Oleh: Saifuddin A. Rasyid

Akademisi FAH UIN Ar-Raniry Banda Aceh

Sembilan puluh delapan atau hampir 100 tahun yang lalu, tepatnya tahun 1349 H atau 1930 M, Al-Manar Mesir, penerbit majalah dan buku buku gerakan pembaruan pemikiran dan pergerakan Islam besutan Sayid Muhammad Rasyid Ridha, menerbitkan satu buku karya Syech Syakib Arsalan yang sangat viral dan menginspirasi pergerakan pendidikan dan dakwah di dunia Islam kala itu dan masih relevan sampai saat ini. Buku itu berjudul Mengapa Umat Islam Mundur dan Mengapa Umat Lainnya Maju (limaza taakharal muslimun wa limaza taqaddama ghairuhum). 

Rasyid Ridha (1865-1935) adalah ulama pembaharu melanjutkan misi Pan Islamisme yang digerakkan Jamaluddin Al-Afghani (1838-1897) dan Muhammad Abduh (1849-1905) untuk memelopori pembaruan pemikiran dan pergerakan dan persatuan Islam abad ke 19-20 M atau 14 H. Kala itu umat Islam tertinggal jauh terjatuh dalam kemunduran dan dijajah oleh negara negara barat terutama pasca keruntuhan khilafiah Usmaniyah di Turki awal abad ke 20.

Ide buku itu muncul dari kegelisahan seorang ulama nusantara, Syech Muhammad Basyuni Imran, qadhi kerajaan Sambas di Kalimantan. Pada tahun 1929 Basyuni mengirim surat berisi tiga pertanyaan menggelitik ke majalah Al-Manar. Pertama, mengapa umat Islam, khususnya dunia Islam, mundur? Kedua, hal apa yang menyebabkan umat lain khususnya di Barat maju? Ketiga, bagaimana kita mengejar ketertinggalan agar mampu menyamai kemajuan mereka tanpa merusak ajaran islam?

Menerima pertanyaan Basyuni tersebut Rasyid Ridha menyerahkannya kepada Syakib Arsalan untuk dijawab. Maka terbitlah jawaban berseri Arsalan dalam beberapa edisi majalah Al-Manar pada waktu itu, yang kemudian diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1930.

Kemajuan Hakiki dan Semu

Umat Islam mengalami kemajuan hakiki pada masa awal kebangkitan sejak abad ketujuh dibawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan para khulafaurrasyidin. Kemajuan berlanjut pada masa kekhalifahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyah dan seterusnya sampai terjadi polarisasi sistem kepemimpinan umat islam dan kemunduran dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan peradaban.

Dari pengalaman itu kemajuan dan kekuatan umat Islam dicapai dengan cara mendekat kepada Allah dan mengikuti ajaran Islam dengan benar. Syakib Arsalan menukilkan dari pengalaman sejarah bahwa umat Islam menjadi lemah dan tertinggal ketika menjauhi ajaran Islam, Alquran dan sunnah Nabi SAW. 

Maka Arsalan dalam bukunya itu menawarkan konsep utama kembali meraih kemajuan dengan cara tetap dekat dengan ajaran Islam, mendalami dan menjalankan Alquran dan Sunnah Nabi dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat dan bernegara.

Di sisi lain kaum kuffar, yang dalam termonologi Arsalan disebut Barat, maju karena mereka menjauhi dan meninggalkan ajaran agama mereka. Untuk mencapai kemajuan mereka merusak sendi sendi ajaran agama mereka, mengubah kitab suci, meninggalkan ritual dan tempat ibadah. Mereka menempuh jalan sekuler yang bahkan bertentangan dengan ajaran agama.

Masyarakat barat meninggalkan agama dan meraih kemajuan dengan cara itu, bagi kita itu adalah istidraj, yaitu pembiaran dari Allah sampai mereka akan melihat kerugian yang besar pada waktunya. Tetapi bagi kaum muslimin dengan terus mendekat dan committed dengan Islam secara kuat makin mendekatkan mereka kepada kemajuan yang sesungguhnya, dan kemenangan hakiki. Yaitu kemajuan dan kemenangan yang tidak meniadakan Allah SWT dan RasulNya Muhammad SAW.

