Oleh: Dr. Jauhari Hasan
Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Surat Al-Kautsar adalah surat terpendek dalam Al-Qur’an, namun mengandung pesan yang sangat mendalam. Allah Swt berfirman: "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak (al-Kautsar). Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (dari rahmat Allah)." (QS. Al-Kautsar: 1–3)
Dari ini dapat kita pahami dua bentuk ibadah utama sebagai wujud syukur atas nikmat Allah yang tak terhingga, yaitu: shalat dan berkurban.
Allah swt telah memberikan kita nikmat yang tidak terhitung jumlahnya, sebagaimana dalam firman-Nya: "Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya." (QS. Ibrahim: 34)
Di antara nikmat tersebut adalah nikmat penglihatan, pendengaran, kesehatan, dan waktu. Seorang mukmin sejati akan menggunakan semua nikmat ini dalam kebaikan. Mata digunakan untuk melihat yang halal, telinga untuk mendengar yang bermanfaat, lisan untuk berkata yang baik, dan akal berpikir positif serta mendekatkan diri kepada Allah.
Salah satu cara paling utama mensyukuri nikmat Allah Swt dengan mendirikan shalat. Shalat tiang agama dan penopang kehidupan spiritual seorang Muslim.
Nabi Muhammad saw bersabda: "Pokok urusan (agama) adalah Islam, dan tiangnya adalah shalat." (HR. Tirmidzi, hasan shahih)
Dalam wasiat terakhir Rasulullah saw menjelang wafat, beliau bersabda: "Perhatikanlah shalat, perhatikanlah shalat, dan juga terhadap hamba sahaya kalian." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Pesan Rasulullah saw ini menegaskan, shalat harus dijaga, karena ia adalah kunci agar seluruh ibadah lainnya tidak menjadi sia-sia.
Allah swt berfirman: "Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar." (QS. Al-‘Ankabut: 45)
Selain shalat, Allah saw memerintahkan kita berkurban sebagai bentuk syukur: "Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah." (QS. Al-Kautsar: 2)
Ibadah kurban telah disyariatkan sejak masa Nabi Ibrahim. Dalam kisahnya, ketika beliau diperintahkan menyembelih putranya Ismail, Allah mengganti dengan hewan sembelihan yang besar. Sejak saat itu, kurban menjadi syariat yang mulia.
Allah berfirman: "Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar." (QS. Ash-Shaffat: 107)
Tujuan kurban, menyembelih hewan sekaligus mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan ikhlas. Allah menegaskan: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kalian." (QS. Al-Hajj: 37)
Karena itu itu, mari kita mensyukuri seluruh nikmat Allah Swt, nikmat duniawi maupun ukhrawi, dengan memperbaiki ibadah kita, terutama shalat dan kurban. Laksanakan keduanya dengan penuh keikhlasan. Dalam pelaksanaan kurban, perhatikan adab dan tata cara penyembelihan yang sesuai syariat.
Sebagaimana filosofi kurban pada masa Nabi Ibrahim, Islam mengajarkan bahwa pengorbanan tidak boleh menyakiti sesama manusia. Sebaliknya, ia harus melahirkan cinta, ketundukan, dan kedekatan kepada Allah Swt.
(Disarikan oleh Sayed Muhammad Husen dari Khutbah Idul Adha di Masjid Asy-Syuhada Lampanah, 6 Juni 2025)
0 facebook:
Post a Comment