Oleh: Supiati, S. Ag., M. Sos

Sekretaris PD IPARI  Kota Banda Aceh


Di tengah derasnya arus informasi dan ledakan konten digital, penyuluh agama tidak lagi bisa hanya mengandalkan metode dakwah konvensional. Masjid, majelis taklim, dan forum-forum tatap muka tetap penting sebagai pilar tradisi, tetapi dunia digital telah menjadi medan dakwah baru yang tak kalah strategis—bahkan lebih mendesak untuk diisi. Karena itu, penguatan strategi komunikasi, khususnya melalui media sosial dan platform digital, bukan sekadar pilihan, melainkan tanggung jawab zaman bagi para penyuluh agama.

Ketimpangan Kehadiran di Ruang Digital

Ironisnya, dari sekitar 55.000 penyuluh agama yang tersebar di seluruh pelosok negeri, hanya sebagian kecil yang benar-benar aktif berdakwah melalui media sosial. Padahal, ruang digital kini menjadi tempat utama generasi muda menggali informasi, mencari pegangan hidup, bahkan membentuk nilai dan jati diri. Celah inilah yang sering dimanfaatkan oleh narasi-narasi destruktif: konten hoaks, ujaran kebencian, radikalisme digital, hingga budaya hedonisme dan permisif yang dikemas dalam visual menarik dan viral.

Sementara penyuluh agama, yang sejatinya memiliki tugas utama membina umat, membumikan nilai-nilai moderat, dan membentengi masyarakat dari krisis moral, belum optimal hadir di ruang digital tersebut. Padahal dalam konteks sosial saat ini—dengan tingginya angka perundungan, perceraian, penyalahgunaan narkoba, intoleransi, dan krisis identitas di kalangan remaja—peran penyuluh menjadi semakin sentral sebagai agen pencerah dan pendamping spiritual masyarakat.

Memperluas Tugas Fungsi Penyuluh Agama di Era Digital

Secara fungsional, penyuluh agama memiliki tugas sebagai komunikator keagamaan, motivator sosial, fasilitator kehidupan beragama, dan jembatan antara umat dan negara. Di era digital, seluruh fungsi ini perlu diaktualisasikan melalui pendekatan komunikasi yang modern, cepat, dan terukur. Contohnya:

a. komunikator keagamaan, penyuluh bisa rutin menyampaikan tausiah singkat dalam bentuk video reels, menulis refleksi harian yang menyentuh di Facebook atau blog, hingga merespons isu viral dari perspektif agama yang moderat.

b. Sebagai motivator sosial, penyuluh dapat menyampaikan konten inspiratif yang membangun optimisme, mendorong etos kerja, dan menanamkan nilai tanggung jawab sosial berbasis ajaran agama.

c. Sebagai fasilitator, mereka bisa memanfaatkan grup WA, Telegram, atau YouTube sebagai ruang interaksi komunitas, tempat konsultasi keagamaan, hingga forum penyuluhan keluarga.

d. Sebagai penghubung umat dan negara, penyuluh bisa menjadi penyambung pesan program-program strategis keagamaan pemerintah (moderasi beragama, pencegahan radikalisme, penguatan keluarga, dll.) dengan gaya yang komunikatif dan mudah dipahami.

Bekal Penting Dakwah Digital

Untuk menjawab tantangan itu, para penyuluh perlu membekali diri dengan tiga modal utama:

1. Literasi Digital yang Kuat

Menguasai cara kerja algoritma media sosial, memahami pola konsumsi digital masyarakat, dan memiliki kecakapan keamanan digital menjadi hal yang mutlak. Tanpa kemampuan ini, konten dakwah akan tenggelam di tengah kebisingan dunia maya.

2. Kreativitas Komunikasi

Dakwah digital harus dibalut dengan pendekatan yang kekinian, komunikatif, dan menyentuh. Desain grafis yang menarik, storytelling yang menyentuh, serta gaya bahasa yang membumi adalah kunci menjangkau hati audiens.

3. Kolaborasi dan Sinergi

Penyuluh perlu membangun jejaring dengan komunitas digital, content creator muslim, bahkan pelajar atau santri yang aktif di media. Kolaborasi lintas usia dan latar belakang akan memperkaya bentuk dan jangkauan dakwah.

Membangun Ekosistem Dakwah Digital

Peran pemerintah dan institusi keagamaan juga sangat penting. Transformasi strategi dakwah nasional harus mencakup:

Pelatihan literasi digital dan produksi konten untuk penyuluh secara berkelanjutan.

Pemberian insentif dan fasilitas, seperti kuota internet, perangkat teknologi, dan platform dakwah khusus penyuluh.

Mentoring dan kurasi konten, agar konten penyuluh tetap sesuai nilai-nilai moderasi beragama dan tidak keluar dari koridor etik.

Penyuluh Sebagai Benteng Sosial Spiritual

Di tengah gejala fragmentasi sosial, krisis keluarga, degradasi moral, dan polarisasi politik yang semakin tajam, kehadiran penyuluh agama sangat dibutuhkan bukan hanya di panggung fisik, tetapi juga di panggung digital. Merekalah yang bisa menghadirkan nada teduh, suara akal sehat, dan pencerahan batin dalam masyarakat yang mudah terbakar oleh provokasi atau terombang-ambing oleh kecemasan zaman.

Dakwah hari ini bukan hanya tentang apa yang disampaikan, tetapi bagaimana dan di mana kita menyampaikannya. Dunia digital adalah ladang dakwah yang luas, dan umat menanti suara kebaikan yang bisa mereka percaya. Mari, para penyuluh agama, ambil bagian dalam revolusi dakwah digital. Jadilah pelita yang tak hanya menerangi masjid, tapi juga setiap ruang hati yang haus makna—di jagat nyata dan di jagat maya.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top