Sebagai catatan Arsalan dengan panjang lebar dan tajam membahas perkembangan berbagai aspek dari Islam, keadaan, dan memotivasi pembaca dengan fakta fakta kontekstual yang memperhadapkan kaum muslimin dengan barat dalam spirit untuk meraih kembali kemajuan islam dan kemenangan kaum muslimin. 

Evolusi yang Dipercepat

Prof BJ Habibie (BJH), pada sekira awal tahun 1996, kala itu selaku Menristek dan Ketua Umum ICMI. Beliau memperkirakan umat Islam tertinggal sekitar dua puluh tahun dari Barat, khususnya dalam bidang teknologi. Dalam diskusi kecil penuh semangat gaya BJH di tepi kolam renang bagian ruang belakang kediaman beliau, menyampaikan bahwa umat Islam harus meraih kembali intan yang hilang. Kita pernah berjaya dan memimpin dunia dengan spirit agama dan kemajuan ilmu pengetahuan. 

Kita punya modal yang kuat untuk kita kelola, tetapi kita harus punya cara, kata beliau malam itu. Kami menikmati terus teh dan pisang goreng. Ibu Ainun Habibie beberapa kali melintas sambil sedikit senyum, sepertinya itu dipahami oleh BJH agar segera menyudahi diskusi yang sudah berlangsung sejam itu dan BJH masih dalam balutan pakaian hangat selepas berenang.

Agak simulatif beliau bertanya, “Bagaimana cara ICMI, agar ICMI bisa tampil di depan dalam hal ini?” Kami berlima yang duduk di hadapan beliau tidak sempat menjawab, beliau langsung dengan cepat memberi pilihan, “Revolusi atau evolusi?” Karena mungkin saya yang paling muda dari kami berlima, BJH menunjuk ke saya untuk menjawab. Saya berpikir sejenak lalu menjawab, “Evolusi, Prof”. Para senior lain disitu tidak diberi kesempatan. 

BJH meminta saya berjalan dari satu tiang ke tiang berikutnya sambil menghitung langkah. Sementara beliau memegang timer. “Balik,” kata beliau. Ketika saya sudah sampai di tiang yang ditunjuk. “Berapa langkah?” tanya BJH sambil melihat timer. “Dua belas, Prof,”  jawab saya. Bapak-bapak yang lain memerhatikan dengan baik simulasi itu. “Sekarang saya jalan, lihat,” kata BJH lagi. Cepat sekali beliau melesat melangkah. Bolak balik. “Ya dua belas, tetapi apa yang membedakan?” kata beliau ketika duduk, “Waktu yang saya gunakan separuh dari yang digunakan Saif, itu bedanya.”

“Ini ICMI. ICMI harus didepan dalam pergerakan cepat,” harap BJH. Beliau masih melanjutkan penjelasan ketika Ibu Ainun kembali melintas. “Ya, perintah diindahkan,”  kata BJH sambil senyum beliau menusuk pandangan ke Ibu Ainun. Ibu Ainun juga senyum, manis sekali. Prof BJH menyampaikan bahwa, “Langkah yang Saif lakukan tadi itu evolusi, langkah normal, waktu normal, dan energi normal.” Tetapi pergerakan yang beliau contohkan adalah evolusi yang dipercepat (accelerated evolution), langkah normal tetapi gerak cepat dengan hemat waktu dan energi yang terukur. 

Saya betul-betul ingat yang Prof BJH sampaikan malam itu, bahwa mengejar ketertinggalan kita tidak perlu revolusi karena akan banyak kerusakan struktur sosial yang harus kita bangun kembali. Tetapi jangan juga evolusi, terlalu santai dan makin jauh tertinggal. Yang perlu kita lakukan adalah evolusi yang dipercepat. 

Editor: Sayed M. Husen

SHARE :

0 facebook:

 
Top