik.

Berpijak dari kondisi dunia hari ini, kita mampu menerka bahwa bumi sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Selain pandemi corona, beragam persoalan masih menjadi perhatian kita semua. Orang-orang didera kelaparan dan terusik karena kehilangan pekerjaan, pedagang yang kehilangan pelanggannya, kebijakan pemerintah yang ambigu dalam menyikapi pemutusan mata rantai covid-19, hingga kehadiran bencana alam yang melanda beberapa daerah.

Melihat situasi dan kondisi ini, peran reaktif pemuda selaku tonggak kebangkitan umat diharapkan mampu menjadi “peunawà” (obat) bagi masyarakat. Menumbuhkan sikap berbagi hingga menghadirkan energi yang positif haruslah menjadi entitas bagi jiwa seorang pemuda. Terlebih pemuda adalah cerminan yang akan menjadi bagian penerus estafet sebuah bangsa. Sebagaimana orang-orang di kampung saya menyatakan bahwa “The young today is the leader tomorrow” (pemuda hari ini adalah pemimpin yang akan datang).

Pemuda yang diharapkan oleh zaman adalah pemuda yang mampu menghadirkan manfaat bagi umat, tidak terbatasi dengan besar kecilnya dampak yang diberikan. Tetapi adanya nilai-nilai kebaikan yang terasa adalah bukti identitas seorang pemuda hebat. Di samping juga Tuhan senantiasa melihat dan tidak lupa mencatat setiap benih-benih kebajikan yang hamba-Nya perbuat. 

Menginstal peradaban menuju arah yang lebih berkemajuan adalah tanggungjawab pemuda. Titik nadir inilah menjadi tolak ukur bagaimana pemuda mempersiapkan masa depannya. Terlebih hal yang perlu kita pahami bahwa dunia saat ini sudah ‘move on’ dari zaman kuno, dan memasuki era milenial. Di mana era ini disebut sebagai masa teknologi berkembang dengan pesat dan menjadi sebuah gaya hidup bagi para generasi di dalamnya. Di era ini dengan segala kecanggihan teknologi, tingkat persaingan juga semakin tinggi sehingga menuntut kualitas dan kinerja manusianya untuk lebih ditingkatkan. 

Era liar globalisasi yang ganas harus menjadi sebuah kepekaan dan kemampuan pemuda untuk meningkatkan daya saingnya, supaya tidak hanya menjadi budak dan korban dari teknologi. Pemuda yang menghabiskan waktunya berjam-jam di warung kopi hanya untuk bermain game, hingga lupa diri adalah bentuk fenomena generasi yang gagal. Hilangnya waktu secara sia-sia menjadi salah satu pemicu lahirnya generasi-generasi pemalas, lemah nalar hingga mental apatis.

Mungkin sejarah perlu diulang, ketika panji-panji muda pernah berjaya dalam tinta sejarah Islam. Perjuangan yang pernah dikobarkan telah mengabadikan nama mereka dalam catatan emas buku sejarah. Mereka layak menjadi uswah (teladan) bagi pemuda generasi sekarang. Panutan yang nyata bagi pemuda masa kini yang sedang kehilangan tokoh inspiratif. Nama-nama itu diantaranya:

a. Usamah bin Zaid, dalam usianya yang masih 18 tahun beliau pernah memimpin pasukan yang anggotanya adalah para pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar untuk menghadapi pasukan terbesar dan terkuat di masa itu. Usamah merupakan panglima Islam termuda sekaligus panglima terakhir yang pernah ditunjuk langsung oleh Rasulullah Saw.

b. Sa’d bin Abi Waqqash (17 tahun), adalah orang yang pertama kali melepaskan anak panah di jalan Allah. Rasul Saw bersabda tentangnya: “Ini adalah pamanku, mana paman kalian”.

c. al-Arqam bin Abil Arqam (16 tahun), menjadikan rumahnya sebagai markas dakwah Rasul Saw selama 13 tahun berturut-turut.

d. Zubair bin Awwam (15 tahun) yang pertama kali menghunuskan pedang di jalan Allah. Diakui oleh Rasul Saw sebagai hawari-nya.

e. Zaid bin Tsabit (13 tahun), adalah seorang pnulis wahyu. Dalam 17 malam mampu menguasai bahasa Suryani sehingga menjadi penerjemah Rasul Saw. Hafal kitabullah dan ikut serta dalam kodifikasi al-Qur’an.

f. ‘Atab bin Usaid, diangkat oleh Rasul Saw sebagai gubernur Mekkah pada umur 18 tahun.

g. Mu’adz bin Amr bin Jamuh (13 tahun) dan Mu’awwidz bin ‘Afra (14 tahun), membunuh Abu Jahal, jenderal kaum musyrikin, pada perang Badar.

h. Thalhah bin Ubaidullah (16 tahun), orang Arab yang paling mulia. Berbaiat untuk mati kepada Rasul Saw pada perang Uhud dan menjadikan dirinya sebagai tameng.

i. Muhammad al-Fatih (22 tahun), menaklukkan Konstantinopel ibukota Byzantium pada saat para jenderal agung merasa putus asa.

j. Abdurrahman an-Nashir (21 tahun), pada masanya Andalusia mencapai puncak keemasannya. Dia mampu menganulir berbagai pertikaian dan membuat kebangkitan sains yang tiada duanya.

Pemuda adalah pewaris peradaban. Di tangan pemuda, masa depan suatu peradaban diletakkan. Kelompok usia yang memiliki berbagai kelebihan: semangat, energi, waktu, kemampuan mobilitas, dan gagasan-gagasan kreatif. Peran pemuda dalam sejarah peradaban Islam tak hanya berkutat pada agama dan militer, tetapi juga diplomasi dan ilmu pengetahuan.

Sebagaimana pernah dikatakan oleh Tan Malaka (filsuf Indonesia), “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda”. Ini menandakan bahwa pemuda merupakan aset berharga yang akan mengubah wajah masa depan, sekaligus tolak ukur arah peradaban yang berkemajuan.(*)
.

(Penulis adalah mahasiswa pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh dan founder instagram @habagampong.id)


SHARE :
 
Top