Oleh: H. Akhyar Mohd. Ali, M.Ag 

JCH BTJ 01 Melaporkan dari Mekkah 



Kita sering mendengar ada gampong Aceh di Malaysia, tepatnya di Yan Keudah. Dari berbagai narasumber menyebutkan, orang Aceh sudah ada di sana sejak 1888. 

Meskipun di tempat lain masih ada nuansa Aceh, namun Gampong Yan masih sangat kental nilai keacehan, seperti menyambut tamu, masakan kuah pliet dan sebagainya. Dari segi interaksi, bahasa Aceh masih banyak dipakai di Yan, seperti pasai (sebab), cut (kecil), dan gata (panggilan akrab logat Aceh). 

Walaupun tidak persis sama dengan gampong Yan di negeri jiran, nun jauh di sana, jamaah haji asal Aceh tahun 2022 ditempatkan pada satu hotel. Ada sekitar 2.000 lebih atau lima kelompok terbang (kloter) tinggal di hotel Shaqriyah Tower  di kawasan Raudhah Makkah atau Rumah Nomor 306.

Hotel yang berkapasitas hampir 3.000 orang jamaah itu, setengah lebih diisi jamaah asal Aceh. Hanya tiga kloter ditempati jamaah asal Medan, Sumatera Utara. 

Sudah dua tahun diberlakukan sistem penempatan jamaah haji dengan pola zonasi, yaitu jamaah dengan asal daerah ditempati pada satu hotel atau sektor. Ini  untuk memudahkan jamaah berinteraksi dan bergaul, sesuai dengan adat istiadat daerah asal. Petugas yang ditempatkan pada titik-titik zonasi diupayakan berasal dari daerah mayoritas jamaah, meskipun tidak 100%.

Aceh menempati sektor 4 Makkah dengan jamaah asal Sumatera Utara (KNO), asal Lampung (JKG),  dan Banten. Ada 5 Sektor ditempati jamaah haji di kota Makkah al Mukarramah pada musim haji ini. 

Mengingat 2.000 lebih jamaah asal Aceh menginap dan tinggal di satu hotel bagaikan satu gampong, senantiasa berinteraksi bersama, saling menyapa, bahkan berbagi makanan khas Aceh yang dibawa dari kampung halaman masing-masing.  Mereka sering bertemu di lobby hotel, mushalla, dan bus yang mengantar ke Masjidil Haram. Juga berjumpa di lift hotel waktu berbelanja.  

Ada yang unik, mereka saling berkunjung dari kamar dan lantai hotel berbeda, seperti lazim dilakukan di tanah air mengunjungi saudara atau kawan sekantor.  Ada juga yang mengunjungi  saudara antar kabupaten/kota, yang kebetulan sama-sama sedang menunaikan ibadah haji. 

Bahasa Aceh aneka lughat (dialek) bercampur baur di sana, ditambah dengan dialek "arab- araban",  mengingat hampir seluruh kabupaten/kota di Aceh ada di hotel tersebut. Sungguh sangat terasa nuansa Aceh di gampong atau hotel Shaqriyah Raudhah Makkah. Memang diakui, dari performance saja kita dapat menebak seorang itu berasal dari Aceh, sehingga tidak sungkan menyapa meskipun tidak pernah kenal sebelumnya. Dengan mudah kita menyapa dengan bahasa Aceh. 


Bila kita menoleh sejarah keturunan Aceh yang pernah menjadi pejabat penting dari masa ke masa, di antaranya  Syekh Ghani Asyi yang pernah menjadi Ketua Bulan Sabit Merah Timur Tengah, Dr Jalil Asyi Ketua Menteri Kesehatan Saudi Arabia, dan Dr Ahmad Atsyi Menteri Haji dan Wakaf. Meskipun mereka telah puluhan tahun meninggalkan tanah air, namun tidak sungkan menambal nama belakang dengan Atsyi (orang Aceh). 

Bahkan, pada abad ke 17  (678 masehi) pembesar Arab yang berkeliling dunia untuk meminta dukungan terhadap pembangunan Masjidil Haram sempat terkatung-katung di India, akhirnya di terima di Aceh kala itu yang dipimpin Sultanah Zakiatuddin Inayatsyah. Sultanah yang fasih berbahasa Arab ini menyambut dan membantu semaksimal mungkin delegasi asal Saudi tersebut.

Hari ini, nama Aceh kembali santer terdengar di seantero Makkah, karena beberapa titik tanah dan bangunan berasal dari wakaf orang Aceh tempo dulu, yang sekarang hasilnya dibagikan kepada jamaah.  Hal itu pula menambah nyaring terdengar Aceh di kota suci Makkah. 

Meskipun tidak semirip gampong Yan di Keudah, Malaysia, setidaknya gampong Aceh di hotel Shaqriyah Tower, kawasan Raudhah Makkah, selama musim haji tahun ini  menjelma bagaikan gampong Aceh baru di Makkah al Mukarramah. (Editor: smh)

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top