Oleh : Rina Julita

Islam merupakan suatu agama yang madani, yang sangat menjunjung syariat dan kedamaian. Dari semenjak islam itu ada hingga sekarang islam itu selalu menuntut dan mengajarkan umat-umatnya agar selalu berada dalam koridor-koridor keislamannya, agar umatnya tidak tersesat dalam perjalanannya menuju negeri akhirat, karena dalam islam telah diatur dan terdapat nilai-nilai yang baik untuk semua aspek kehidupan serta dalam pelaksanaannyapun telah dicontohkan oleh guru terbaik kita Nabi Muhammad SAW. Begitu juga dengan di Aceh sebagai negeri syariat, telah di tetapkan qanun-qanun untuk menegakkan syariat islam secara kaffah. meskipun banyak mendapatkan penolakan-penolokan dalam pelaksanaannya, yang terpenting perlu kita ketahui pemerintah memiliki niat yang baik menerapkan hal tersebut demi menyelamatkan rakyatnya di dua kampung, yaitu kampung dunia dan akhirat. Namun yang jadi permasalahannya dalam pelaksananaan ajaran-ajaran islam itu sendiri di Aceh semakin hari semakin merosot, dan penegakan syariat islampun terkesan “cilet-cilet” alias panas-panas taik ayam (su uem-su uem ek manok). 

Kenapa hal ini bisa terjadi? Padahal kita berada di negeri islam yang mayoritas penduduknya islam, tetapi mengapa kita dengan mudahnya terpengaruh dengan kaum minoritas dan malah membuat negri kita semakin menyimpang. apa kesalahan kita dan siapa yang patut kita salahkan? Sekarang bukan saatnya lagi kita berdebat, tapi saatnya kita bangun dari mimmpi panjang, jangan hanya berdiam dan terus berhalusinasi Aceh akan menjelma menjadi negeri yang syar’i dan madani seperti Brunai darussalam. Maka dari itu marilah sama-sama kita lakukan perubahan, kita wujudkan Aceh dengan segenap kekhasannya yang religius, mengembalikan marwah serambi mekkah dan baldatun tayyibatun warabbun ghafur yang hanya akan terwujud dengan partisipasi dan kesadaran kita semua sebagai ummat islam. jangan hanya mengharap para penegak syariat saja yang akan berkutik, karena sebesar apapun usaha mereka tidak ada artinya tanpa keikutsertaan kita semua, terutama keikutsertaan para pemuda sebagai agent of change terhadap suatu perubahan dan yang akan memberi warna untuk Aceh di masa yang akan datang. 

Pemuda itu sebagai agent of change merupakan unsur yang penting dalam mewujudkan perubahan, karena peranan pemuda dalam masyarakat itu sangat besar, dan suatu saat seluruh kendali roda pemerintahanpun akan dipegang oleh mereka, mereka yang akan menggantikan pemimpin-pemimpin yang semakin hari semakin tua dan terus pergi meninggalkan kehidupan. Namun apa yang terjadi seandainya pemuda itu rusak, semua sistem akan terganggu dan yang pasti bukan perubahan yang terwujud justru akan membuat keadaan lebih suram dari masa sekarang. 

Perubahan itu perlu, namun perubahan seperti apa yang diharapkan? Tentunya perubahan untuk mewujudkan islam yang lebih syar’i. Jadi kita sebagai pemuda yang merupakan aset bangsa dan dasar dari suatu perubahan, tentu memiliki peranan penting untuk bergerak melakukan perubahan itu, jangan sibuk terlarut dalam modernisasi bangsa Eropa yang bukan membawa ke arah yang lebih baik, justru membuat kita terpuruk dalam revolusi peradaban mereka. Sehingga apa yang terjadi? Islam semakin terkebelakangi, syariat seolah-olah hanyalah pajangan sejarah yang tak diindahkan, yang tersisa hanyalah peradaban yang dipenuhi dengan hiruk pikuk yang tak kunjung selesai, karena modernisasi eropa telah menyibukkan kita dengan hal-hal yang tidak berguna dan jauh dari nilai-nilai keislaman. sedangkan bangsa eropa terus masuk dengan segala misinya dan tertawa terbahah-bahak terhadap kebodohan kita. Mereka rusak syariat melalui para pemuda dengan berbagai pendangkalan-pendangkalan dalam aqidah, menebarkan budaya ikut-ikutan ala mereka pun terus dikembangkan, sehingga kerusakan syariat pun terus terjadi dan kekerasanpun tak dapat dihalau. 

Melakukan perubahan itu merupakan proses yang panjang, sehingga dalam pelaksanaannya para pemuda memiliki tanggung jawab yang cukup besar untuk mewujudkannya, dengan merencanakan berbagai program berbasis iman dan taqwa serta terus memperbaiki diri dan mengembangkannya, agar kita sebagai pemuda islam tidak memiliki nasib yang sama seperti seorang yang berkebanggsaan inggris yang pernah bermimpi merobah dunia. Setiap kita mungkin pernah mendengarkan kisahnya, kisah ketika Ia kecil, Ia bermimpi ingin merobah dunia, namun ketika ia remaja ia tersadar bahwa ia lupa merubah negaranya karena dunia itu terlalu besar, kemudian ia bermimpi ingin merubah negara tetapi lupa ia lupa merubah provinsinya, sampai akhir umurnya dia asyik memikirkan dan merubah orang lain, namun ketika ia tua baru ia tersadar bahwa ia lupa merubah dirinya sendiri, seandainya ia memikirkan dan merubah dirinya dari dulu pasti duniapun akan berubah. 

Memiliki iman yang baik atau menjadi warga negara yang baik adalah suatu hal yang menjadi pilihan dan juga harus kita fikirkan, agar kita tidak terjatuh kedalam era post syariat. Karena era post syari’at adalah suatu ancaman yang cukup besar terhadap kehidupan islam tentunya. Menjadi seorang warga negara yang baik itu perlu, tapi itu semua tak ada arti ketika para pemimpin memiliki keterbatasan pemahaman dalam islam. karena kita takutkan akan terjadi bias syariat dalam penegakan-penegakan peraturan, yang akan berdampak cukup besar terhadap umat, apalagi terhadap pemuda, yang kehidupannya masi dalam proses pencarian jati diri. sehingga akan terbentuk karakter mereka yang tidak sesuai dengan norma-norma islam, serta pemuda itu masi sangat suka dengan hal-hal yang bersifat hura-hura dan keinginannya ingin selalu didukung. Memang tugas pemerintah memenuhi hak setiap warga negaranya, tapi apakah mereka bisa menjamin keselamatan warganya di dua negeri, yakni dunia dan akhirat? Dan pastinya setiap warga akan menakar hak-hak sipil mereka, terutama kaum non islam yang minoritas di dalam pemerintahan islam. Untuk itu memiliki iman yang baik adalah salah satu langkah yang dapat kita tempuh untuk menegakkan syari’at dan merespon suatu masalah. Sehingga perubahan kearah yang lebih baik itu dapat kita wujudkan.
SHARE :
 
Top