lamurionline.com -- Labuhanbatu Utara, 19 Februari 2025 -- Penggunaan Dana Desa seharusnya diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia, serta penanggulangan kemiskinan. Hal ini dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa dan harus berpedoman pada pedoman teknis yang ditetapkan oleh bupati/walikota.

Dana Desa dapat digunakan untuk membiayai kegiatan di luar prioritas setelah mendapat persetujuan bupati/walikota, dengan syarat bahwa kebutuhan prioritas telah terpenuhi, termasuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Secara ideal, Dana Desa digunakan untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan pelayanan publik, serta mendukung berbagai program yang bermanfaat bagi masyarakat desa.

Namun, situasi di Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) menunjukkan indikasi yang mencurigakan dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa (ADD) tahun 2022. Sejumlah temuan menunjukkan adanya kejanggalan dalam penggunaan anggaran tersebut. Salah satu aktivis Sumatera Utara, Ridho, yang juga merupakan putra asli Labura, menyampaikan keprihatinannya terkait dugaan penyalahgunaan ADD.

Dari hasil investigasi di lapangan serta laporan masyarakat, ditemukan bahwa hampir di 64 desa di Labura, ADD digunakan untuk pengadaan Perpustakaan Digital dengan anggaran sebesar Rp 25 juta per desa, yang jika dikalkulasikan mencapai miliaran rupiah. Ironisnya, perpustakaan tersebut tidak dapat diakses oleh masyarakat dan terindikasi sebagai proyek fiktif. Seperti yang dikatakan Ridho, "Perpustakaan Digital ini hanya terdengar namanya, tetapi tak bisa dirasakan manfaatnya, apalagi digunakan. Ini benar-benar seperti Perpustakaan Hantu."

Seharusnya, Perpustakaan Digital dapat diakses oleh masyarakat Labura untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), memperluas wawasan keilmuan, serta meningkatkan literasi masyarakat desa terhadap perkembangan zaman. Namun, kenyataannya, proyek ini hanya sebatas angan-angan tanpa realisasi yang nyata.

Atas temuan ini, kami akan berkoordinasi dengan Aparat Penegak Hukum. Jika Inspektorat tidak mampu mengungkap dugaan tindak pidana korupsi ini, kami siap membawa kasus ini ke tingkat yang lebih tinggi, seperti Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dan Kepolisian Daerah Sumatera Utara, dengan bukti-bukti yang telah kami kumpulkan.

Sebagai mahasiswa, yang merupakan agen perubahan, kami tidak ingin kampung halaman kami dikotori oleh oknum kepala desa yang korup. Dugaan korupsi ini sudah berlangsung sejak 2022, namun hingga 2025 belum juga terungkap. Ada pertanyaan besar yang harus dijawab: mengapa tidak ada tindakan dan evaluasi internal? Apakah ada sesuatu yang disembunyikan antara kepala desa dan Inspektorat Labura?

Kami mengingatkan kembali kepada Inspektorat Labura: jika tidak mampu mengungkap dugaan tindak pidana ini, maka kami sendiri yang akan membawa perkara ini ke ranah hukum. Pemerintah pusat saat ini tengah melakukan efisiensi anggaran untuk menyelamatkan uang negara dari tangan-tangan korup. Jangan sampai segelintir oknum kepala desa di Labura menjadi penghambat cita-cita pemerintah dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dari korupsi. (**)

Hidup Mahasiswa!
Hidup Masyarakat Labura!

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top