Foto by Lintasgayo.com
LAMURIONLINE.COM | BANDA ACEH - Prof Al Yasa’Abubakar adalah ulama Aceh yang tidak hanya berkontribusi terhadap pengembangan intelektualitas di kampus, tapi juga berperan dalam program dan kegiatan di luar kampus, termasuk di pemerintahan. Dia lahir di Takengon, 12 Januari 1953 atau 26 Rabiul Akhir 1372 hijriah dari ibu bernama Siti Aminah dan ayahnya Abubakar Bangkit.

Dikutip dari buku Ensiklopedi Ulama Besar Aceh, dinamika keilmuan Al Yasa’ dimulai dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri (waktu itu masih SRI) Takengon, masuk tahun 1959. Setelah tamat tahun 1965, dia melanjutkan pendidikan ke Madrasah Tsanawiyah Negeri (ketika dia masuk masih swasta disamakan dengan SMI) Takengon, selesai tahun 1967. 

Pendidikan sekolah menengah atas dia pilih masuk Sekolah Persiapan Institut Agama Negeri (SP IAIN) juga di Takengon. Padahal, ketika itu terbuka peluang bagi dia melanjutkan pendidikan pada Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) yang menawarkan beasiswa ikatan dinas. Namun dia kurang tertarik beasiswa tersebut. 

Pada 1970, setelah menyelesaikan pendidikan tingkat atas, Al Yasa’ melanjutkan kuliah di Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry. Sore dan malam hari, dia belajar di Dayah Ishalahiyah Lambhuk, yang sekaligus menjadi tempat tinggalnya selama kuliah di IAIN Ar-Raniry. 

Setelah  menamatkan kuliah S-1 di Aceh, Al Yasa’ mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan kuliah S-2 pada Jurusan Ushul Fikih, Fakultas Syariah Jami’yah Al-Azhar. Al Yasa’ kembali ke Aceh 1980 dan 1982 diangkat menjadi dosen pada Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry. Tahun 1984 diberi kesempatan melanjutkan pendidikan pada program pasca sarjana IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Dia meneruskan program doktor (S3) pada lembaga yang sama dengan penekanan utama pada bidang ushul fikih. 

Dia menulis disertasi dengan judul “Ahli Waris Sepertalian Darah: Kajian Perbandingan Terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fiqih Mazhab” (1989). 

Buku Ensiklopedi Ulama Besar Aceh mencatat, Al Yasa’ pernah menjabat sebagai Rektor I (Bidang Akademik) IAIN Ar-Raniry pada masa rektor Prof Dr Shafwan Idris, setelah itu menjadi pejabat pengganti sementara rektor untuk mengisi kekosongan antar waktu Shafwan ditembak mati oleh orang tak dikenal dalam konflik Aceh. 

Dalam bidang pemerintahan dia pernah menjabat Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, anggota MPU dan sekarang Ketua Dewan Pertimbangan Syariah Baitul Mal Aceh. Dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh untuk mengisi UU Nomor 44 tahun 1999 dan UU Nomor 11 tahun 2006, dia termasuk salah seorang arsitek dan konseptornya. Banyak buku dan tulisannya tentang pelaksanaan syariat Islam. (smh/dbs)
SHARE :
 
Top