Oleh: Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Menjadi Guru Profesional

Selain Aisyah istri Rasulullah saw, masih ada putri Abu Bakar yang tak kalah hebatnya: Asma binti Abu Bakar As-Siddiq. Jika dihayati kisah hidupnya cukup menarik untuk telusuri, justru lebih anggun dan menawan. Dia  terlahir dari keluarga yang sangat dekat dengan Rasulullah saw. Putri sahabat istimewa baginda nabi saw yang sangat dibanggakan. Dialah Asma binti Abu Bakar As-Siddiq, kakak kandung Aisyah binti Abu Bakar.

Dua kakak beradik ini dilahirkan dalam rumah tangga yang berlandaskan keislaman sejak awal. Mereka putri-putri dari seorang berperangai baik, sehingga menjadi manusia terbaik kedua setelah Rasulullah saw. Abu Bakar orang yang selalu disebut-sebut Rasulullah dengan kebaikannya, keluhuran budi, kemuliaan akhlak dan kesucian jiwanya, serta kedermawanannya. Asma tinggal bersama ayahnya. Ia mempelajari budi baik dan keluhuran ayahnya. Asma tumbuh kembang hingga dewasa dalam pelukan, keimanan, dan kasih sayang ketaatan. 

Syaikh Mahmud Al-Mishri dalam bukunya Biografi 35 Shahabiyah Nabi Saw menuturkan, Abu Bakar adalah lelaki pertama yang masuk Islam sebelum yang lainnya beriman. Oleh karenanya, Asma juga masuk Islam sejak dini. Ia termasuk perempuan yang lebih dahulu masuk Islam. Jika dihitung dalam urutan kafilah iman, Asma menempati nomor urut kedelapan belas dari kaum muslim dan muslimah. 

Asma istri Zubair bin Awwam, seorang fakir dan lelaki mukmin yang selalu menjadi pembela Rasulullah saw. Hal inilah yang membuat Asma menerima Zubair sebagai suaminya. Asma seorang perempuan sederhana sebagaimana sifat yang dimiliki ayahnya Abu Bakar ash-shiddiq. Dalam sejarah disebutkan,  ketika menikah tidak ada harta yang miliki Zubair, selain hanya seekor kuda, namun hal itu sudah cukup bagi Asma, karena harta bukan jaminan kebahagiaan. 

Asma selalu mengerjakan pekerjaan rumah tangga dengan tangannya sendiri. Ia mengangkat air,  menumbuk gandum dan  membuat adonan roti sendiri. Ia juga terbiasa membawa biji-bijian di atas kepalanya, yang ia dapat dari tanah milik suaminya Zubair pemberian  Rasulullah saw. Asma pandai menjaga perasaan cemburu suaminya. Suatu ketika, ia sedang berjalan membawa beban bijian di atas kepalanya, bertemu Rasulullah yang sedang berjalan dengan para sahabat. Rasulullah saw  menawarkan Asma untuk  diboncengnya dengan unta, namun Asma menolak karena malu dan mengingat kecemburuan Zubair terhadap dirinya. Rasulullah saw memahami Asma dan segera berlalu.

Sampai di rumah Asma menceritakan kepada Zubair tentang pertemuan dengan Rasulullah dan ajakan membonceng naik unta karena beban yang dibawanya. Lalu Zubair menjawab, sungguh aku lebih suka engkau berjalan  membawa bijian yang berat bagiku daripada engkau berboncengan di belakang Rasulullah saw. Asma sangat memahami karena Zubair pencemburu. Berkenaan dengan hal tersebut, Abu Bakar mengirimkan seorang budak untuk membantu pekerjaan  Asma. 

Syaikh Mahmud menulis,  di saat Rasulullah saw akan hijrah bersama Abu Bakar, Asma dan Aisyah menyiapkan bekal makanan musafir untuk mereka. Lalu makanan  tersebut dimasukkan ke dalam rangsel. Sementara tidak ada tali untuk mengikat mulut rangsel. Lalu Asma memotong tali ikat pinggangnya untuk mengikat mulut rangsel. Untuk itulah Rasulullah menyebutnya dengan "dzatun nithaqain."

