G u r u a d a l a h s o s o k Gpahlawan yang jasanya tiada tara. Mereka adalah pejuang dengan bersenjatakan pena, yang mampu mengubah batu menjadi batu mulia. Perjuangan mereka tulus, bak sinar mentari yang menyinari bumi. Perilakunya dapat ditiru dan perkataanya selalu digugu. Tapi sayangnya, itu semua hanya tinggal k e n a n g a n . F e n o m e n a g u r u y a n g mempunyai wibawa dan karisma itu, kini mulai menurun dan sedikit demi sedikit memudar. Saat ini guru berada pada fase dilematis. Mereka tidak lagi boleh menggunakan cara tegas untuk mendidik. D a h u l u k e t i k a a d a m u r i d melanggar peraturan sekolah dan etika moral, mereka dihukum berdiri di depan kelas sambil dijewer telinganya, tidak ada satupun orang tua yang protes. Namun Sekarang ketika ada guru yang menjewer murid karena berkata kotor, maka dengan semangat sang orang tua mengadukan ke kantor polisi dengan dalih guru melakukan penyiksaan atau kekerasan terhadap anak. Hal ini bukan berarti penulis membenarkan tindakan hukuman cubit kepada murid. Namun lebih lepada rendahnya kepercayaan orang tua lepada sekolah. Selain itu degradasi moral anak bangsa juga disebabkan bebasnya tayangan infotainment yang menjadi trend setter cara bergaul mereka, maka kini murid tak lagi menghargai gurunya. 

Kondisi yang terjadi Sekarang adalah: bahwa murid tak lagi segan untuk berkata kepada gurunya “Aih…. Bapak nih….” Tanpa ada rasa bahwa yang mereka katakan adalah pernyataan yang dapat menyinggung guru. Kondisi real yang terjadi sekarang adalah, ketika guru berhasil mendidik anak muridnya menjadi sukses, guru tidak pernah disebut atau diingat sebagai orang yang berjasa. Namun ketika guru melakukan kesalahan dalam bentuk kekerasan, dengan sigap orang tua murid mempermasalahkan pihak sekolah. Saya pribadi selaku pengajar pernah melihat dan mengalami hal yang serupa dan nyata. Saat itu saya silaturrahmi ke tempat ngajarnya kawannya saya, di tahun ajaran baru 2014 di suatu tempat di wilayah Aceh Besar. Tiba-tiba ada seorang wali murid yang datang dan langsung bersalaman berhubungan masih dalam suasana lebaran. Setelah salaman dia langsung menanyakan tentang anaknya yang baru masuk kelas I “ Saya dengar anak saya kemaren tidak ada bangku ya bu ? “ dengan nada keras “Jangan sampai semua bangku di kelas terbang keluar” kata wali murid, kemudian dia langsung meninggalkan tempat tersebut. Saya terkejut, dan terhenyak melihat wajah kawan saya beserta kawan guru lainnya atas sikap kasar wali murid tadi, dalam hati saya berkata “Kenapa terhadap guru pendidik anaknya sendiri begitu kasar. Apakah orang tuanya dulu tidak sekolah ? Padahal itu hanya permasalahn sepele yang tidak perlu diributkan, bisa jadi sekolah tersebut minim fasilitas pendidikan sehingga hal itu terjadi, dan juga tidak sepantasnya wali murid bersikap seperti itu terhadap pendidik yang disebut guru. 

Kisah di atas adalah salah satu kisah dari ribuan bahkan mungkin lebih kasus terhadap kepada guru di Indonesia. Lebih dari tu, lahirnya Komnas Perlindungan Anak di Indonesia memang dirasa bermanfaat, namun di sisi lain Komnas dan UU perlindungan anak dijadikan alasan untuk dapat benar-benar memproteksi anak yang sebenarnya tidak perlu mendapat proteksi berlebihan. Padahal produk pendidikan 10-20 tahun yang lalu, dengan metode pendidikan klasik/tradisional, murid mempunyai tata krama dan sopan santun serta disiplin yang tinggi. Guru mempunyai wibawa yang tinggi sebagai pendidik, namun kondisi saat ini telah berubah 180 %. Mendidik seorang anak tidak selamanya harus dengan kelembutan. Karena karakter anak didik berbeda satu sama lain. 

Dalam hal ini ada satu majalah Islam yang memberikan contoh/logika, yaitu dalam memegang burung jika terlalu keras burung itu akan mati, sementara jika terlalu lembut burung tersebut akan terbang. Perlu adanya pengamatan yang jeli terhadap siswa secara akurat dan kapan waktu yang tepat untuk memberikan hukuman pada anak. Namun ternyata cara tradisional yang biasaya diterapkan b e b e r a p a p u l u h t a h u n y a n g l a l u membuahkan efek negatif bagi orang tua. Pertama bisa jadi Wali Murid Terlalu Over Protektif Kepada Anak, kedua kurangnya Pemahaman sebagian Guru terhadap Metode Pengajaran dan Pendidikan, ketiga adanya blow up dari Infotainment dan berita tentang kasus-kasus di sekolah, ke empat penafsiran salah terhadap lahirnya Komnas Perlindungan Anak Dengan demikian, saat ini guru telah sedikit demi sedikit kehilangan wibawa dan martabatnya di mata siswa dan mali murid. Jika kondisi seperti ini dibiarkan m a k a p e n d e r i t a a n g u r u s e m a k i n memuncak. Sudahlah gaji kecil, selalu mendapat protes dari wali murid, sering mendapat ancaman dan bahkan nantinya mungkin akan banyak guru yang dipenjara gara-gara rasa cintanya pada murid itu sendiri. 

Sudah saatnya Pemerintah harus memberikan perlindungan kepada guru untuk memberikan pembelaan, adakan pembicaraan dan pemahaman kepada wali murid, dan hendaknya para guru untuk dapat lebih meningkatkan kemampuannya dalam mengajar, mengembangkan diri dan selalu ingin belajar kepada siapapun. Semoga tulisan ini dapat sedikit memberikan pencerahan kepada guru, siswa dan wali murid akan pentingnya wibawa seorang guru. Jika guru tidak lagi menjadi tauladan dan panutan dari murid, maka saat ini siapa lagi yang bisa memberikan itu semua. Kita tentunya merindukan masa-masa ketika guru benar benar di GUGU dan DITIRU.
SHARE :
 
Top