Oleh: Saifuddin A. Rasyid

(Akademisi UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Bendahara ICMI Aceh)


Video yang memperlihatkan Zohran Mamdani, kandidat kuat  walikota New York, itu awalnya biasa saja. Tidak terlalu menyita perhatian publik. Tetapi komentar presiden Trump menjadikan perhatian masyarakat dan media Amerika terhadap video itu “meledak”.

“Look the way he eats”, kata Trump dalam satu sesi pertemuan media. Trump menyebut Mamdani tak memperlihatkan kapasitas yang sesuai untuk memimpin di New York. Dia tidak cocok dengan standar Amerika. 

Video singkat berdurasi tak sampai setengah menit itu memperlihatkan Mamdani sedang duduk di satu lokasi terbuka dan makan nasi dengan tangan kanannya. Nasi yang diambil dari sebilah piring yang ditatang dengan tangan kirinya. Piringpun sederhana. Video itu tidak mengesankan Mamdani sedang makan di suatu acara. Hanya dia sendirian. Dia terkesan menikmati makanannya. 

Warga dan media sontak menangkap itu sebagai isu seksi. Seorang perempuan muda yang tampak terdidik, seperti ditayang media, dengan sangat lantang mengatakan “adakah standar tidak makan dengan tangan di Amerika?, bagaimana cara anda makan pizza, burger dan lainnya?”, tanyanya seru. Dia pusing begitu saja dipersoalkan.

Wanita tersebut tampaknya sedang tidak menangkap substansi ejekan yang sedang dialamatkan ke Mamdani. Seperti terkesan dari komentar sekelompok orang, Trump ingin menyebut Mamdani uncivilized, dengan melihat dari cara dia makan. Kurang terdidik, berasal dari latar belakang budaya tertinggal, dunia ketiga. 

Dengan begini Trump langsung tertuju ingin menonjok kawasan belahan dunia tertentu yang terbiasa makan nasi dan makan dengan tangan. Sebut saja beberapa negara di Asia seperti India, negara tempat Mamdani berasal, walau dia lahir di Nepal dan hijrah ke Amerika dibawa orang tuanya pada umur tujuh tahun. Warga masyarakat timur tengah yang mayoritas muslim, seperti kita di Indonesia, juga umumnya makan dengan tangan dan sebagian besar juga terbiasa makan nasi. 

Ejekan Trump yang sangat beresiko menyinggung warga belahan dunia tertentu dan memecah belah warga Amerika itu disambut cepat oleh kelompok anti Islam. Ada kemudian yang secara eksplisit menyebut cara makan nasi dengan tangan itu budaya “muhammadanism”, tidak cocok di Amerika. Note: Muhammadanism adalah sebutan para orientalis untuk Islam.

Clash Of Civilization

Heboh cara makan Mamdani ini sudah lari terlalu jauh. Dari hanya sekedar makan sudah bergeser menohok budaya dan peradaban. 

Samuel P. Huntington, ilmuan Amerika asal New York, dalam bukunya “Clash Of Civilization” (1996) bahwa dengan kejatuhan Uni Soviet pada Desember 1991 maka, musuh barat kemudian berpindah ke Islam. 

Tesis Huntington itu hari ini memang tak terlihat seluruhnya benar oleh karena ternyata Rusia dan beberapa negara sosialis seperti Cina dan Korea Utara — yang konon tak dapat secara langsung diasosiasikan dengan Islam — masih merupakan kekuatan kuat yang berhadapan dengan barat, khususnya Amerika. Sementara negara negara muslim di kawasan timur tengah menjadi sahabat barat.

Itu bila ditilik dari sudut pandang Islam sebagai teologi dan politik. Tetapi sudut pandang Islam sebagai peradaban menjelaskan secara gamblang ketertinggalan kita. Disinilah tesis Huntington dapat dimaklumi.

Positif dan Moderat

Terhadap ejekan yang bertiup ke arah dirinya Mamdani positif dan bersikap moderat. Tak terlihat ekspresi tertekan dan tak memberi respon negatif dan berlebihan. Sepertinya dia sudah memperkirakan adanya gelombang reaksi miring lawan politik dan “musuh Islam” terhadap video cara makan ala Nabi saw yang dipraktikkannya. Video itu boleh jadi sengaja diunggah untuk menguras emosi publik sebagai bagian dari kampanyenya menjelang pilkada. Dan itu positif untuk orang semakin ingin tahu dan mendalami Islam, termasuk manfaat makan dengan tangan kanan. Bahwa praktik itu baik dan bukan uncivilized. 

Dari kacamata moderasi beragama nilai Mamdani nyaris sempurna, mendekati seratus. Dia telah berperilaku menghargai dan menempatkan warga pemeluk agama berbeda dengan sangat baik. Tidak ada narasi permusuhan. Dia tampak “cair” dalam penampilannya dengan apapun latar belakang agama dan warna kulit warga New York. Dia pun telah berbicara mengenai latar belakang budaya konstituennya dengan sangat moderat. Tak sedikitpun terlihat pada dirinya sikap dan perilaku radikal. Meskipun ada narasi lawan yang mendorong publik untuk mengaitkan dirinya dengan contoh peristiwa 9/11. 

Sementara Trump dan warga Amerika yang benci telah sangat terang terangan memperlihatkan sikap dan perilaku radikal dan angkuh dengan mengedepankan perbedaan secara tajam, memprovokasi orang ke arah kebencian dan menghina budaya yang berbeda dengan standar budaya Amerika.

Memang dua keadaan itu telah menyebabkan publik terbelah: moderat dan radikal. Tetapi warga Amerika tampak makin mencintai Mamdani. Banyak warga makin terbuka dan meninggalkan islamophobia. Sementara disisi lain perlawanan terhadap Trump datang dari beberapa negara bagian, seperti California, disamping arus perhatian dan dukungan publik diperkirakan makin menguat ke Mamdani. Wallahu a’alam.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top