Oleh Sri Suyanta Harsa


Muhasabah 7 Ramadhan 1441
Saudaraku, sejatinya seluruh praktik ibadah terutama yang mahdhah dapat menjadi media kontrol diri (self control) yang efektif terhadap seluruh perilaku orang yang mengamalkan dalam menjalani kehidupan ini. Ketika praktik ibadahnya kuat dan intensif, maka kontrol diri juga kuat, dan akan efektif mewujud pada perilaku yang sesuai dengan norma yang ada, baik norma agama, norma susila maupun adat istiadat. Sebaliknya, ketika praktik ibadahnya berkurang atau bahkan sedikit apalagi sporadis, maka kontrol terhadap dirinya juga melemah, dan akan mempengaruhi pada lemahnya kendali terhadap sikapnya, sehingga cenderung permisif, serba boleh dan suka nabrak-nabrak aturan.

Nah, bagaimana puasa menjadi instrumen kontrol diri atau self control? Inilah yang menjadi tema muhasabah hari ketujuh Ramadhan 1441 ini. Khusus tentang puasa, dari definisi dan praktiknya kita dengan mudah dapat menjelaskannya bahwa puasa sebagai media self control yang sangat efektif, yakni imsak atau menahan diri untuk tidak makan minum dan tidak melakukan hal-hal yang dapat  membatalkan (puasa dan pahala)nya.

Dalam praktiknya, orang-orang yang berpuasa telah memenuhi panggilan iman di hati sanubarinya yang oleh Allah telah menyeru, yang artinya wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Qs. Al-Baqarah 183)

Iman di hati lazimnya menjadi barometer terhadap aktivitas berpikir dan perilaku lahir seorang hamba. Di sinilah maka dalam kesehariannya, perilaku orang berpuasa itu digaransi pasti terkendali terkontrol sesuai dengan regulasi dan standar operasional prosedur (SOP), baik yang diturunkan oleh Allah, disampaikan oleh Nabi Muhammad saw maupun yang dikeluarkan oleh ulil amri atau para pemegang kendali negeri. 

Perilaku orang-orang yang berpuasa menjadi terkontrol dan terhindar dari perilaku salah, silaf, jahat juga maksiat, tidak rakus, tidak nggrangsang, tidak cluthak, tidak congok, tidak memanipulasi data, apalagi melakukan mark up anggaran. Semua perilaku jahat dan maksiat ini kontra produktif dengan iman di hati yang mendasari khitab berpuasa, makanya tidak mungkin dilakukan.

Ketika dapat berpuasa sehingga memiliki kontrol diri yang kuat, maka sudah semestinya kita bersyukur kepada Allah, baik di hati, lisan maupun perbuatan nyata. Pertama, meyakini sepenuh hati bahwa hanya dengan hidayah Allah saja sehingga puasa kita benar-benar efektif menjadi kontrol diri dalam hidup ini. Kedua, mensyukuri dengan terus memujiNya dan memperbanyak mengucapkan alhamdulillahi rabbil 'alamin, semoga Allah menganugrahi hati yang istiqamah dalam ketaatan kepadaNya. Ketiga, mensyukuri dengan tindakan nyata yaitu menjaga puasa agar tidak kosong dari maknanya.

Sehubungan dengan tema muhasabah hari ini, maka dzikir pengkodisian hati penyejuk kalbu guna menjemput hidayahNya adalah membasahi lisan dengan lafal ya Allah ya Raqiib ya Muhaimin ya Samii' ya Bashir, zat yang maha mengawasi, zat yang maha memelihara, zat yang maha mendengar, zat yang maha melihat, tunjuki kami jalan yang lurus dan berilah kekuatan untuk menapakinya.
SHARE :
 
Top