Oleh : Ahmad Faizuddin, M.Ed
Kata maulid atau milad dalam
Bahasa Arab berarti hari lahir
(birthday). Ummat Islam
memperingati hari lahirnya Nabi
Muhammad SAW yang jatuh pada 12
Rabiul Awwal menurut penanggalan
Hijriyah. Perayaan ini bukanlah
anjuran dari Nabi SAW, namun
sebagai tradisi yang berkembang
setelah wafatnya beliau sebagai
b e n t u k p e n g h o r m a t a n d a n
kecintaan. Sebagian 'Ulama
m e n g a n g g a p b a i k d a n
menganjurkan Maulid, dan
s e b a g i a n y a n g l a i n
menganggapnya bid'ah dan haram.
Apa hukum dan hikmah Maulid
itu? Benarkah tradisi Maulid ini
d i p o p u l e r k a n o l e h S u l t a n
Shalahuddin al-Ayyubi?
Mayoritas Negara-negara Muslim
mengkhususkan Maulid sebagai hari libur
nasional, kecuali Saudi Arabia. Di
Indonesia, perayaan Maulid di isi dengan
menggelar kenduri, membaca shalawat
Nabi SAW, syair Barzanji dan pengajian.
Di Aceh khususnya, ciri khas Maulid
adalah makan-makan besar dengan
menyembelih lembu dan memasaknya
bersama-sama.
Sementara itu penduduk
M a k k a h h a n y a m e n g u n g k a p k a n
k e b a h a g i a a n m e r e k a
dengan membagi-bagikan
hadiah kepada orang lain.
Bagaimana sebenarnya
asal-usul Maulid itu? Para
a h l i s e j a r a h b e r b e d a
pendapat tentang siapa
y a n g p e r t a m a s e k a l i
merayakan Maulid Nabi
S A W . M a y o r i t a s
masyarakat menganggap
bahwa Sultan Shalahuddin
lah yang pertama sekali membuat Maulid
Nabi SAW, untuk membangkitkan
semangat ummat Islam dalam berjihad
melawan pasukan Salib. Namun beberapa
sejarawan berkata ini adalah “fitnah yang
jahat” terhadap sejarah. Ibnu Khallikan,
Sibth Ibnu al-Jauzi, Ibnu Katsir, al-
Sakhawi, al-Suyuthi dan lainnya sepakat
bahwa Sultan Shalahuddin al-Ayyubi
j u s t r u m e n u m p a s ' U b a i d i y y u n
(Fathimiyyun) yang beraliran Qaramithah
Bathiniyyah (aliran sesat yang memiliki
dasar akidah Yahudi dan
M a j u s i ) d a n
menghidupkan kembali
syari'at Islam dan sunnah
Nabi SAW.
Syaikh Bakhit al-
Muti'iy, seorang Mufti
Mesir, berpendapat bahwa
p e r a y a a n M a u l i d
diprakarsai oleh Dinasti
Fathimiyyun pada tahun
362 H di Mesir. Mereka
mengadakan enam macam perayaan
dengan pesta-pesta besar: Maulid Nabi
SAW, Maulid 'Ali, Maulid Fathimah,
Maulid al-Hasan, Maulid al-Husain, dan
Maulid khalifah yang berkuasa yaitu
al-Muiz Lidinillah (341-365 H).
Ketika
Dinasti Ayyubiyah datang, Shalahuddin
al-Ayyubi menghapus semua tradisi
tersebut.
Selanjutnya perayaan Maulid
kembali populer di Irak. Menurut Ibnu
Katsir dalam kitab Tarikh, Sultan
Muzhaffaruddin Abu Said Kukburi Ibn
Zainuddin Ali Ibn Tubaktakin, penguasa
Irbil pada awal abad ke 7 Hijriyah (604
H), mengundang seluruh rakyatnya,
baik yang awam maupun 'alim 'Ulama,
untuk menyantap ribuan daging
kambing dan unta yang telah disiapkan.
Sebagian 'Ulama menganggap perayaan
Maulid ini sebagai sesuatu yang baik.
Maka dari sinilah Maulid menjadi
tradisi yang turun temurun dalam
masyarakat Islam.
Jadi apa hukumnya merayakan
Maulid Nabi SAW? Kalau kita melihat
pendapatnya Syaikh Muhammad Bin
Shalih al-'Utsaimin dalam Fatawa
Arkanil Islam, maka perayaan Maulid
ini tidak mempunyai dasar sama sekali.