Asma sangat berperan dalam membantu perjalanan hijrah Raulullah saw. Saat keduanya sedang bersembunyi di gua Tsur, Asmalah yang datang menyelinap mengantarkan makanan. Padahal ketika itu ia sedang hamil tua. Bayangkan saja, seorang perempuan hamil tua berjalan di tengah kesunyian malam, dengan menempuh perjalanan cukup jauh dan jalan tidak rata, mendaki gunung untuk mencapai gua Tsur. Perjalanan yang penuh resiko dan berbahaya. Namun, Asma tetap bersemangat melakukan tugas mulia ini, dengan keberaniannya ia menentang bahaya. Pekerjaan dan keberanian yang tidak sanggup dilakukan oleh orang lain meskipin seorang lelaki pemberani sekalipun. Namun ia melakukan misi ini  dengan keteguhan hati.

Setelah Rasulullah saw  bersama Abu Bakar tiba di Madinah, keluargapun menyusul. Termasuk Asma yang sedang hamil sembilan bulan. Sampai di Madinah, Asma singgah di Quba dan melahirkan di sana. Setelah lahir, bayinya dibawa ke hadapan Rasulullah. Beliau meletakkan bayi tersebut di pangkuannya, kemudian meminta kurma dan mengunyah, lalu  memasukkan ke dalam mulut sang bayi. Itulah makanan pertama yang dimakan bayi Asma yang diberi nama  Abdullah bin Zubair. Sebelum sang bayi  memakan makanan lain, terlebih dahulu ia telah menelan makanan dari dalam mulut Rasulullah saw. Kemudian beliau memberkahi dan mendoakannya. Abdullah bin Zubair merupakan bayi pertama yang dilahirkan dalam Islam.

Asma seorang wanita berumur panjang yang sangat pemurah. Meskipun Zubair miskin, namun jiwa pemurah dan penderma tertanam sejak ia masih kecil. Kakak beradik ini memiliki kebiasaan yang sama, yaitu berjiwa pemurah. Bedanya Aisyah lebih suka mengumpulkan hartanya. Setelah terkumpul baru ia bagi-bagikan kepada fakir miskin. Sedangkan Asma tidak pernah menyimpan apapun di rumahnya untuk esok hari. Ia memberikan sedekah setiap hari seberapa ada kemudahan.

Menurut Syaikh Mahmud Al-Mishri, ketaatan Asma tidak diragukan. Ia seorang ahli ibadah, berpuasa, shalat malam dan sangat takut kepada Allah Swt  dan selalu menyambung silaturrahmi. Bahkan, dengan ibunya, Qatilah, saat masih musyrik sekalipun, ia tetap bersilaturrahmi. Ia juga memberikan hadiah kepada ibunya meskipun tidak diterima. Dalam kitab shahih disebutkan, Asma pernah bertanya kepada Rasulullah saw. Ya Rasulullah, ibuku datang saat dia masih musyrik. Ia menginginkan aku menyambung tali kekeluargaan. Apakah aku harus menyambungnya? "Iya, sambunglah tali kekeluargaan dengan ibumu," jawab Rasulullah saw. 

Perempuan mulia ini memiliki kesabaran yang luar biasa. Hal ini dibuktikan ketika anaknya Abdullah bin Zubair meninggal terbunuh. Dalam usia yang telah mencapai seratus tahun, ia semakin tegar, sabar dan tabah menerima berbagai ujian dari Allah. Abdullah bin Zubair gugur sebagai syuhada. Stadisnya lagi, setelah terbunuh, Hajjaj menyalipnya di Masjidil Haram. Abdullah seorang khalifah yang pemberani seperti ibunya. Tak kenal takut dan tak takut mati,  seberapapun besar risikonya. Namun, kematian yang menyedihkan menimpanya, tetapi sangat  membahagiakannya. 

Tak lama setelah itu, ajal Asmapun mendekat. Lengkap sudah suka duka yang dialami Asma yang  datang silih berganti.  Wafatnya Rasulullah saw yang disusul dengan meninggalnya ayah tercinta Abu Bakar As- Siddiq. Hal tersebut tentu membuat hatinya terluka dan pilu.  Demikian juga dengan penderitaan-penderitaan lain  yang datang bertubi-tubi. Asma telah menuju ke alam keabadian untuk bertemu dengan Rasulullah saw, Abu Bakar, anaknya yang syahid terbunuh, serta penghuni surga lainnya. Syurga firdausi adalah  tempat yang terindah bagi Asma. (Editor: smh)

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top