Oleh: Syahrati, S.HI., M.Si 

Penyuluh Agama Islam Fungsional Kabupaten Bireuen


lamurionline.com -- Allah SWT menciptakan manusia dengan dua jenis, laki-laki dan wanita. Dari segi fisik dan psikis terdapat perbedaan antara dua jenis tersebut dan telah dibuktikan oleh penelitian ilmiah yang dimuat dalam berbagai tulisan maupun media. Dalam pandangan Islam, perbedaan ini tidak menunjukkan dan tidak berarti bahwa yang satu lebih tinggi atau lebih mulia dari yang lain. Perbedaan ini dipandang sebagai pembagian peranan manusia dalam proses kehidupan agar tercipta harmonisasi.


Di antara anugerah Tuhan yang hanya diberikan kepada kaum wanita adalah kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui. Oleh karena itu, apakah mungkin jika salah satu jenis manusia mendapat tugas secara biologis kemudian tidak dilengkapi dengan persiapan jiwa atau pun raga yang khusus pula, Jika salah satu jenis manusia mendapatkan kekhususan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui mungkinkah hal itu tidak diikuti dengan penyiapan jenis diri itu (perempuan), baik dari segi perasaan, emosi dan cara berpikir agar siap untuk menghadapi kejadian khusus itu yang merupakan peristiwa besar serta agar dapat memenuhi segala hal yang dapat dihadapi dari peristiwa itu, Tuhan yang maha bijaksana dan maha besar, memberikan kemampuan bagi kaum wanita baik serta fisik maupun psikis agar mereka dapa melaksanakan peran sebagai ibu atau keibuan.

Dalam kamus besar bahasa indonesia keibuan berarti sifat-sifat ibu (lemah, lembut penuh kasih sayang). Keibuan berkaitan dengan relasi atau hubungan ibu dengan anaknya sebagai kesatuan fisiologi, psikis dan sosial. Relasi tersebut dimulai sejak janin berada dalam kandungan ibunya kemudian berlanjut dengan proses-proses fisiologis pada masa hamil dan kelahiran, masa menyusui dan memelihara, mengasuh, merawat serta mendidik anak. Semua fungsi fisiologis tersebut terlalu diiringi dengan komponen-komponen psikologis, yang pada setiap jenis memiliki tipe yang khas dan sama sifatnya.

Begitu besarnya perjuangan seorang ibu siang dan malam tak mengenal lelah hingga Al-Qur’an pun turut mengabadikan perjuangan seorang ibu sebagaimana yang terdapat dalam surat Luqman ayat 14, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” 


Fitrah Keibuan

Tauhid Nur Azhar dan Eman Sulaiman dalam buku The Secret  of Mother mengisahkan seorang anak kecil bertanya kepada Tuhannya. Tuhan, mengapa bundaku sering menangis? Tuhan menjawab, karena bundamu seorang wanita sebagai makhluk yang istimewa. Aku kuatkan bahunya untuk menyangga dunia. Aku lembutkan hatinya untuk memberi rasa aman. Aku kuatkan rahimnya untuk mealhirkan benih manusia. Aku tabahkan pribadinya untuk terus berjuang saat orang lain menyerah. 

Aku beri dia rasa sensitif untuk mencintai putra putrinya. Aku beri dia kekuatan untuk memikul beban keluarga tanpa mengeluh. Aku kuatkan batinnya untuk tetap menyayangi meski disakiti. Aku beri dia keindahan untuk melindungi batin suaminya. Bundamu adalah makhluk yang sangat kuat. 

Jika kau lihat bundamu menangis karena Aku beri dia air mata yang bisa dia gunakan sewaktu waktu untuk membasuh luka batinnya dan mecut kekuatan baru. Inilah sebait gambaran fitrah yang dimiliki oleh seorang ibu. 

Salah satu asma Allah adalah sifat rahman dan rahim, sifat Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sifat rahman dan rahim-Nya ini telah Allah simpan dan titipkan di dalam hati seorang ibu. Hanya dengan sepercik kasih sayang itulah aneka keajaiban terjadi. Kisah-kisah heroik datang silih berganti. 

Sesungguhnya cinta dan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, lahir dan distimulasi oleh trio hormon ajaib. Pakar ginekologi asal Amerika Serikat, Michel Odent menamakan hormon-hormon ajaib tersebut sebagai “love hormone” atau “hormon cinta” yang terdiri atas aksitosin, endorfin dan prolaktin. Ketiganya bekerjasama dan saling melengkapi satu sama lain, untuk kemudian melahirkan serangkaian “keajaiban” dalam hubungan antara ibu dan anak.

Kerjasama antara ketiga hormon ini telah melahirkan sifat-sifat dasar atau fitrah keibuan dalam diri seorang wanita yang terdiri atas empat sikap yaitu altruisme merupakan sikap yang senantiasa mendahulukan kepentingan anak daripada kepentingan dirinya sendiri, kelembutan, kasih sayang, dan aktivitas (amal nyata) untuk mengurus, membesarkan anak-anaknya serta untuk menjalankan perannya secara optimal.

