Oleh Nursalmi, S.Ag
Penulis Buku Madrasah Ramadan

Orang berilmu dan beriman kepada Allah dan hari kiamat senantiasa mempunyai sifat tawadhu’ yaitu sifat rendah hati. Merendahkan diri kepada Allah agar tidak sombong, angkuh dan takabbur. Berteman dengan siapa saja, tidak merasa tinggi dan orang lain lebih rendah darinya. Tawadhu’ merupakan sifat mulia yang dimiliki oleh para nabi dan orang-orang shalih. Orang tawadhu’ meskipun  memiliki ilmu yang banyak, kedudukan dan pangkat yang tinggi serta harta kekayaan yang melimpah tetapi tetap rendah hati. Seperti filosofi padi, semakin berisi semakin merunduk. 

Namun sebaliknya, masih banyak manusia yang sombong dengan kedudukan dan kekayaan, sombong dengan ilmu, bahkan sombong dengan amalnya. Padahal itu semua adalah titipan Allah, hanya sementara dititipkan kepadanya. Manusia tidak berhak memiliki sifat sombong, karena sombong adalah selendang Allah. Allah memiliki sifat Al-Mutakabbir (Yang Maha Membanggakan diri). Sifat itu hanya boleh dimiliki oleh Allah dan tidak boleh dimiliki oleh manusia. Manusia justru diperintahkan untuk bersifat tawadhu’ dan meninggalkan sifat sombong dan membanggakan diri. 

 Rasulullah saw bersabda:
“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati). Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas  pada yang lain”. (HR. Muslim)

Hadits di atas menganjurkan  kepada kita untuk memiliki sifat tawadhu’ (rendah hati), suatu sifat yang amat mulia, tidak merasa diri lebih hebat dan lebih tinggi. Sebaliknya menekankan kepada kita untuk menjauhi sifat sombong (membanggakan diri). Merasa diri lebih pintar, lebih kaya, lebih kuat, lebih banyak amal shalih, lebih ganteng dan cantik, dan sebagainya. Sombong adalah salah satu ciri dari penghuni neraka. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; “Maukah kamu aku beritahu tentang penduduk neraka? Mereka semua adalah orang-orang keras lagi kasar, tamak lagi rakus, dan takabbur (sombong).” (HR. Bukhari  dan Muslim). 

Allah Swt berfirman:
“Dan janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung. Semua itu kejahatan sangat dibenci di sisi Tuhanmu. (QS. Al-Isra': 37-38 ). 

Dalam ayat yang lain Allah Swt. berfirman: “Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri”. (QS. Surah Luqman: 18). 

Sifat tawadhu’ (rendah hati) menimbulkan rasa persamaan, menghormati orang lain, toleransi, rasa senasib, dan cinta pada keadilan. Tetapi sebaliknya sifat sombong membawa seseorang kepada budi pekerti yang rendah, mementingkan diri sendiri, serta suka menguasai orang lain. Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong. Manusia mempunyai keterbatasan, tidak mungkin mampu menembus perut bumi dan tidak mungkin pula menjulang setinggi gunung apalagi mencapai langit. Tidak ada yang bisa dibanggakan. Dan orang yang sombong tidak ada tempat  di surga. 

Rasulullah saw  bersabda: “Tidak akan masuk surga, barangsiapa yang di dalam hatinya terdapat kesombongan walaupun sebesar semut.”(HR. Muslim)

Imam Asy- Syafi’i berkata : “Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah orang yang tidak pernah menampakkan kedudukannya. Dan orang yang paling mulia adalah orang yang tidak pernah menampakkan kemuliannya." (Lihat Syu’abul Iman Al Baihaqi). 

Basyr bin Al Harits berkata, “Aku tidaklah pernah melihat orang kaya yang duduk di tengah-tengah orang fakir.” Yang bisa melakukan demikian tentu yang memiliki sifat tawadhu’. 

Allah Swt  berfirman: “Hamba-hamba Allah yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al-Furqaan: 63)

Orang yang memiliki sifat tawadhu’ akan diangkat derajatnya oleh Allah Swt di dunia dan akhirat. Akan mendapatkan berbagai kemaslahatan dalam kehidupannya. Di dunia dia dimuliakan dan dihormati di tengah-tengah manusia. Semua orang akan menyayanginya. Dengan sifat tawadhu’ akan tumbuh rasa kasih sayang, cinta dan persaudaraan, serta dapat menghilangkan rasa kebencian. Sedangkan di akhirat akan diberikan surga yang penuh kenikmatan.  

Orang yang memiliki sifat sombong, angkuh dan bangga pada diri sendiri, menganggap rendah orang lain, mendapatkan kehinaan dunia akhirat. Orang yang sombong merasa dirinya sempurna dan memandang dirinya berada di atas orang lain. Di dunia dibenci oleh manusi. Allah juga tidak suka orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Di akhirat tempatnya di neraka. 

Tawadhu’ merupakan kebalikan dari sifat sombong. Ia merupakan sifat pertengahan antara sombong dan rendah diri. Jika sombong telah mengakibatkan setan diusir dari surga dan menjadi makhluk terlaknat. Maka Tawadhu’ berhasil menjadikan Adam dan istrinya sebagai manusia yang diampuni. Karena tawadhu’ adalah kemauan untuk mengakui kesalahan dirinya, maka Adam dan Hawa dengan penuh ketawadhu’an telah mengakui kesalahan dirinya sehingga Allah mengampuni keduanya. 

Sifat tawadhu’ harus dimiliki oleh setiap orang, baik pemimpin maupun rakyat. Betapa indahnya kehidupan bermasyarakat jika pemimpin dan rakyatnya menghiasi diri dengan sifat tawadhu. Pemimpin rendah hati dan menyayangi rakyatnya, sedangkan rakyat menghormati dan tunduk kepada pemimpinnya. Pasti melahirkan sebuah negara yang aman dan makmur. Rasulullah saw merupakan teladan yang memiliki sifat tawadhu’. Tetap rendah hati meskipun beliau seorang nabi dan pemimpin  negara. 
Beliau menyayangi anak-anak, memberi salam kepada mereka, beliau tidak pernah merasa lebih tinggi dan lebih hebat. Beliau sebagai seorang suami juga tidak enggan membantu pekerjaan istrinya. 

Ya Allah, tanamkan pada diri kami sifat  tawadhu’ (rendah hati), dan jauhkanlah kami dari sifat sombong dan berbangga diri.

Editor: smh
SHARE :
 
Top