Oleh Nurbani Yusuf


Katedral Hagya Shophia kerap menjadi simbol dominasi impherium atas impherium lainnya — ia direbutkan layaknya piala dari semenjak didirikan masa Kristen Bizantium hingga hari ini—

Bagaimana kalau tempat ibadah dijadikan simbol determinasi impherium atas impherium lainnya ? Masjid Taledo sudah lebih dulu dirusak, simbol masjid nya diubah, kitab sucinya dibakar, ulamanya dipancung sebelum dijadikan katedral. 

Jujur saya harus pendai dan bekerja keras memilah perasaan: sebagai umat Islam saya bangga sekali bisa merebut gereja—menjadikan masjid dan mengubah rupaka di dalamnya, bila perlu membakarnya. Semacam pembalasan atas kekalahan sebelumnya. 

Alasan agama itu yang kerap bikin ciut nyali— aroma perang dan sentimen kian berasa jika agama dijadikan alasan. Sebab itu Karen Amstrong tak mau. Dan memilih argumentasi lain, Nasionalisme, berebut sumberdaya alam dan perbatasan geopolitik lebih rasional dan realistis ketimbang sentimen agama. 

Katedral Hagia Sophia adalah sebuah gereja terbesar (semacam masjid jami) untuk Umat Kristen Bizantium dari tahun 537-1055. Lalu dari 1054 hingga tahun 1204 dirubah menjadi gereja Ortodoks Yunani. Pada tahun 1204-1261 gereja ini diambil alih oleh Agama Katolik Roma. Dari dari tahun 1261 hingga 1453 gereja ini kembali menjadi Katedral Kristen Ortodoks Yunani. 

Pada tahun 1453 kota Konstantinopel jatuh ke tangan Ottoman Empira (Khilafah Utsmaniyah) di bawah komando Al-Fatih Sultan Mehmed II. Sejak itu gedung gereja ini dirubah menjadi masjid yang lebih dikenal dengan nama Aaya Sophia mosque.

Belakangan dengan jatuhnya Ottoman Empira atau Khilafah Utsmaniyah menjadikan Turki terjatuh ke dalam kekuasaan Kemal Ataturk yang sekuler. Maka di bawah pemerintahannya masjid Aaya Sophia kembali mengalami perubahan status dari sebuah masjid megah menjadi museum

Lantas bagaimana Islam memberi perspektif ? 
‘Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. [Al-Hajj/22:40]

Umar bin Abdul Aziz menuliskan surat pada pasukannya: janganlah kalian menghancurkan gereja, biara yahudi dan rumah peribadatan majusi.”[3]

Najran dan sekitarnya mendapatkan perlindungan Allah SWT serta jaminan Muhammad Rasulullah atas harta, agama dan biara-biara mereka serta seluruh yang ada di tangan mereka”. HR Ath Thabrani.

Khaliffah Umar Bin Khattab ketika menaklukan Al Quds (Yerusalem) membuat perjanjian yang isinya adalah jaminan perlindungan pada umat Kristen dan tempat ibadah mereka. Gereja-geraja mereka tidak akan ditempati, dihancurkan atau dirusak. Demikian pula tempat ibadah lain, salib dan juga harta mereka.

Paradoksnya adalah kalau masjid TALEDO yang dijadikan gereja katedral dan katedral Hagya Shophia dijadikan masjid jamik dijadikan semacam simbol diterminasi — ? maka mengubah Katedral Hagya Shophia menjadi masjid adalah bagian dari ghanimah, simbol ghirah atau batas kemenangan. 

Yang dilakukan sebenarnya hanyalah meletakkan simbol kemenangan agama atas liberalisme dan sekularisme, tegasnya kemenangan Islam atas hegemoni barat yang angkuh dan arogan. Jadi tidak lagi bisa diletakkan pandangan syariat, tapi justru pendekatan ‘fiqh perang’ dalam konteks luas —jadi kita impas dan tak perlu mendramatisir dan menyebut Islam intoleran atau lainnya yang memojokkan.

@nurbaniyusuf
Komunitas Padhang Makhsyar
SHARE :
 
Top