Oleh: Juariah Anzib, S.Ag

Penulis Buku Wawasan Religius dan Inspirasi


Hidup menjadi lebih indah bila dijalani dengan teguh memegang hukum syariat. Islam adalah agama yang sempurna, yang sangat menekankan pentingnya kepedulian terhadap sesama. Islam menyatukan umatnya laksana satu tubuh, jika satu bagian tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakannya. Begitu pula, saat satu bagian merasakan kebahagiaan, semua turut berbahagia.

Harta adalah salah satu sarana untuk mengamalkan ajaran Islam. Dengan harta, seseorang bisa membantu mereka yang kesulitan dalam hidup. Kini, banyak tersedia tempat untuk menyalurkan kepedulian sosial sebagai ladang amal demi menggapai pahala sebanyak-banyaknya.

Islam tidak melarang umatnya memiliki harta yang banyak. Bahkan, Islam mendorong umatnya untuk berkecukupan agar bisa memperbanyak amal shalih. Namun, harta tidak boleh menjadi penghalang dalam beribadah kepada Allah. 

Apabila harta melalaikan seseorang dari kewajiban agama, itu bertentangan dengan prinsip Islam. Banyak orang yang karena kekayaan justru mengabaikan shalat, puasa, zakat, dan ibadah lainnya. Padahal zakat merupakan sarana membersihkan harta dari hak orang lain.

Dalam buku Dakwah Sufi, Dr Sabaruddin Siahaan  SPdI MSos menulis, bahwa manusia yang serakah akan terus menumpuk kekayaan dan aset di berbagai tempat, namun lalai dalam beribadah. Bahkan jika mereka beribadah, ibadah itu jauh dari kesempurnaan. 

Allah Swt telah mengingatkan dalam QS  Al-Munafiqun ayat 9: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”

Islam tetap membuka peluang memiliki kekayaan, sebab banyak tokoh teladan seperti Nabi Daud dan Nabi Sulaiman yang hidup dalam kelimpahan harta. Di kalangan sahabat, Usman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah juga dikenal sebagai hartawan dermawan. Mereka semua memperoleh harta dengan cara yang halal dan tidak pernah lalai dalam menjalankan ibadah.

Sabaruddin menulis, para sahabat tersebut selalu memohon kepada Allah, “Ya Allah, letakkanlah harta di tangan kami, jangan Engkau letakkan di hati kami.” Harta yang berada di tangan bisa dimanfaatkan sesuai kebutuhan, sedangkan jika harta telah menguasai hati, maka akan menjerumuskan pemiliknya dalam keserakahan.

Rasulullah saw bersabda dalam Musnad Ahmad Nomor 17096: “Wahai Amru, sebaik-baik harta adalah yang dimiliki oleh hamba yang shalih.” Ini mengisyaratkan, harta yang digunakan oleh orang shalih akan membawa manfaat besar, bukan hanya untuk dirinya, tapi juga bagi orang lain.

Cinta terhadap harta memang merupakan kecenderungan alami manusia, mamun hati yang suci mampu mengendalikan kecintaan itu agar tidak berlebihan. Pemiliknya pun mampu mengelola hartanya dengan bijak, dari cara memperoleh hingga cara membelanjakannya.

Allah Swt menegur dalam QS. Al-Fajr ayat 19–20: “Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampuradukkan (yang halal dan yang batil), dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.”

Menyimpan dan mencintai harta secara berlebihan jalan menuju kesesatan. Orang-orang shalih justru menginfakkan harta yang paling mereka cintai. Karena sejatinya, harta yang diinfakkanlah yang benar-benar menjadi milik kita, sedangkan yang ditimbun hanya akan menjadi sumber petaka dan perselisihan.

Karena itu, mari infakkan harta di jalan Allah. Semoga kita selamat di dunia dan meraih kebahagiaan abadi di akhirat. 

Editor: Sayed M. Husen

SHARE :

0 facebook:

Post a Comment

 
Top