Oleh: Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Kontemplasi Sang Guru


Allah Swt berfirman dalam Alquran surat Al-Mumtahanah ayat 10. "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Jika telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu, dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka."

Berkaitan dengan ayat tersebut, kita kenal seorang shahabiyah yang rela meninggalkan kedua orang tua dan keluarganya yang kafir demi menyelamatkan agama suci. Anak seorang pemimpin kafir Quraisy yang dilaknat oleh Allah ini, karena menghina Rasulullah saw. Dia adalah Uqbah bin Abu Mu'ith. Putrinya Ummu Kaltsum binti Uqbah bin Abu Mu'ith. 

Ummu Kaltsum gadis pemberani dan tidak takut mati. Cahaya iman dan Islam telah memasuki relung hatinya secara  teratur. Dengan segenab jiwanya, ia masuk Islam. Meskipun kedua orang tua  dan keluarganya kafir. Ayahnya Uqbah bin Mu'ith mati dalam kekafiran pada perang Badar.

Syaikh Mahmud Al-Mishri dalam bukunya Biografi 35 Shahabiyah Nabi Saw menuturkan, Uqbah bin Abu Mu'ith teman Ubai bin Khalaf. Suatu ketika ia  mengadakan walimah. Uqbah mengundang kaum Quraisy, termasuk Rasulullah saw. Saat disuguhkan makànan, Rasulullah berkata, "Aku tidak mau makan sebelum kamu bersaksi bahwa aku utusan Allah." Uqbah menyanggupinya, lalu Rasulullah saw memakan makanannya. Ubai mendengar hal tersebut dan berkata kepada temannya Uqbah, "Kamu telah meninggalkan agama leluhur kita." Uqbah berkata, "Tidak, itu hanya berpura-pura saja, agar dia mau memakan makananku.” 

Ubai marah, ia menyuruh Uqbah meludahi wajah Rasulullah, menginjak leher dan memakinya. Si durjana ini melakukan perintah temannya tanpa hati. Ia juga yang meletakkan kotoran hewan ke punggung Rasulullah ketika sedang sujud di dekat ka'bah. Beliau tidak bangkit dari sujudnya  hingga Fatimah datang dan membersihkannya.

Uqbah menyakiti Rasulullah dengan cara yang tidak pernah dilakukan siapapun. Meludahi wajah mulia dan menginjak leher manusia paling suci ini. Hingga akhirnya ia dipenggal sampai tewas sebagai balasan yang setimpal dengan perbuatannya. Ia dibunuh oleh Ali bin Abi Thalib. Peristiwa ini merupakan balasan atas kekafiran, pembangkangan, dan kedengkiannya terhadap Islam.  

Kembali ke kisah Ummu Kaltsum.  Suatu riwayat menyebutkan, bahwa dalam butir-butir perjanjian Hudaibiyah, salah satu syarat yang diajukan Quraisy kepada Rasulullah adalah siapapun golongan Quraisy yang datang kepada Rasulullah meski memeluk Islam, ia harus dikembalikan kepada kaum Quraisy. Meskipun berat Rasulullah saw menerima persyaratan yang diajukan Suhail tersebut. Lalu, Rasulullah saw mengembalikan Abu Janda yang sudah muslim kepada ayahnya, Suhail bin Amr yang kafir. 

Menurut Syaikh Mahmud, ketika para perempuan muslim datang dan berhijrah kepada Rasulullah saw, termasuk diantaranya Ummu Kaltsum binti Uqbah bin Abu Mu'ith yang saat itu masih gadis. Keluarganya datang meminta agar putrinya dikembalikan. Maka turun ayat yang berkenaan dengan hal tersebut: 

"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka. Jika telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu, dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka." (QS Al-Mumtahanah:  10) 

Meninggalnya Uqbah dalam penggalan Ali bin Abi Thalib, membuat Ummu Kaltsum terlepas dari cengkeraman kekafiran. Meskipun saat hijrah, ia dikejar oleh dua saudaranya, yaitu Walid dan Umarah hingga tiba di Madinah. Keduanya meminta kepada Rasulullah saw agar memenuhi persyaratan dalam perjanjian Hudaibiyah. Namun, Ummu Kaltsum menolaknya sambil berkata, "Wahai Rasululllah, apakah engkau akan mengembalikanku kepada orang-orang kafir yang akan menyiksaku karena agamaku. Sementara aku ini sudah tidak tahan dan kondisi kelemahan kaum perempuan pun sudah kau ketahui?" Allah kemudian menurunkan firman-Nya surat Al-Mumutahanah ayat 10-12.

