Oleh: Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Menapaki Jejak Rasulullah Dan Para Sahabat


Wakaf suatu amalan saleh yang berlaku dalam agama Islam. Jika dikaitkan dengan agama lain, mungkinkah ada hubungannya baik antara amalan saleh dengan non muslim? Suatu masalah serius yang membutuhkan kejelasan pasti.  

Berkenaan dengan hal tersebut, hukum wakaf muslim kepada non muslim, atau sebaliknya, wakaf dari non muslim kepada muslim para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama mengatakan sah dan sebagian berpendapat tidak sah. Untuk lebih jelasnya mari kita simak penjelasan  berikut.  

Dalam bukunya Wakaf Kontemporer, Dr. K.H. Fahrurazi, Lc, MA, Pimpinan Pesantren Modern dan Tahfiz Darul Ummah Tangerang Banten menulis, dalam ketentuan berwakaf, tidak disebutkan syarat bagi wakif harus beragama Islam, sedangkan nazhir disyaratkan wajib beragama Islam. Mengenai hal ini, maka timbullah perbedaan pendapat para ulama fikih. 

Fahrurazi bahwa, para ulama dari empat mazhab berpendapat sahnya wakaf dari non muslim dzimmi, yaitu non muslim yang hidup di sebuah wilayah atau negara muslim yang mendapat perlindungan dan keamanan atas dirinya dan hartanya sebagai pembalasan dari pembayaran pajak perorangan berdasarkan keabsahan dan alasannya. 

Adapun alasan pertama,  karena non muslim dzimmi bersekutu dengan muslim dalam kecakapan hukum untuk memberi sumbangan. Kecakapan hukum menjadi  syarat yang harus ada pada wakif, yaitu berakal sehat, dewasa, dan tidak terhalang perbuatan hukum. Alasan kedua, kaidah umum dalam muamalat dan transaksi keuangan menyebutkan, hukum-hukum Islam diberlakukan kepada non muslim dzimmi, kecuali dalam hal khamar dan babi. 

Fahrurazi menulis, wakaf dari non muslim tidak berbeda dengan wakaf muslim, hanya saja wakaf non muslim tidak mengikat dan boleh membatalkannya.  Hal ini sesuai dengan pendapat ulama Malikiyyah Qadhi Iyadh, dengan alasan bahwa wakaf sebagai qurbah, yaitu mendekatkan diri kepada Allah Swt dan qurbah tidak sah dari non muslim dzimmi serta akad mereka tidak mengikat. 

Berkaitan denga ha tersebut, jika kita sebutkan mengenai pahala, maka non muslim tidak akan mendapatkan pahala apa-apa, karena mereka tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang mereka berikan hanyalah berupa bantuan kemanusiaan, tetapi dianggap sah dalam Islam. Berdasarkan hal tersebut, maka keempat mazhab yaitu Maliki, Syai'i, Hanbali dan Hanafi menganggap wakaf adalah tindakan keuangan, sehingga tidak ada perbedaan apakah dari muslim atau non muslim, asalkan tidak digunakan untuk kemaksiatan yang menentang akidah dan syariat Islam.  

Seorang non muslim yang  berwakaf untuk masjid sebagai bentuk ibadah serta ketaatan menurut Islam, tetapi bukan menurut agama yang dianut wakif. Dalam persoalan ini ada dua pendapat ulama. Menurut Imam Hanafi, Hanbali dan sebagian ulama Syafi'i berpendapat, wakafnya tidak sah, karena harta non muslim tidak boleh disalurkan untuk hal-hal yang dianggap sebagai qurbah.    

Sedangkan menurut ulama Syafi'i dan Hanbali wakafnya sah, karena wakaf non muslim sah penyalurannya untuk kepentingan umat Islam. Hanya saja, nazdir  yang mengelola wakaf non muslim harus beragama Islam, karena urusan ibadah umat Islam harus diatur oleh orang Islam. Tidak boleh ada simbul agama lain di masjid, sebagai penerima manfaat wakaf yang diperoleh dari non muslim.

Menurut Fahrurazi, Ibnu Qayyin dalam bukunya Hukum Ahli Dzimmah mengatakan, hukum wakaf non muslim sah. Berpedoman sebagaimana yang dilakukan Shafiyah binti Huyay, istri Rasulullah saw, ia berwakaf kepada saudaranya yang masih beragama Yahudi. Meskipun sebagian pendapat ulama Syafi'i mengatakan itu tidak sah, karena tidak ada qurbah. 

Untuk menengahi persoalan  tersebut, para ulama  menetapkan batasan untuk wakaf non muslim dengan syarat-syarat dan ketentuan sebagai berikut, tidak sah wakaf Al-Quran untuk non muslim dzimmi, karena diantara syarat mauquf 'alaih adalah yang boleh memilikinya, sedangkan non muslim tidak boleh memiliki Al-Quran.  

Batasan kedua, tidak sah wakaf non muslim dzimmi jika tujuannya untuk maksiat, meskipun sebenarnya wakaf muslim juga demikian. Batasan ketiga wakaf untuk non muslim dzimmi makruh hukumnya, jika mereka bukan fakir miskin. Hal ini untuk memastikan qurbah bagi mauquf 'alaih.

Begitu berfariasinya  pendapat para ulama dalam menetapkan perkara ini, karena Islam sangat memperhatikan kebersamaan dan berusaha mewujudkannya melalui hukum-hukum yang praktis dan realistis. Kebolehan wakaf non muslim untuk menguatkan kerja sama kemanusiaan antara muslim dan non muslim. 

Demikian pentingnya hubungan baik antar manusia dalam bermuamalah, sehingga dapat berinteraksi diantara sesama manusia meskipun berbeda agama. Dari itu dapat kita ambil hikmah, bahwa Islam menganjurkan umatnya saling bekerja sama. Dengan yang berbeda agama saja diperbolehkan, apalagi yang satu agama. Mari tingkatkan persatuan dan kesatuan Islam dengan saling peduli dan berbagi dalam bentuk wakaf.

Editor: Sayed M. Husen

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top