Beberapa hari lagi idul fitri tiba. Rasa gembira menyelimuti ummat Islam, karena sudah mecapai kemenangan setelah sebulan berpuasa, menahan lapar dan dahaga. Kita melihat mall mall di kota kota dipenuhi pengunjung. Tidak perduli dengan harga pakaian tinggi melambung yang penting hari raya bisa pakai baju baru. Tidak perduli dengan harga emas melonjak yang penting bisa pakai perhiasan baru. Semua harus baru, gorden baru, kursi baru, toples baru dan lain lain. 

Demi memenuhi kehidupan dunia yang glamor, untuk mengikuti trend mode, tidak sedikit orang yang harus berhutang. Padahal Rasulullah mengajarkan kita untuk hidup sederhana, bersikap qana’ah, ikhlas menerima berapapun rizki yang Allah berikan. Untuk kehidupan dunia yang penuh dengan tipu daya tidak boleh terlalu memandang ke atas, kecuali dalam hal ibadah, fastabiqul khairat. Sebagaimana sabdanya, 

‎انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ. (مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ).

“Lihatlah orang yang berada di bawah kalian dan jangan melihat orang yang berada di atas kalian, karena hal itu lebih pantas agar kalian tidak menganggap rendah nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kalian.” (Muttafaq ‘Alaihi).

Dunia tidak seharga sayap nyamukpun, meskipun yang nampak begitu gemerlap sampai menyilaukan mata. Allah menyuruh kita berlomba lomba dalam amalan kebaikan, sementara untuk materi  agar tidak terpedaya dengan kenikmatan orang lain yang lebih tinggi, maka Rasulullah menyuruh kita melihat ke bawah. Memang banyak orang yang kaya raya, namun tidak sedikit juga yang faqir miskin. Banyak orang yang mempunyai rumah mewah, namun tidak sedikit yang tidak punya rumah dan tinggal di gubuk reot, bahkan di bawah kolong jempatan. Orang yang bersifat qana’ah akan mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat. Rasulullah SAW bersabda, 

‎قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ, ورُزِقَ كَفَافًا, وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Sesungguhnya sangat beruntung orang yang masuk Islam, diberikan kepadanya rizki yang cukup dan Allah memberikannya sikap qana’ah ( merasa cukup) terhadap rizki yan Allah berikan kepadanya”.(HR.Tirmizi). 

Inilah sifat terpuji bagi orang Islam, ridha menerima ketentuan Allah, berapapun yang diberikan tetap diterima dengan lapang dada serta tetap mensyukurinya, namun tetap berusaha untuk mendapatkannya. Tidak boleh hanya berpangku tangan menunggu saja rizki datang dari Allah. Tugas hamba berusaha, Allah yang memberikan. 

Sikap qana’ah harus dilatih sejak kecil, untuk membiasakan hidup sederhana, dengan demikian tidak ada keluhan dalam hidup, dan tidak cemburu dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain. Contoh sikap qana’ah, ketika masih duduk di bangku sekolah dia diberikan uang jajan secukupnya saja, atau bahkan tidak ada uang jajan sedikitpun, tetapi dia membawa bekal dari rumah. Dalam hal ini dia tidak  bersedih melihat teman temannya mempunyai uang jajan yang banyak, yang penting orang lain makan dia juga makan. Begitu juga di segi pakaian, ketika kita melihat orang lain memakai baju sutra ditambah dengan tas dan sepatu brandet, perhiasan yang serba mewah, maka kita tidak merasa sedih dan minder karena kita tidak punya seperti itu. Karena meyakini bahwa itu sudah ketentuan Allah memberikannya berbeda beda, untuk menguji keimanan hamba-Nya. 

Ada nasehat orang tua yang sangat bagus dalam bahasa Aceh agar kita bersikap qana’ah, yaitu “ngui beulaku tuboh, pajoh menurot kada”( berpakaian sesuai dengan tubuh, makan sesuai dengan kadar kemampuan). Ini merupakan nasehat yang luar biasa ditanamkan agar ikhlas menerima kadar ketentan Allah, dan tidak merasa sedih apalagi iri ketika melihat orang lain yang kehidupannya lebih baik dari kita. 

Rasulullah SAW memberikan kabar gembira menjadi penghuni surga bagi orang yang bersikap qana’ah. Seperti yang beliau sandangkan kepada seorang lelaki Anshar, sehingga membuat Abdullah bin Amr bin As merasa penasaran. Sampai Abdullah mengikutinya untuk melihat amalan apa yang dikerjakan sehingga dia dijamin sebagai penghuni surga. 

Karena tidak menemukan ibadah khusus yang dilakukannya, maka Abdullah memberanikan diri bertanya kepadanya, dan ternyata jawabannya sangat sederhana, “Sebagaimana yang kamu lihat, aku tidak mengerjakan amalan apa-apa, hanya saja aku tidak pernah mempunyai rasa iri kepada sesama muslim atau hasad terhadap kenikmatan yang diberikan Allah kepadanya.”

Begitulah dia bersikap qana’ah, merasa cukup dengan apa yang Allah berikan kepadanya dan tidak iri terhadap yang Allah berikan kepada orang lain. Sikap tawakkalnya kepada Allah membuat hidupnya bahagia dan diberikan untuknya surga. 

Puasa Ramadhan mengajarkan kita bersikap qana’ah. Dengan rizki yang serba kekurangan dan godaan di depan mata begitu banyak, namun kita bisa melewatinya tanpa ada perasaan sedih. Jajanan ta’jil di jalanan setiap sore sangat menggoda orang yang sedang berpuasa. Rasanya sumua mau dibelinya, namun kalau dibeli banyak banyak pun tidak akan mampu menghabiskannya. Menjelang lebaran, godaan pakaian baru, perabot baru, kue lebaran yang telah dipajang di pertokoan membuat diri ingin memiliki itu semua kerena model dan rasa yang berbeda beda. Disitulah kita diajarkan bersikap qana’ah, tidak harus kita miliki semua itu, tetapi cukup seperlunya saja sesuai dengan kebutuhan.
SHARE :
 
Top