Pada akhirnya, keempat elemen ini melahirkan semacam iklim psikis yang khas dari sifat keibuan. Altruisme keibuan akan mendorong seorang ibu untuk tidak mementingkan dirinya sendiri, tidak egois, dan senantiasa bersedia mengorbankan segala sesuatu demi demi kelestarian dan kebahagian buah hatinya.


Cengkraman Kapitalisme 

Di era modern yang bernuansa kapitalisme sekuler, kita mudah menjumpai fitrah ibu yang tergerus dan hancur. Dengan fakta seorang ibu yang tega melakukan kekerasan bahkan pembunuhan terhadap anaknya dengan sadis. Kualitas fitrah keibuan semakin rapuh dan hancur dalam balutan kapitalisme sekuler. Kesuksesan seorang wanita saat ini hanya diukur melalui jenjang karir wanita beserta harta melimpah dan jabatan tinggi. Wanita yang hanya berperan sebagai ibu rumah tangga dan pengasuh anak di rumah dianggap kurang sukses. Hal inilah yang boleh jadi memicu tergerusnya fitrah dan naluri kasih sayang seorang ibu yang secara fitrahnya mencintai dan melindungi buah hatinya.


Sistem kapitalisme sejatinya telah menghancurkan kehidupan manusia, termasuk kaum hawa (perempuan) atau ibu. Dalam jeratan dan kungkungan sistem Kapitalisme kaum perempuan berada pada posisi yang sulit serba salah. Di satu sisi mereka memikul amanah yang sungguh mulia yaitu benteng bagi keluarga, menjaga, mengasihi, memelihara serta melindungi anak-anak dari lingkungan yang merusak sekaligus memikul tanggung jawab dalam mengurus rumah-tangga. 

Namun di sisi lain mereka pun harus ikut bertanggung jawab ‘menyelamatkan’ kondisi ekonomi keluarga dengan cara ikut bekerja mencari nafkah tambahan, atau bahkan meraka  harus ‘menggantikan’ posisi sang suami yang tidak bekerja dengan berbagai alasan tak terkecuali karena kemalasan.

Akibat himpitan ekonomi tidak sedikit perempuan yang berstatus sebagai seorang ibu lebih rela meninggalkan suami dan anaknya untuk bekerja diluar negeri  menjadi TKW dengan nyawa menjadi taruhannya. Motif kemiskinan yang telah diciptakan oleh kapitalisme telah merampas hak seorang ibu untuk dekat dengan anaknya. Depresi kerap menjadi alasan seorang ibu tega melakukan tindakan nekad di luar fitrahnya sebagai seorang ibu. Finansial menjadi harga mati untuk memperoleh sebuah kebahagiaan.


Memelihara Fitrah 

Fitrah keibuan harus senantiasa terawat ibu yang penuh kasih sayang, lemah lembut dan selalu ceria dalam kehidupan sehari-harinya. Betapa kewarasan seorang ibu harus benar-benar dijaga.Kehidupan berumah tangga dengan berbagai pernak-perniknya memang perlu disikapi dengan bijaksana dan butuh terhadap pembiasaan.

Mengutip dari laman dibalikislam.com, Atik Setyawati menyebutkan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan ibu agar kewarasan senantiasa terjaga. Fitrah keibuan terawat dengan baik. Pertama, ibu selalu melibatkan Allah pada segala suasana. Kedua, selalu berhusnuzhan terhadap kenyataan yang ada. Ketiga, ibu dapat bercerita baik terhadap Allah, diri sendiri maupun pada sesama. 

Bercerita adalah salah satu selfhealing untuk menormalkan kembali perasaan. Keempat, berkumpul dengan ibu-ibu yang salihah. Energi positif yang ada pada jamaah dapat berkontribusi menghilangkan kedukaan. Kelima, afirmasi diri setiap hari. Keenam, jangan pernah memiliki pemikiran negatif tentang rezeki anak-anak dan libatkan diri dalam aktivitas berjamaah.

Islam sangat menjaga fitrah ibu dan keluarga. Jaminan terpenuhinya fungsi keluarga. Individu-individu yang bertakwa yang menjalankan sistem kehidupan dalam rangka beribadah pada Sang Pencipta. Tidak ada urusan yang tidak diselesaikan berdasarkan aturan-Nya. 

Menempatkan tanggung jawab masing-masing, laki-laki sebagai pemimpin dalam keluarga, dalam memenuhi kebutuhan lahir batin istri yang tiada lain adalah ibu bagi anak-anak mereka, menjadi kewajiban yang tidak bisa ditawar lagi merupakan arah menuju kembalinya fitrah keibuan. Harmonisasi atas peran dan fungsi tersebut akan menyelamatkan fitrah keibuan. Selamat Hari ibu

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top