Oleh Sri Suyanta Harsa

Ilustrasi
Muhasabah 2 Zulhijah 1440
Saudaraku, tema muhasabah hari ini masih berangkat dari nasihat Imam Hasan Al-Bashri, ulama masyhur dari generasi tabi'in. Di antara nasihatnya, "Hukuman bagi seorang ulama adalah kematian hati lantaran mencari dunia dengan amal akhirat.” 

Ibrah dari nasihat di atas, adalah mengingatkan kita bahwa ulama juga rentan godaan, terutama pesona dunia. Dan bila ternyata ada ulama yang tergoda dengan pesona dunia, maka itu sudah cukup baginya merasa bahwa hatinya telah mati.

Pesona dunia seperti kesenangannya terhadap harta, tahta dan wanita/pria nemang seringkali menggelincirkan, tetapi juga berpotensi menjadi media ladang amal. Pesona dunia adalah ujian; ia pangkal penyebab kejahatan sekaligus kesalihan. Dengan keberadaannya, manusia bisa mendapat murka Allah atau memperoleh ridha Allah. 

Dalam praktiknya, karena demi harta, tahta dan wanita/pria ragam sikap dan kejahatan merajalela, seperti rakus, loba, kikir, iri hati, dengki dan tidak mengenal halal haram. Dari sini lalu memunculkan ragam kejahatan seperti pencurian, pembegalan, perampokan, korupsi, intrik-intrik, saling sikut untuk berebut dan saling jegal menhegal, saling menyalahkan dan suka memerangi sampai ambisi pribadi atau kelompoknya terpenuhi.

Namun sebaliknya dengan harta, tahta dan wanita/pria (keluarga) kita juga bisa mendapatkan keberkahannya. Dengan harta kita bisa bersedekah, berinfak, berzakat, berwaqaf guna membangun agama dan bisa menafkahi keluarga. Dengan tahta kita bisa amar makruf nahi munkar, dapat mengayomi bawahannya, bisa membuat kebijakan demi kemaslahatan umat dan membangun peradaban. Dengan wanita/pria kita bisa membangun keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah dan melahir-wariskan Islam antargenerasi.

Orang-orang kafir memperlakukan dunia sebagai tempat pesta pora tak mengenal halal haram, orang munafik mempelakukannya bagai panggung sandiwara dan orang-orang beriman menjadikan dunia sebagai mazra'ah al-akhirat; sawah ladang untuk menyemai dan menuai kebajikan. 

Pesona dunia memang luar biasa menggoda, sampai-sampai ulama pun mesti mewaspadainya agar tidak mengalami kematian di hatinya. Kematian hati akibat dari aktivitas amal akhirat untuk mencari dunia bagi ulama bisa jadi merupakan upaya preventif. Artinya tidak akan terjadi dan dilakukan oleh ulama. Tetapi tetap saja harus diwaspadai. Mengapa?

Realitasnya, demoralisasi seperti membisniskan ibadah, juga mengkhawatirkan. Seperti jual beli pengampunan dosa, jual beli doa-doa, jual beli nasihat agama dan sejenisnya. Di samping itu, juali beli ibadah haji dan umrah serta kegiatan yang mengirinya. Baru-baru ini kita disuguhi berita tentang travel yang membisniskan ibadah umroh dengan omset trilyunan rupiah dan juga travel nakal lainnya. Mengapa sangat mengkhawatirkan, di antaranya karena dilakukan oleh oknum umat Islam atau lembaga Islam sendiri atas saudara sesamanya yang muslim lainnya. Ini kan luar biasa kejahatannya. Mosok ibadah dibisniskan. Masak memakan daging saudaranya sendiri.

