Bagi penikmat Seni Tradisi, Syeh Sofyan Lhoong tidaklah asing bagi mereka. Pria Kelahiran Gapuy Lhoong 1964 ini sering tampil di salah satu stasiun televisi swasta di Aceh ataupun di berbagai acara kebudayaan bersama mitranya Syeh Medya Hus. Ia mahir memainkan alat musik Aceh Rapai dan Geundrang, yang ia mainkan dalam sesi seni tutur “Meuratoh”. Ia juga seorang “syeh” dalam tarian “Ratoh Taloe” bersama rekan-rekannya di kampong halaman.

Kali ini, Redaksi Lamuri mengangkat profil beliau sekedar informasi dan wawasan bagi pembaca Lamuri.

Walaupun tidak tamat SD dikarenakan tidak ada biaya, namun semangat kobaran seninya tidak pantang luntur. ia pernah berkata di saat orang tua menyuruhnya bercocok tanam dan bersawah saja di kampung tempat tinggalnya.  Melalui syairnya yang optimis saat itu ia berujar “Bek neujok langai keu mata kalam, bek neujom goe lham neu sangka pena, bek neujok umong keu buku kamoe, bek neujok leumoe guree aneuknda”. Selain itu, guru di sekolahnya pun berulang kali menyurati untuk terus bersekolah dikarenakan bakat seninya yang kuat.

Ia bercerita sejak kecil bakat seninya akan muncul ketika melihat orang lain tampil di atas pentas. Tapi ia belum punya jalan untuk itu. Baru tahun 1985 ia mulai menjajaki arena panggung seni walau hanya tingkat gampong dan kecamatan Lhoong. Di keluarganya cuma ia dan adiknya Ridwan (almarhum) yang berjiwa seni. Jiwa seninya pun lahir secara alami atau otodidak, sehingga ia bisa memainkan alat music Tradisional Aceh Rapai untuk lirik apapun.  Saat ini, ayah dari Nurliza, Nurma Yunita dan Selviana ini mencoba melestarikan seni tari Aceh yakni Ratoh Taloe yang merupakan peninggalan endatu.

Ratoh Taloe asuhannya telah ikut ambil bagian di berbagai even kebudayaan yang ada di Aceh dan di luar daerah termasuk Pekan Kebudayaan Aceh (PKA)

Keaktifannya di kesenian tradisional Aceh sempat surut dan vakum saat tsunami 2014 menghempas Aceh. Kecamatan Lhoong termasuk yang terparah, sekitar 200 jiwa warga Lhoong termasuk anggota keluarganya hilang dan menjadi kesedihan yang mendalam baginya.

Namun, berkat motivasi dan semangat dari Jamal Taloe dan kawan-kawan dari Taman Budaya Banda Aceh yang menjumpainya setelah tsunami, suami dari Sri Wahyuni ini kembali mencoba  untuk bangkit. Tujuan dari para seniman ini ingin menelusuri kembali keberadaan Tari Ratoh Taloe di kecamatan Lhoong.

Selain menjadi syeh di Tari Ratoh Taloe, ia juga mampu menjadi Syeh Rapai, Syeh Dike dan Dalail Khairat, sehingga ia cukup dikenal di kecamatan Lhoong.

Namun sayangnya, tidak ada satupun generasi penerus saat ini di kecamatan Lhoong yang akan menggantikannya.

Ia punya prinsip, awal mula berkesenian bukan untuk uang, tapi memang sudah menjadi bagian dari kesukaannya akan seni tradisi tersebut. Sehingga ia kemanapun diajak tampil, dengan senang hati menyetujuinya.

Ia mulai dikenal di Banda Aceh saat mengikuti lomba Seumapa Tingkat Propinsi Aceh di RRI Banda Aceh, hingga ia berjumpa dengan seniman Tradisi Lainnya Syeh Muhammad Diah Husen yang akrab disapa Medya Hus yang saat itu selaku Dewan Juri Seumapa. Ia pun meraih juara pertama.


Berkat kegigihannya berseni tradisi, beberapa penghargaan dan prestasi pernah ia dapatkan. Diantaranya Juara I seumapa se-Kabupaten/Kota Provinsi Aceh yang diadakan Majelis Adat Aceh (MAA) Tahun 2008, menjadi Peserta Festival Puisi dan Lagu Rakyat Antar Bangsa 2 di Dataran Pangkor, Malasyia Tahun 2011 bersama Medya Hus, dan Juara II Narit Maja Majelis Adat Aceh (MAA) Tahun 2006.


Saat ini, menurutnya, sangat kurang keinginan generasi muda untuk melestarikan seni tradisi, karena hal itu berasal dari jiwa seni dan kemauan. Ia berharap bagi generasi, biarpun tidak berbuat untuk seni tradisi, janganlah merusaknya. “Bahpih hana ta peugot bek ta reuloh, bek ta boh boh kheun ureung jameun pusaka maja”, jelasnya pasti. (Red)

Berikut Cuplikan Video langkapnya :

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top