Pertama, dari segi latar belakang
sejarah lahirnya Nabi SAW, 'Ulama
masih berbeda pendapat antara tanggal
9 dan 12 Rabiul Awwal. Malah
golongan Syi'ah meyakini lahirnya Nabi
SAW pada tanggal 17 sebagaimana
tanggal lahirnya Imam Ja'far al-Shadiq.
Maka menetapkan Maulid pada 12
Rabiul Awwal menjadi agak rancu.
Kedua, dari segi tinjauan syari'at, hal ini
tidak pernah dilakukan sama sekali oleh
Nabi SAW dan para Sahabatnya. Oleh
karena itu, menjadikan Maulid sebagai
ibadah adalah bid'ah dan diharamkan.
I b n u T a y m i y a h s e n d i r i
berpendapat, “Menjadikan musimmusim
selain musim syari'ah seperti
sebagian malam pada bulan Rabiul
Awwal yang diyakini sebagai malam
Maulid …, perbuatan itu adalah inovasi
(bid'ah) yang tidak pernah dilakukan
para 'Ulama terdahulu (salaf).”
Meskipun begitu, ada beberapa
hikmah dalam momentum Maulid Nabi
SAW. Maulid dapat menumbuhkan
kembali kecintaan kepada Rasulullah
SAW. Hal ini adalah bukti keimanan
seorang Mu'min sebagaimana hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari,
“Tidaklah sempurna iman salah seorang
dari kalian hingga aku lebih dicintainya
daripada orangtua dan anaknya”.
Pembuktian ini dapat kita jalankan
dengan memperbanyak shalawat
k e p a d a b e l i a u . A l l a h S W T
memerintahkan, “Sesungguhnya Allah
dan para Malaikat-Nya bershalawat
untuk Nabi. Wahai orang-orang yang
beriman, bershalawatlah kalian
untuknya dan ucapkanlah salam
sejahtera kepadanya” (Q.S. Al-Ahzab:
56).
Maulid dapat menanamkan kembali
teladan dan perilaku Rasul SAW sebagai
manusia yang paling mulia kepada
generasi penerus. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu, (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut (Asma) Allah” (Q.S. Al-
Ahzab: 21). Rasul adalah super idol
sepanjang sejarah. Namun sayang seribu
kali sayang, generasi sekarang seolah
kehilangan idola dan tokoh yang patut
dijadikan teladan. Anak-anak lebih
mengidolakan artis-artis di layar televisi
yang akhlaknya rusak dan tidak jelas.
Maulid juga dapat melestarikan
ajaran dan perjuangan Rasulullah
S AW. B e l i a u s e n a n t i a s a
mengingatkan ummatnya untuk
berpegang teguh kepada syari'at
Allah dan sunnahnya. “Aku
tinggalkan pada kalian dua hal,
apabila kalian berpegang teguh
kepada keduanya (maka) tidak
akan tersesat selama-lamanya,
yaitu Kitabullah dan Sunnah
Rasul-Nya” (H.R. Malik). Maka
momentum Maulid ini adalah saat
y a n g t e p a t u n t u k k e m b a l i
mempelajari apa-apa yang telah
diajarkan oleh Rasul SAW dalam Al-
Qur'an dan Al-Hadits.
Namun sayangnya, derdasarkan
pengalaman pribadi Penulis, hari Maulid
biasanya dihabiskan untuk makan makan
dan menghabiskan simpanan
untuk berbelanja. Malah terkadang
banyak makanan berlebih sehingga
mubazir. Ramai orang dengan mudahnya
meninggalkan shalat jama'ah dengan
alasan mengurus makanan terlebih
dahulu, shalat nanti belakangan. Alunan
syair dan zikir Barzanji dikumandangkan
dengan suara-suara keras. Namun shalat
berjama'ah diabaikan. Apakah ini yang
namanya mencintai dan mengagungkan
Nabi SAW?
Jangan kita berbangga diri karena
dapat merayakan Maulid Nabi SAW
dengan meriah. Namun apakah hikmah
yang terkandung dalam perayaan
tersebut dapat kita petik untuk kita
amalkan dalam kehidupan sehari-hari?
Apa hasil yang kita dapatkan dari
perayaan Maulid? Alhamdulillah kalau
kita bisa memanfaatkan momen Maulid
ini untuk menuju ke arah perubahan yang
l e b i h b a i k s e b a g a i m a n a t e l a h
dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
(© Akhi Sinyeu, 16.01.2014, 8:00 a.m.)