Siapa sih, umat Islam yang tidak mau beribadah ke tanah suci Makkah al-Mukaramah, baik untuk berhaji maupun umroh. Apalagi ditawari dengan ragam fasilitas yang menjanjikan, aman, nyaman, cepat berangkat, dan dengan pembiayaan yang terjangkau atau bahkan murah. Tetapi karena ada ulah biro perjalanan jahat dan para pihak yang tidak bertanggungjawab dengan sengaja memanfaatkan gairah umat Islam untuk ibadah tersebut, sehingga tetap tidak memuaskan dahaga religiusitas pesertanya.

Orientasi bisnis ya mencari keuntungan material kalau bisa sebanyak-banyaknya dan sesering-seringnya. Nah ibadah yang dilandasi dengan niat tulus ikhlas hanya mengharap ridha Allah, kemudian menjadi sangat rentan terhadap pebisnis-pebisnis ulung untuk memanfaatkan situasi. Dan bisa jadi bukan terbatas pada ibadah haji dan umrah saja, tetapi juga pada ibadah lainnya. Oleh karenanya agar hati senantiasa hidup dan tidak mati, maka kita berlibdung pada Allah yang Al-Muhyi dan Al-Mumitu.

Al-Muhyi dipahami bahwa Allah adalah Rabb yang maha menghidupkan, yang maha meniupkan ruh kehidupan pada makhlukNya, yang maha menghidupkan semangat  menghidupkan hati, dan yang maha menghdupkan segalanya dari kematiannya. 

Dalam konteks al-Muhyi, Allah berfirman yang maknanya, Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan. Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. (Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling? (Qs. Al-An'am 95)

Demikuan juga dalam firmanNya yang artinya “Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan. (Qs. Al-A'raf 25)

Oleh karena itu setiap rasulNya juga mengingatkan umatnya, seperti katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah Yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang menghidupkan dan mematikan, maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk“. (Qs. Al-A'raf 158)

Dan, Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah. (Qs. Al-Taubah 116)

Dalam iman Islam kita meyakini bahwa manusia dihidupkan dan dimatikan hanya oleh Allah swt. Oleh karenanya setelah mensyukuri al-Muhyi, maka kita menyukuri Al-Mumitu dipahami bahwa Allah adalah zat yang maha mengambil nyawa kembali kepadaNya, Allah yang mematikan siapapun yang dikehendaki-Nya, baik manusia, jin, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Hidup di dunia ini ada batasnya. Makanya ketika batas itu sudah diliwati, kita menyebutnya yang bersangkutan telah meninggal (kan) dunia atau yang lazim disebut mati. Tapi mesti diingat, bahwa manusia mati untuk hidup lagi di akhirat guna mempertangungjawabkan apapun yang telah diperbuat sebelumnya.

Dalam konteks al-Mumitu, Allah berfirman yang maknanya, Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya? (Qs. Al-Mu’minum 80)

Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?“ Maka mereka akan menjawab: “Allah“. Maka katakanlah “Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?“ (Qs. Yunus 31)

Dialah yang menghidupkan dan mematikan dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. (Qs. Yunus 56)

Dan sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi. (Qs. Al-Hijr 23)

Agar hati tetap hidup, maka sudah seharusnya kita sebagai orang beriman mensyukuri karuniaNya, baik dengan hati, lisan maupun perbuatan nyata.

Pertama, mensyukuri dengan hati yakni benar-benar meyakini bahwa Allah selain maha menghidupkan segalanya, juga mematikannya, termasuk terhadap hati hamba-hambaNya. 

Kedua, mensyukuri dengan lisan kita lakukan dengan memujiNya dan memperbanyak mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamin, semoga Allah memberikan keberkahan saat kita hidup di dunia ini dan saat tibanya kematian suatu saat nanti. Di antara keberkahannya adalah hati senantiasa terjaga.

Ketiga, mensyukuri dengan perbuatan nyata yaitu memelihara hati dari pesona dunia. Adapun dzikir pengkodisian hati, penyejuk qalbu guna menjemput hidayahNya agar dianugrahi hati takut hanya pada Allah adalah membasahi lisan dengan mengucapkan ya Allah ya Muhyi, ya Mumitu, Muhshi..dan seterusnya.
SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top