Tahun 2012 baru saja kita tinggalkan
dengan berbagai memori dan catatan
kenangan serta pengalaman indah bahkan
mengerikan telah tersimpan, Sekarang kita
sudah berada ditahun 2013. Memasuki
atau memperingati tahun baru merupakan
sebuah peristiwa rutinitas bukan hal yang
aneh dan luar biasa, saat senja terakhir 31
Desember 2012 malampun tiba hampir
semua orang di belahan dunia bersiap
untuk merayakan dan memeriahkannya
d e n g a n r a s a b a n g g a d a n e u p o r i a
berlebihan, hura hura , pekikan dan tawa ,
nyanyian tari ala samba, tiup terompet,
bakar petasan dan lepas kembang api ke
udara, semua itu bahagian dari sipat
kegembiraan menyambut tahun baru.
Itulah sebuah ritual global dimana manusia
di jagad raya ini memilikinya. Kita lihat saja
di bundaran Hotel Indonesia Jakarta , dan
kota kota besar lainnya termasuk di Aceh di
bundaran simpang lima.
Sungguh sangat
sulit untuk mencegahnya seakan kita temui
makna dan tujuan dari kegiatan rutin
tersebut, yang konon katanya menghadapi
kehidupan serta harapan baru. Karena rasa
optimis pun muncul semoga tahun 2013
semua problema dalam kehidupan berjalan
baik dan aman.
Bila kita merujuk pada kitab suci
alqur'an pada surat al purqan ayat 62 ;
tentang proses terjadi pertukaran dari
siang ke malam disebabkan rotasi waktu
yang telah diciptakan Allah. Makhluk Allah
yang tak terlihat itu berjalan sesuai dengan
kodratNya tanpa bisa dicegah oleh
s i a p a p u n , i t u l a h w a k t u s e b a g a i
kesempatan bagi manusia untuk beramal
dan berkarya. Silih bergantinya malam dan
siang sebuah karunia Allah untuk bermain
peran yang baru kearah lebih baik.
Muncul pertanyaan dibenak kita
.! Apa yang kita dapatkan dari nilai akhir
sebuah perayaan ?. Yang ada hanya
memori dan ingatan bahwa kita semakin
berganti hari, berobah tahun, semakin
berganti dan bertambah usia dari muda
menuju tua, ataupun barangkali hanya kita
dapati ucapan indah “ Selamat tahun baru
semoga tahun ini semakin sukses atau
bertambah rezeki atau ucapan manis
lainnya “. Setelah itu semua selesai kita
kembali pada aktifitas sehari hari , bekerja
,makan, istirahat dan tidur tetap kita
hadapi, namun semua tidak ada yang
berubah sementara kita masih hidup biasa
biasa saja dalam keseharian yang
menjemukan.
Menjalani waktu yang baru saja
disambut dengan meriah hanya sekedar
pergantian siang dengan malam tahun
lama dengan tahun baru yang selalu
d a t a n g s e k a l i g u s t e r u s b e r u l a n g .
Sedangkan usia kita melaju bergerak dari
masa lalu ke masa yang akan datang,
bahkan yang kemarin tubuh kita segar
bugar hari ini kulit tipis kering kerontang ,
begitulah bergelut dengan waktu yang
o b j e k t i f i t a s , n i l a i a k h i r h a n y a
meninggalkan pelbagai tekanan jiwa yang
perlahan lahan mengerogoti kondisi
manusia, sampai-sampai tidak mengenal
lagi siapa diri ini sesungguhnya .
Waktu terus berpacu memburu
h i d u p s e c e p a t m u n g k i n d a l a m
menyelesaikan tugas keseharian sebab
kehilangan waktu satu menit saja berarti
kehilangan seribu kesempatan untuk
meraih masa depan, sampai sampai
pepatah Arab mengatakan “ al waktu
kassaif “ waktu adalah pedang, atau pinjam
istilah raja Inggris “ time is money “ waktu
adalah uang. Maka waktu yang berputar
dengan rotasi cepat , kita maksimalkan
penggunaannya jangan berlalu begitu saja
tanpa kegiatan dan tujuan yang bermakna
dalam kehidupan.
Namun, kita sering alpa menyadarinya,
bahwa waktu dengan pengertian seperti yang
disepakati banyak orang sebagai satu ukuran
untuk segalanya. Karena itu menjadi sebuah
keniscayaan bila cara pandang kita tentang
waktu bukan lagi berada diluar diri kita,
bahwa waktu yang hakiki adalah waktu yang
kita alami dan hayati dari dalam diri kita, masih
dalam kerangka subyektif ,waktu kualitatif
yang kita alami secara langsung berdasarkan
kondisi kejiwaan (psikologis). Ia bergulir dan
tak terbagi oleh jenis-jenis penanda waktu
yang namanya jam, kalender dan lain-lain.
Orang bijak menamakannya dengan
waktu ego-apresiatif, yaitu keberlangsungan
waktu yang murni, yang tidak mengenal
urutan masa yang berganti. Seperti silih
bargantinya tanggal, bulan dan tahun. Sebab
waktu murni inilah yang menyingkap bahwa
segala tabir kemanusiaan dan keimanan kita
yang sesungguhnya hanya untuk mengabdi
dan beramal mengharap ridha Ilahi.
Sebagaimana Allah tegaskan dalam surat al
'asri ; Demi masa, sesungguhnya manusia
berada dalam kerugian, kecuali orang yang
beriman dan beramal sholeh, serta saling
menasehati dengan kebenaran dan dalam
kesabaran .”
Dalam konteks ini pula Muhammad Iqbal,
seorang filosof dan penyair terkenal
mendedahkannya dalam sebait puisi “ waktu
Cuma kau ukur dengan siang dan malam
semata/ kau jadikan ukuran itu pengikat hati
tak beriman/ kaulah pembuat iklan kepalsuan
seperti arca-arca/ padahal dulu kau unsur
yang hidup/ kini mati kering mengabu/ kini
kau budak pemuja dusta.”
Menurut hemat penulis, waktu yang
begini adalah saat-saat dimana hidup penuh
makna. Sehingga pemahaman tentang waktu
kita tidak lagi khawatir dengan usia tua atau
masa yang sudah berlalu, tapi berdasarkan
penghayatan tentang kehendak yang
menyelinap di hati kita. tidak lagi mengikuti
waktu diluar diri kita, namun berdasarkan
keputusan kehendak hati. Yakni keputusan
hidup yang benar-benar dijalani tanpa
pengaruh tanggal, bulan atau tahun yang
selama ini kita jadikan pegangan. Perayaan
menyambut tahun barupun bukan lagi
sesuatu yang penting, sebab waktu adalah
milik kita pribadi. “petiklah hikmah dari
rahasia waktu, maka akan kau dapati
keajaibannya.”
Sebagai ungkapan terakhir ,kita ambil
cuplikan sabda Rasulullah SAW tentang;
pergunakanlah waktu yang lima sebelum tiba
lima berikutnya, yaitu waktu hidupmu
sebelum tiba matimu, waktu sehatmu
sebelum tiba sakitmu, waktu sempatmu
sebelum tiba sempitmu, waktu mudamu
sebelum tiba tuamu, waktu kayamu sebelum
tiba miskinmu .