Oleh Nazarullah
Ketua Bidang Komunikasi Umat PW PII Aceh

Pada 4 Mei 1947 Pelajar Islam Indonesia berdiri. Pada hari ini, 4 Mei 2020 memperingati Hari Bangkit PII yang sudah berumur 73 tahun. Saya salah satu orang yang beruntung mendapat binaan dan pelajaran darinya. Organisasi ini banyak merubah diri saya ke arah yang baik. Setelah mengenal PII pandangan saya menjadi lebih luas dan tajam. Di lingkungan inilah saya mendapat dorongan untuk terus belajar dengan gigih. Terimakasih Pelajar Islam Indonesia. 

Kisah perjalanan bergabung dengan organisasi ini bermula ketika teman dekat saya, Mukhti Kamal mengajak saya ikut. Dia bercerita mendapatkan selembar surat dari saudara sepupunya berupa undangan meminta peserta untuk mengikuti Leadership Basic Training. " Ayok Nazar kita ikut acara ini, sepertinya acara ini sangat bagus. Kita dapat ilmu agama tambahan," jelasnya mengharapkap agar saya ikut. 

Mendengar cerita Mukhti tersebut, saya membayangkan acara sejenis pesantren kilat yang mengajari praktek shalat, baca al quran, belajar bersuci, dan hafalan surat pendek. Saat itu, sekolah saya masih duduk di bangku kelas 2 SMAN 1 Bandar Baru Pidie Jaya. Sementara mengaji saya di pesantren cabang Darussa'dah Gampong Amud Mesjid Kecamatan Glumpang Tiga.

Oleh karena saya cukup suka dengan kegiatan yang bernuansa agama, saya memutuskan ikut kegiatan tersebut. Akhirnya berangkatlah kami ke Sigli. Tepatnya di Simpang Keuniree, Sekretariat PD Pidie pada masa itu. Dari sana bertolak ke Aula Kecamatan Simpang Tiga, tempat pembukaan kegiatan tersebut. Adapun ruang belajar dan penginapan di SMA Negeri I Simpang Tiga. 

Di awal kami mengalami amat kesulitan selama kegiatan. Betapa tidak, semua terasa berbeda dari biasa. Jam belajar yang padat dan panjang cukup menuntut disiplin yang tinggi, ditambah menu makan serba sederhana. Hal itu membuat kami makin mengeluh dan tidak betah. Bahkan merasa sedikit menyesali ikut LBT tersebut. Para instruktur sangat mengerti  kondisi yang sedang kami alami. Segala cara mereka lakukan berupaya menenangkan serta memberi perhatian kepada kami.

Akhirnya logika yang mereka layangkan membuat hati kami luluh, tetap bersabar menjalani sisa paruh waktu. Di samping itu juga, rasa kompak dan memiliki yang telah terjalin menambah kuat keinginan bertahan. Memanglah benar pesan instruktur, selalu mengingatkan kami agar tidak sekedar belajar. Akan tetapi, menciptakan rasa kekeluargaan cukuplah penting. Pada hari ke 3. Sejak itulah keadaan berubah total dari ingin pulang menjadi bertahan.

Hari-hari selanjutnya terasa semakin mudah hingga hari ke 7 tiba saat terpenting, yaitu menerima ikrar sebagai kader PII. Satu sisi saya merasa cukup senang. Di sisi lain, menjadi kader cukuplah berat karena bertanggung jawab untuk selalu menjaga identitas organisasi. Seorang kader haruslah mencerminkan pribadi yang baik sesuai tuntunan rasulullah SAW. Kita adalah masa depan untuk memakmurkan agama sebagaimana cita-cita "Izzul Islam Wal muslimin."  

