Oleh: Hadi Irfandi
Teori Kejahatan dan Realita yang Bertolak–belakang
Padahal, kalau kita jujur dan mau melihat lebih dalam, konsep “Fraud Triangle” yang dikembangkan oleh Donald Cressey menunjukkan bahwa kejahatan biasanya muncul dari tiga elemen utama: tekanan, kesempatan, dan pembenaran. Artinya, kita tidak bisa menyederhanakan kejahatan menjadi “karena dia laki-laki”.
Namun dalam praktiknya, masyarakat sering kali lebih cepat menunjuk laki-laki sebagai pelaku kejahatan. Bahkan dalam banyak pemberitaan, laki-laki hampir selalu diasosiasikan dengan kekerasan, penipuan, atau kriminalitas. Lalu, ketika pelakunya ternyata perempuan, kasusnya hanya berhenti sampai meja hijau kemudian ditelan bumi atau mencari-cari alasan pembelaan dengan malah mengagumi fisik sang pelaku. Ini menunjukkan betapa kuatnya bias sosial dalam menilai siapa yang mungkin dan tidak mungkin berbuat jahat.
Elizabeth Holmes: Ketika Kepercayaan Jadi Alat Kejahatan
Kasus Elizabeth Holmes, pendiri Theranos, perlu diangkat kembali karena tergolong bukti nyata bahwa kejahatan tidak mengenal gender. Pada tahun 2022, Holmes divonis bersalah karena menipu investor, dokter, dan pasien melalui produk teknologi medis yang ternyata belum terbukti berfungsi.
Holmes memanfaatkan penampilannya—perempuan muda, cerdas, dan karismatik—untuk membangun narasi penyelamat dunia kesehatan. Ia menurunkan nada suara agar terdengar lebih tegas dan profesional, menciptakan citra diri yang kuat namun palsu. Kepercayaannya pada publik dijadikan senjata untuk menipu investor besar dan menyembunyikan kebenaran dari masyarakat.
Situs ILA Global Network mencatat bahwa dewan direksi Theranos berisi tokoh-tokoh elite yang tidak memiliki latar belakang ilmiah. Ini membuat pengawasan internal menjadi sangat lemah. Holmes pun mampu membungkam kritik, menekan pegawai, dan menciptakan lingkungan kerja yang penuh tekanan dan manipulasi. Tidak ada ruang untuk mempertanyakan, apalagi membongkar kebohongan. Diungkapkan, Holmes memerintahkan siapa pun yang tak nyaman dengan visinya—yang terus berubah-ubah—untuk keluar dari perusahaan.
Fraud Triangle: Semua Unsur Ada dalam Theranos
Dalam kasus Theranos, semua unsur dalam fraud triangle terlihat sangat jelas: tekanan dari harapan publik dan investor, peluang yang muncul karena pengawasan lemah dan jaringan elite, serta pembenaran bahwa kebohongan ini demi “inovasi besar” yang akan menyelamatkan dunia.
Akibatnya, investor kehilangan lebih dari 700 juta dolar, tapi yang lebih mengkhawatirkan adalah dampak terhadap pasien. Ada perempuan yang mendapat hasil tes positif palsu untuk kanker, dan seorang calon ibu yang didiagnosis keguguran padahal kandungannya sehat. Ini bukan sekadar penipuan bisnis—ini kejahatan yang berdampak pada nyawa manusia.
Mengapa Kita Buta terhadap Kejahatan Perempuan?
Masyarakat kita masih percaya bahwa perempuan “tidak mungkin jahat.” Ada kecenderungan untuk mengasumsikan bahwa jika seorang perempuan melakukan kesalahan, pasti ada alasan tragis di baliknya. Mitos ini melemahkan upaya keadilan dan membuat kita lengah terhadap manipulasi yang dilakukan secara halus dan terstruktur.
Kita tidak sedang menyerang gender, tapi sedang mengajak untuk jujur. Karena setiap kali kita menyamaratakan siapa yang mungkin jahat berdasarkan jenis kelamin, kita sedang membangun sistem bias yang membahayakan semua pihak—laki-laki maupun perempuan.
Mengakhiri Stereotip: Bukan Soal Siapa, Tapi Kenapa
Menghapus stereotip yang menilai kejahatan sebagai milik laki-laki adalah sebuah proses yang tidak dapat diselesaikan dalam semalam. Ini adalah upaya yang memerlukan keberanian dari kita semua untuk mengubah cara berpikir dan berbicara yang sudah terlanjur terbentuk. Stereotip dimulai dari hal-hal kecil, seperti percakapan ringan di warung kopi, status media sosial, hingga pesan dalam grup WhatsApp keluarga. Setiap kali kita dengan ringan mengatakan, “Yah, pasti laki-laki,” kita tanpa sadar ikut menanamkan stigma, yang berkembang menjadi tuduhan dan diskriminasi.
Kasus Elizabeth Holmes adalah contoh nyata betapa bias terhadap perempuan masih mendalam. Di Theranos, Holmes berhasil memanfaatkan stereotip bahwa perempuan muda tidak mungkin melakukan kejahatan. Ia membangun citra diri yang karismatik dan jujur, sementara di balik itu tersembunyi kebohongan yang merugikan banyak orang. Ini menunjukkan bagaimana stereotip bisa menutupi kenyataan dan membiarkan kejahatan tersembunyi.
Langkah pertama adalah membiasakan diri menyuarakan pendapat yang mungkin tidak populer. Saat teman bercanda dengan kalimat seperti, “Laki-laki emang suka bikin masalah,” kita bisa dengan tegas mengatakan, “Tapi nggak semua kok. Ada juga perempuan yang bisa lebih manipulatif.” Komentar kecil seperti ini penting untuk melawan arus besar bias yang terus berkembang.
Selanjutnya, kita harus lebih berani mendengarkan suara-suara yang selama ini disenyapkan: laki-laki yang menjadi korban kekerasan, perempuan yang menjadi pelaku, dan kejahatan yang dilakukan tanpa memandang jenis kelamin. Kejahatan itu soal luka, bukan kelamin. Penyembuhan dimulai dari keberanian kita untuk melihat kenyataan tanpa kacamata bias.
Referensi:
Cressey, D. (1953). Other People's Money: A Study in the Social Psychology of Embezzlement.
Egan, M. (2022). Elizabeth Holmes Sentenced to 11 Years in Prison for Theranos Fraud. CNN.
Hals, T. (2022). U.S. Jury Finds Theranos Founder Elizabeth Holmes Guilty on Four Fraud Counts. Reuters.
Tourish, D. (2023). ILA Global Network Report on Organizational Leadership Failures in Theranos.
Penulis lepas dan kontributor di LamuriOnline - Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam, UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
0 facebook:
Post a Comment