Setelah Islam, Ummu Kaltsum baru bisa hijrah pada tahun ke tujuh Hijriyah, karena ia tinggal bersama kedua orang tua yang kafir. Ia berhijrah pada rentang waktu perjanjian Hidaibiyah. Di saat melakukan perjalanan hijrah, seseorang membuntutinya. Tiba-tiba ia bertanya, “Engkau mau kemana?” Ummu Kaltsum balik bertanya, “Apa masalahmu dan siapa engkau?” Dia berkata, seseorang dari Khuza'ah. Mendengar Khuza'ah Ummu Kaltsum merasa tenang, karena mereka terikat perjanjian dengan Rasulullah. Ummu Kaltsum kemudian berkata, aku perempuan Quraisy. Aku ingin menyusul Rasulullah saw, tapi aku tidak tahu jalan. Ia berkata, aku akan mendampingimu sampai ke Madinah. 

Lelaki itu memberikan seekor unta kepada Ummu Kaltsum. Ia menuntun unta dengan baik dan sopan. Ketika Ummu Kaltsum naik atau turun dari unta, dia segera menjauh. Setelah itu, ia kembali mendekat untuk mengekang tali unta. Saat perjalanan berlangsung dia tidak menoleh ke belakang dan tidak pula berkata-kata hingga sampai ke Madinah. 

Ketika tiba di Madinah, Ummu Kaltsum menemui Ummu Salamah istri Rasulullah saw. Ummu Salamah tidak mengenalnya karena dia menggunakan cadar. Saat dia menyebutkan nasab dan membuka cadarnya, Ummu Salamah merangkul dan memeluknya erat. Ia mengadu kepada Ummu Salamah karena takut dikembalikan oleh Rasulullah seperti Abu Janda dan Abu Bashira. Lalu, Ummu Salamah menceritakan tentang Ummu Kaltsum kepada Rasulullah. Beliau menyambut kedatangannya dengan baik. 

Ummu Kaltsum berkata kepada Rasulullah saw, "Aku melarikan diri kepadamu demi menyelamatkan agàmaku, maka lindungilah aku dan jangan kau kembalikan aku kepada mereka, karena mereka pasti menyiksaku. Aku tidak akan tahan disiksa. Aku hanya perempuan dan kelemahan perempuan sudah engkau ketahui sendiri." Demikian ia meminta perlindungan atas hijrahnya kepada Rasulullah saw, agar selamat dari cengkeraman keluarganya yang kafir. 

Syaikh Mahmud menulis, setelah melalui hijrah penuh berkah dan tinggal di Madinah Al-Munawwarah, Ummu Kaltsum menikah dengan Zaid bin Haritsah. Tak lama kemudian mereka bercerai. Lalu, Ummu Kaltsum diperistrikan oleh Abdurrahman bin Auf dan melahirkan dua orang anak, yaitu Ibrahim dan Hamid. Setelah Abdurrahman meninggal, ia dinikahi oleh Amr bin Al-Ash hingga meninggal dunia sebagai istrinya. 

Demikian kisah seorang gadis yang mencari cahaya terang dalam gelapnya jahiliyah. Ia bersegera masuk Islam di tengah-tengah keluarganya yang kafir. Diantara keluarganya, tidak ada yang mengikuti jejak Ummu Kaltsum masuk Islam, hingga mereka mati dalam kekafiran. Sementara Ummu Kaltsum yang telah diberikan cahaya kesucian mendapatkan keimanan dan ketakwaan, sehingga mendapatkan tempat yang mulia di sisi Allah Swt. Dia rela berpisah dengan keluarganya demi menyelamatkan iman dan Islam. Semoga Allah meridhainya. (editor: smh)

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top