Training LBT tersebut saya ikuti pada 2009 silam. Ada sekitar 50 peserta semuanya mengikuti sampai selesai. Banyak sekali dampak saya rasakan setelah training. Diantaranya, kepribadian saya yang cenderung tertutup perlahan mulai terbuka. Saya mulai sadar tentang pentingnya bersikap sosial dengan orang lain. Kita harus berani menyampaikan yang benar walaupun pahit, bahkan jika dibenci sekalipun. Ada yang tidak kalah penting mulai sadar tentang bersikap disiplin.

Kemudian di antara pelajaran yang paling berkesan dan mempengaruhi saya adalah materi Jihad. Ketika berlangsung, pemateri mengungkapkan banyak sekali ketimpangan yang terjadi kepada kaum muslimin di Indonesia dan di dunia. Mulailah dia menjelaskan satu persatu hingga berujung bertanya kepada kami; apa yang dapat lakukan untuk menolong agama ini? Jika sekarang datang kaum muslimin meminta kamu berjihad siapkah kalian? Pertanyaan ini berulang kali ditanyakan hingga otak kami berpikir kencang apa jawaban yang harus diberikan.

Selesai training, berat rasanya karena harus berpisah dengan sahabat-sahabat seperjuangan. Saya merasa merekalah teman sejati selama ini. Apa boleh jadi, kami harus pulang ke kampung halaman masing-masing. Kami kembali bertemu jika ada acara-acara kenduri atau persiapan LBT tahap berikutnya. 

Pada tahun 2010, syukur saya dan Mukhti, teman dekat yang saban hari bersama saya, kami berkesempatan ikut Leadership Intermediate Training, yaitu training tahap ke 2 dalam jenjang pentrainingan PII. Acara itu berlangsung di SMA 4 Lampineung Banda Aceh. Peserta sekitar 10 orang berasal dari Medan, Kota Banda Aceh, Aceh Besar, dan Pidie, dan Medan. Kami mengikuti kegiatan sampai selesai, kecuali hanya satu orang dinyatakan gagal karena diketahui dia sedang aktif dalam struktural organisasi lain.

Tidak lama kemudian, setelah menamatkan SMA saya melanjutkan pendidikan ke salah satu perguruan tinggi yang menjadi jantong hate rakyat Aceh, UIN Ar-Raniry Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Matematika. Sementara untuk tempat tinggal saya memilih di dayah Darul Ulum Abu Lueng Ie, Lamreung kecamatan Krueng Barona Jaya. Sejak itu, saya harus menyesuaikan diri antara kampus dan dayah tempat saya tinggal itu. Pagi sampai sore berada di kampus, sedang mulai magrib saya sudah kembali ke dayah. Meski punya keterbatasan waktu, rasa cinta dan rindu pada PII tetaplah kuat. Dimana ada kegiatan saya menyempatkan hadir.

Setelah lama menepi, tahun 2018 lalu saya mendapatkan ajakan bergabung dalam struktural PW PII Aceh periode 2018/2020. Saya menerima dengan senang hati karena bagi saya ini sebuah penghargaan. Pada 25 Februari 2019 Pengurus Wilayah melaksanakan Leadership Advance Training. 
Dalam kesempatan itu saya menjadi salah satu peserta dan dinyatakan lulus. Adapun Tim Instruktur ketika itu, saudara Fajar, Ihsan Azhar, dan Fatma Khairani utusan Pengurus Besar yang berasal dari Palembang.

Dari fakta sejarah dan pengalaman saya alami sendiri, kehadiran wadah yang dibentuk Yoesdi Ghazali ini  membawa pengaruh besar bagi bangsa ini. Pemikiran cemerlang beliau tentang masa depan sehingga menyatukan seluruh pelajar di Indonesia, terutama antara pelajar pesantren dan sekolah umum. Sekarang kedua lembaga pendidikan tersebut bergandengan tangan mewujudkan bangsa yang bermartabat. PII menghimpun dalam satu tujuan luhur yaitu kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang sesuai dengan islam bagi segenap rakyat indonesia dan umat manusia.
SHARE :
 
Top