Oleh: Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Kontemplasi Sang Guru



Dermawan sikap terpuji yang sangat dianjurkan Allah dan Rasu-Nya. Islam agama yang cinta sosial dan peduli sesama. Tak sempurna iman seseorang muslim, kecuali saling meringankan beban dengan sesama. Membelanjakan harta di jalan Allah dengan suka berbagi.  

Azhari Ahmad Mahmud dalam bukunya 14 Wanita Mulia dalam Sejarah Islam mengkisahkan tentang seorang wanita cerdas dan murah hati pada masa tabiin. Ia wanita berketurunan keluarga Marwan. Keluarga mulia dan terhormat dengan keimanan dan ketaatan yang sempurna. Dia adalah Ummul Banin Binti Abdul Aziz bin Marwan.

Ayahnya seorang penguasa Bani Marwan dan pamannya Abdul Malik bin Ridwan pemimpin Bani Marwan. Sedangakan saudaranya Umar bin Abdul Aziz kebangaan Bani Marwan. Ditambah lagi suaminya al-Walid bin Abdul Malik adalah bangsawan Bani Marwan. Lengkap sudah kebanggaan keluarga Marwan. Ia tumbuh ditengah-tengah kemuliaan dan kebersahajaan keluarga yang hebat. 

Menurut Azhari, Ummu Banin, seorang wanita berpribadi mulia. Di bawah cahaya keindahan Islam di negeri kemakmuran akidah dan ketaatan. Madinah Al-Munawwarah, kota hijrah yang dihuni oleh para pendukung agama suci.  Pembela Rasulullah saw dan agama yang dibawanya.  

Di kota suci ini, Ummu Hanin berdiam bersama keluarganya yang super hebat. Di sini ia menuntut ilmu yang bermanfaat yang dipetik dari para pembesar tabiin dan para tokoh ulama. Ia tumbuh berkembang dengan mempelajari sunnah-sunnah Rasul dari para pewaris ilmu orang-orang yang diberkahi. Ia seorang bangsawan wanita yang memiliki sikap yang menakjubkan. 

Azhari menuturkan, Ummu Hanim istri seorang khalifah di Damaskus Syiria. Al-Walid bin Abdul Malik,  menjabat sebagai khalifah setelah kepemimpinan ayahnya Abdul Malik bin Ridwan berakhir. Ia mempelajari ilmu di kota Madinah yang diberkah dan menyebarkannya ke negeri tempat  ia berkuasa. 

Kepemimpinan al-Walid sungguh mulia dan luhur. Dalam istana yang megah dengan para pelayan dan dayang-dayang disekeliling. Namun ia merasakan kenikmatan dan kedahsyatan berzikir, shalat malam dan indahnya bermunajat kepada Allah Swt. Ketika sedang beribadah, ia lupa segalanya.  

Kenikamatan istana yang serba indah, tidak membuat Ummu Banin lupa dan lalai dalam beribadah. Karena ia seorang wanita yang mengenal derajat kemuliaan. Ia tidak larut dalam kemewahan dan gemilangnya harta dunia. Ummu Banin seorang yang ramah dan  dermawan.

Dalam masa penguasaan khalifah al-Walid, terdengarlah kemenangan kaum muslimin di suatu peperangan. Berita kemenangan tentara kaum muslimin dan harta rampasan perang membanjiri istana khalifah. Maka Ummu Banin ikut ambil andil kegembiraan tersebut.

Umnu Banin tidak hanya sekedar mendengar dan melihat saja. Wanita ini ikut terjun beraksi dengan harta rampasan tersebut. Setiap hari Jumat ia membeli seekor kuda dan diberikan kepada seorang penunggang agar ia ikut menjadi tentara dalam pasukan kemenangan. Tak hanya itu, di setiap Jumat ia juga memerdekakan seorang budak. Sungguh mulia hatimu wahai Ummu Banin. 

Kedermawanan wanita agung ini patut dijadikan ikon dalam kehidupan. Kebahagiaan yang sangat indah baginya dimana ia dapat melakukan kebaikan yang bisa membebaskan orang lain dari kesulitan. 

Kecintaannya pada kedermawanan terungkap dalam lisannya yang indah. Dijadikan bagi setiap kaum sebuah keinginan terhadap sesuatu dan dijadikan keinginanku adalah pada perbuatan memberi. Demi Allah, menyambung tali silaturahmi dan membantu adalah lebih aku cintai dari pada menikmati makanan enak di saat lapar, dan meminum minuman dingin di saat dahaga.

Menurutnya, kebaikan bukan hanya diucapakan dengan lisan, akan tetapi dibuktikan dengan melakukannya. Kedermawanannya sebagai tempat dan tujuan bagi orang-orang yang membutuhkan pertolongan. Sifat mulia yang tidak dibuat-buat, tetapi telah diwarisinya dari keturunan mulia dan sudah mendarah daging dalam jiwanya. 

Wanita yang benci kepada sifat pelit ini pada suatu hari didatangi oleh Tsurayya binti Ali yang dililit hutang. Ia datang kepada Ummu Banin dan  menceritakan tentang kepedihan keadaannya. Ketika ditanyakan oleh suaminya, siapakah wanita yang bersamamu ini? Ummu Banin menjawab, wahai Amirul Mukminin, ia Tsurayya binti Ali, datang kepadaku agar memohon kepadamu untuk melunasi hutang yang melilitnya. Ummu Banin memenuhi kebutuhan Tsurayya dan ia berterima kasih kepada Ummu Banin dan al-Walid suaminya.

Masih banyak kebaikan dan sifat-sifat mulia yang dimiliki wanita wara' ini. Ia selalu membantu setiap ada orang yang mengalami kesulitan dalam bentuk apapun. Memberi kebaikan baginya  bagaikan menebar wewangian yang harumnya semerbak bunga kasturi. Tangan-tangan yang suka memberi adalah kemuliaan yang tiada tara. 

Bukan itu saja kemuliaan dan kesucian Ummu Banin.  Ia tidak mudah menerima hadiah dari orang lain tanpa kejelasan sumbernya. Bagaimana cara mendapatkan hadiah tersebut. Apakah dengan menzalimi orang lain atau tidak. Mulia sekali budimu wahai Ummu Banin.

Setelah menjalani kehidupan panjang, akhirnya ia pun kembali kepada Sang Yang Maha Mematikan. Wanita terhormat ini meninggal dunia tahun 117 Hijriyah. Setelah hari-hati ia habiskan untuk melakukan dan memberikan kebaikan kepada banyak orang. Termasuk memberikan kebahagiaan bagaikan  mutiara-mutiara indah kepada orang-orang yang menderita. Semoga Allah meridhai dan memberikan kebahagiaan yang abadi di akhirat kelak.

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top