Oleh: Dr. H. Akhyar, S.Ag., M.Ag

Kasi Bimas Islam Kemenag Kota Banda Aceh

Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) ke-37 tingkat Provinsi Aceh tahun 2025 akan digelar di Kabupaten Pidie Jaya pada tanggal 1–8 November 2025. Berbagai persiapan telah memasuki tahap akhir (finishing), termasuk penyelesaian arena utama yang berlokasi di kompleks perkantoran Pidie Jaya, kawasan Kota Meureudu.

MTQ kali ini mengusung tema: Mari Kita Tingkatkan SDM Qur’ani yang Unggul Menuju Aceh Islami, Pidie Jaya Mesyuhu.

Kabupaten Pidie Jaya yang bermotto “Peugah Lage Buet, Peubuet Lage Na” akan menjadi tuan rumah bagi hampir 2.000 peserta yang terdiri dari qari-qariah, pelatih, dan ofisial dari 23 kabupaten/kota se-Aceh. Mereka akan berkompetisi dalam 8 cabang dan 20 golongan lomba, serta satu cabang eksibisi, yaitu hafalan hadis.

Al-Qur’an dan Tanggung Jawab Menjaganya

Al-Qur’an kalam (firman) Allah yang mengandung mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, ditulis dalam mushaf, disampaikan secara mutawatir, dan menjadi ibadah bagi siapa pun yang membacanya. Definisi ini menunjukkan keistimewaan Al-Qur’an dibandingkan dengan kitab atau bacaan lainnya.

Allah Swt menegaskan dalam Surah Al-Hijr ayat 9: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”

Allah tidak menyebutkan secara spesifik di mana Al-Qur’an itu dijaga, apakah termasuk di Indonesia atau tidak. Dalam ayat tersebut, Allah menggunakan kata ganti “Nahnu” (Kami), bukan “Ana” (Aku). 

Menurut M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah (Jilid 7, hal. 95). Hhal ini menunjukkan bahwa Allah melibatkan makhluk-Nya dalam menjaga kemurnian Al-Qur’an. Malaikat Jibril berperan dalam proses penurunannya, dan kaum Muslimin diberi tanggung jawab memeliharanya.

Artinya, menjaga kemurnian Al-Qur’an adalah tugas seluruh umat Islam. Bila umat lalai, bukan tidak mungkin Al-Qur’an hanya tinggal nama dan tulisan tanpa makna yang hidup dalam hati dan perilaku.

Rasulullah saw telah mengingatkan hal ini dalam sebuah hadis riwayat Imam Baihaqi: “Akan datang suatu masa, di mana Al-Qur’an hanya tinggal rasam (tulisan) saja.” (Sunan Baihaqi, Juz 3, hal. 317).

Menjaga Kemurnian Al-Qur’an

Kesadaran menjaga kemurnian Al-Qur’an telah diwariskan oleh para ulama pendahulu kita. Mereka menanamkan kecintaan terhadap Al-Qur’an melalui berbagai metode, salah satunya Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ).

Secara substansial, MTQ bukan sekadar ajang lomba membaca Al-Qur’an dengan suara indah dan lagu merdu, bukan pula hanya sarana mencari qari/qariah atau hafiz/hafizah terbaik untuk mewakili daerah pada tingkat nasional maupun internasional. 

Lebih dari itu, MTQ merupakan upaya nyata umat Islam untuk menggali nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Al-Qur’an dan menjadikannya pedoman hidup.

Dari waktu ke waktu, cabang-cabang MTQ terus berkembang: mulai dari tilawah dengan tajwid dan lagu, qira’at, tahfiz (hafalan), tafsir, khat (kaligrafi), syarh (penjelasan), hingga penulisan karya ilmiah Al-Qur’an. Semua ini menunjukkan bahwa MTQ adalah wadah pembinaan generasi Qur’ani yang mencintai, memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.

Media Dakwah dan Perekat Umat

MTQ juga menjadi media dakwah yang efektif dalam memasyarakatkan Al-Qur’an di Indonesia. Sejak awal penyelenggaraannya, masyarakat menyambut MTQ dengan antusias. Setiap pelaksanaan MTQ selalu dipadati jamaah karena lantunan ayat-ayat suci membawa ketenangan dan rahmat, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-A’raf ayat 204:

“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”

MTQ juga telah berperan sebagai katalisator kerukunan hidup antar dan intern umat beragama. Contohnya, pada MTQ Nasional X tahun 1977 di Manado, panitia penyelenggara tidak hanya terdiri dari kaum Muslimin, tetapi juga melibatkan saudara-saudara non-Muslim yang dengan bangga turut membantu kegiatan tersebut. Hal ini memperlihatkan bahwa MTQ mampu menciptakan harmonisasi sosial dan persaudaraan kebangsaan.

Menjaga Spirit MTQ

Kejayaan MTQ perlu terus dipertahankan dan ditingkatkan. The power of MTQ harus digerakkan bersama oleh semua pihak agar penyelenggaraannya semakin berkualitas dan berdampak luas. MTQ tidak boleh dipandang semata-mata sebagai ajang kompetisi dan kontestasi, melainkan sebagai sarana penguatan SDM Qur’ani yang berakhlak, berilmu, dan berkontribusi positif bagi masyarakat.

Jika semangat ini terus dijaga, maka Al-Qur’an benar-benar akan meusuhu (tersohor dan hidup) di Tanoh Indatu, Aceh yang kita cintai. Selamat atas terselenggaranya MTQ Aceh ke-37 di Kabupaten Pidie Jaya.

Editor: Sayed M. Husen

SHARE :

0 facebook:

 
Top